Mohon tunggu...
Dodi Putra Tanjung
Dodi Putra Tanjung Mohon Tunggu... Relawan - Penggiat Sosial

Penggiat Sosial, Relawan dan Pemerhati Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Remaja: Hilang Ragu

24 Desember 2023   21:44 Diperbarui: 24 Desember 2023   23:03 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar : Galeri Dodi Putra Tanjung

**

          Jam menunjukkan pukul 11 malam. Sebagian besar orang di kawasan padat penduduk di kota besar itu telah tertidur lelap. Angin sejuk berhembus pelan, membuat siapapun tidak ingin berlama-lama di luar. Malam semakin larut, membuat siapapun tidak ingin keluar malam ini. Awan gelap yang cukup tebal menutupi langit,sepertinya akan turun hujan.

          "Pranggg", suara benda berbahan kaca yang pecah terdengar dari salah satu rumah. Benda itu terdengar seperti dibanting atau dilempar.

          "Aku tidak ingin tinggal bersama kalian lagi", terdengar suara bentakan dari rumah itu.

          "Ibu minta maaf nak, kalau ibu belum bisa membahagiakan kamu, ibu belum bisa memenuhi keinginanmu", suara isak tangis seorang perempuan separuh baya terdengar dari rumah itu, setelah mendengar bentakan dari pemuda yang tidak lain adalah anaknya. Cermin dihadapannya hancur berderai setelah dilempar anaknya.

          "Hei, Ini ibumu nak ! jangan kau bentak dia !", teriak lelaki separuh baya yang juga tinggal di rumah itu pada anaknya.

         "Kalian tahu kenapa aku marah, kesal pada kalian?", tanya anak itu kepada kedua orangtuanya, "Aku selalu diejek, dihina, direndahkan oleh teman-temanku, karena tinggal bersama kalian yang miskin!", hardik anak itu terhadap kedua orangtuanya.

          "Raihan", ucap ayahnya dengan nada tidak setinggi sebelumnya, "jika kamu punya masalah, kita bisa menyelesaikannya baik-baik. Daripada kamu pulang ke rumah larut malam dan meneriaki ibumu.itu benar-benar tidak beradab", ayahnya berbicara pelan, berharap anaknya mengerti.

          "Aku ingin hidup bebas di luar sana, mendapatkan apapun yang kuinginkan dengan mudah,menikmati dunia ini,mencari kehidupan yang baru, dan tidak perlu bersusah payah mengumpulkan sampah seperti kalian", keluh anaknya dengan sedikit kesal.

          "Huh", ayahnya mendesah pelan, "Jika itu maumu, Ayah tidak akan menganggapmu sebagai anak ayah lagi. Pergi dari rumah ini, cari kehidupan yang kamu mau itu, sekarang !", titah Ayahnya yang sudah muak dan kesal sedari tadi melihat tingkah laku anaknya.

          Ibunya yang masih sedih melihat perbuatan anaknya tersentak mendengar perkataan suaminya tadi. Perasaan kesal, sesal, sedih, marah, iba bercampur aduk dalam hati Raihan, terutama sekali ketika melihat ibunya, dia merasa iba. Jika saja tidak ada keegoisan dan kesombongan dalam hatinya, pasti dia akan memeluk ibunya dan meminta maaf. Namun sepertinya itu tidak akan terjadi.

          Raihan berjalan menuju kamarnya yang kecil. Dia mengambil tasnya yang lusuh didekat kasurnya yang juga lusuh, dan mengambil pakaian, peralatan, apapun yang ada di lemari tuanya. Setelah merasa tidak ada yang tertinggal, Raihan berjalan menuju pintu. Untuk terakhir kalinya sebelum kepergiannya, dia menoleh kepada kedua orangtuanya dibawah bingkai pintu.

          "Huh", dengus Raihan sebelum melangkah keluar rumah.

          "Ayah harap kamu segera sadar Nak", ucap ayahnya disusul pintu yang dibanting pelan.                     

                              °°°°°°°°°°°°°°°°°

                Raihan berjalan keluar dari pemukiman kumuh itu. Dia berjalan tak tahu arah, rembulan di langit tertutup awan, seolah tak peduli dengannya. Berbekal uang sekedarnya, ia memutuskan untuk kembali ke tempat dia biasa menghabiskan malam dengan teman-temannya.

          "Bang, kok balik lagi?", Jhonny, teman mainnya bertanya dalam keadaan mabuk, setibanya Raihan disana. Raihan hanya diam tak menjawab, sembari duduk dan mengambil botol minuman dari atas meja. Setelah menghabiskan minumannya, Raihan pergi meninggalkan tempat itu.

          "Hei! dari tadi tadi orang bertanya nggak dijawab, malah pergi, kurang adab emang!", Jhonny berseru tak terima, seolah dia orang yang paling beradab di dunia.

                            °°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°                    

          Raihan berjalan menuju jalan raya. Sebuah bus berjalan melewatinya.Raihan melambaikan tangan. Bus berhenti tepat dihadapannya. Dia lompat masuk ke dalam bus, dan mencari tempat duduk yang kosong. Raihan menemukan kursi kosong di dekat jendela, disamping kakek tua yang tertidur lelap. Bus melaju menuju ibukota provinsi. Raihan hanya melamun sepanjang perjalanan, ditemani bulan yang kembali menyinari langit. Bus yang ditumpangi Raihan sampai di ibukota sekitar pukul 4 pagi. Dia melompat turun dari bus, berjalan lurus menuju selatan kota. Saat pemuda itu sampai di kawasan suatu etnis, dia melihat banyak hal buruk terjadi disana, mulai dari pencurian, perjudian, dan lain sebagainya. Raihan ingin masuk ke slah satu tempat klub malam, namun dia sangat letih.Tiada gunanya dia pergi ke sana. Raihan kembali berjalan di sekitar pasar. Kali ini dia benar-benar sudah sangat lelah. Jiwa dan raganya butuh istirahat. Akhirnya, tubuhnya ambruk ditepi jalan, tepat di samping pagar masjid berwarna hijau yang terkenal di kota itu.

          Sekelompok bandit pasar berjalan tidak jauh dari tempat Raihan pingsan. Salah satu dari mereka melihat raihan dan melapor kepada bosnya. Kelompok preman itu bergerak ke tempat Raihan, mereka membangunkannya secara paksa dan saat pemuda itu terbangun, preman-preman itu mulai memerasnya.

          "Hei! Mana uangmu, hah! Serahkan semua uangmu!", teriak salah satu preman.

          "Aku tidak punya uang lagi, Bang",ujar Raihan sembari memohon kepada preman itu.

          "Halah! Kau tak kenal siapa aku? Aku adalah penguasa pasar ini!" ucap preman itu. Preman tadi memberi perintah pada anggotanya. Mereka memukuli Raihan dan meninggalkannya begitu saja, dengan muka yang lebam dan pelipis yang berdarah, serta darah segar yang mengalir dari mulutnya.

          Waktu subuh lebih kurang sekitar seperempat jam lagi. Satu persatu umat muslim pergi ke masjid untuk melaksanakan kewajibannya. Salah seorang ustadz terkenal di kota itu juga berjalan menuju masjid berwarna hijau tadi untuk melaksanakan pengajian. Sampai ketika dia melihat seseorang tergeletak di dekat masjid, lelaki berusia sekitar 30 tahun itu berlari untuk menolongnya.

          "Astaghfirullah!", seru pemuka agama tersebut. Lelaki itu memanggli orang yang ada disekitarnya untuk membwa Raihan ke rumah sakit terdekat. Raihan langsung dirawat di rumah sakit tersebut. Beberapa menit kemudian, Raihan tersadar dari pingsannya. Ustadz yang membawanya ke rumah sakit masuk ke kamar tempat Raihan dirawat.

          "Siapa namamu,Nak? ApaYang terjadi padamu?", ustadz itu bertanya dengan lembut.

          Raihan mulai menceritakan apa yang dialaminya sepanjang malam ini. Dari ketika dia membanting kaca di rumahnya, sampai saat tubuhnya tergeletak di dekat masjid. Ustadz tersebut mendengarkan dengan rasa iba, setelah selesai bercerita, ustadz tadi memberinya nasihat.

          Apakah kamu merasa dunia tidak adil padamu? Sedangkan kamu tidak adil pada duniamu. Ketika kamu mendapat sesuatu, kamu tidak dapat menginginkan yang lain. Kamu perlu mensyukuri apa yang kamu miliki. Kita memang dapat merencanakan sesuatu. Namun,sebagus apapun rencanamu, tetap Tuhan Yang Maha Menentukan. Aku tidak mengenalmu, tapi matamu tidak berbohong. Ikutilah jalan hati nuranimu, itulah yang terbaik", ustadz tersebut mengakhiri kalimatnya. 

           Raihan mulai menangis, mengngat kesalahannya kepada orangtuanya. Waktu subuh semakin dekat. Ustadz tersebut izin pamit untuk mendirikan shalat ke masjd hijau tempat dia akan melaksanakan pengajian.

          Raihan bangkit dari tempat tidurnya setelah ustadz tadi pergi, lalu berjalan menuju kamar mandi. Dia mulai membersihkan tubuhnya dan berwudhu. Setelah selesai, dia mengambil sajadah yang ada di sudut ruangan, lalu mulai berdiri, menunduk dan sujud di akhir shalat. Pemuda itu kemudian berdoa, memohon ampun atas dosa-dosanya yang telah berlalu. Tepat ketika dia ingin bangkit dari sujud, nyawanya dicabut dari tubuhnya yang mulai kaku. Ruhnya kembali kepada Tuhannya dalam keadaan suci, dalam keadaan husnul khatimah.

          Sebelum nyawa dipanggil Tuhan, bertobatlah sebelum terlambat. Sucikan hati dari dosa dan kesalahan, agar tidak menyesal di akhir nantinya.

               ***********************

Penulis : Abdul Hasyim Mubarak.
                   Santri Kelas 3.3 KMI
                   PPM Diniyah Pasie Agam Sumbar

                   Agam, 24 Desember 2023


Editor : Dodi Putra Tanjung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun