Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepakat pemilu di tahun 2024 dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024.
--Pemilu serentak akan segera digelar pada tahun 2024, dimana akan dilakukan pemilihan Presiden dan wakil Presiden, Pemilihan Legislatif, dan Pemilihan Kepala Daerah.Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Sementara, untuk pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan pada hari Rabu, 27 November 2024.
Masyarakat kembali akan disuguhkan berbagai macam jualan dari para kontestan pemilu, termasuk juga disuguhkan bermacam trik dan intrik, bahkan drama dan sandiwara yang dikemas sedemikian rupa agar simpati masyarakat berpaling kepada para kontestan tersebut. Dan tidak tertutup kemungkinan cara-cara yang tidak mendidik juga akan digunakan, seperti kampanye hitam dan politik uang !.
Sementara sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa suap menyuap bukan hanya dilarang dari sisi agama, tapi dalam pemilu pun hal tersebut dilarang. Karena ini secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan potensi koruptor yang baru.
Memang, Pemilihan Umum selama ini masih menjadi ladang subur untuk praktik-praktik politik uang di masyarakat. Dan ini adalah suatu penyakit yang menciderai sistem demokrasi, politik uang sudah lama tumbuh subur dalam sistem sosial kemasyarakatan kita. Ini sudah menjadi konsumsi umum yang tak perlu disanggah dengan bermacam alasan. Sebuah penyakit yang selalu dirasakan kehadirannya pada saat diselenggarakannya hajatan pemilihan, baik pemilihan ketua organisasi, kepala daerah, maupun pemilihan legislatif.
Kurangnya pemahaman masyarakat menjadi pintu masuk bagi oknum- oknum Partai Politik dan oknum Calon Anggota Legislatif untuk melakukan kecurangan-kecurangan melalui kampanye terselubung maupun politik uang dalam beragam bentuk. Nah, kondisi tersebut yang kemudian menjadikan politik uang sebagai suatu hal yang dianggap "biasa saja" oleh masyarakat. Padahal, sesungguhnya menjadi bagian dari kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sebab selain melanggar aturan Pemilu, juga menjadi awal perilaku koruptif sebagian dari para calon pemimpin dan calon wakil rakyat tersebut.
Sebagai penyakit laten yang sudah membudaya, tentu kiranya butuh upaya sistematis dan terkoordinasi dengan berbagai stakeholder dalam mencegah dan menindak praktik- praktik politik uang tersebut dalam pemilu, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Termasuk, dukungan dari masyarakat tentunya. Sementara pencegahan praktek politik uang itu sendiri masih sulit berjalan optimal, lantaran belum semua pemilih menghayati makna pilihannya, sehingga kerap tergoda bujuk rayu, hadiah dan bingkisan terutama dengan uang.
Maka berangkat dari keprihatinan tersebut, dan sebagaimana yang diatur dalam regulasi Undang-Undang Pemilu, mengenai larangan dan ketentuan pidana money politik, maka konsep Desa Anti Politik Uang sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Bawaslu RI, dalam rapat perdana bersama Komisi II DPR RI, pimpinan Bawaslu periode 2022-2027 para Rabu, 13 April 2022 yang lalu, dimana dia menjabarkan sejumlah program strategis menyambut Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2024.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan, terdapat beberapa program yang digagas, yakni mempersiapkan aplikasi Sistem Penanganan Pelanggaran pemilu dan Pelaporan (Sigaplapor). Lalu, pengembangan Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS) versi 3.0 yang meliputi persidangan secara daring.
Kemudian pengembangan sistem pengawasan secara elektronik, di antaranya Formulir Pengawasan (Form-A) dan Sistem Pengawasan Pemilu (Siwaslu).
Dan program strategis lainnya seperti pengembangan Desa Anti-Politik Uang, pemberdayaan kader pengawas partisipatif, dan tentunya penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP).
Dan ini perlu direalisasikan sebagai wadah edukasi dan partisipasi bagi masyarakat sebagaimana yang diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut :
Pada Pasal 278 Ayat (2) UU Pemilu yang berbunyi " Selama masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276, pelaksana, peserta, dan / atau tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk :
1.Tidak menggunakan hak pilihnya
2. Memilih Pasangan Calon
3.Memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu
4. Memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tertentu; dan /atau
5. Memilih calon anggota DPD tertentu.
*******
Sebuah  politik  yang sehat tentunya akan berpengaruh pula dengan kesehatan eksekutif dan legislatif ke depan. Apabila politik itu dicederai dengan adanya praktik pembelian suara, maka jangan pernah berharap akan tercapai kemajuan dalam sistem berbangsa dan bernegara.
Beberapa indikator kerawanan politik uang antara lain adalah banyaknya jumlah calon legislatif di kampung, wilayah atau kelurahan yang bersangkutan, kultur pemilih pragmatis, dan rendahnya tingkat pemahaman politik serta ekonomi masyarakat setempat. Kondisi inilah yang akan berpotensi mempengaruhi masyakat untuk terjebak dalam politik uang.
Pada undang-undang pemilu telah diatur tentang sanksi praktik politik uang, antara lain diatur pada :
Pasal 280 Ayat (1) huruf j UU Pemilu yang berbunyi "Pelaksana, peserta dan tim Kampanye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Pasal 515 UU Pemilu yang berbunyi " Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pada Pasal 521 UU Pemilu yang berbunyi " Setiap pelaksana, peserta, dan / atau tim  Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pada Pasal 523 Ayat (1) UU Pemilu, yang berbunyi "Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu  secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 Ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)".
Pada Pasal 523 Ayat (2) UU Pemilu yang berbunyi "Setiap pelaksana, peserta, dan / atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah)
Pada Pasal 523 Ayat (3) UU Pemilu yang berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Dari persoalan diatas, maka dengan program Desa Anti Politik Uang yang digagas Bawaslu RI, dimana untuk Sumatera Barat penyebutan Desa bisa diganti sesuai penyebutan lokal yakni Nagari atau Kampung Anti Politik Uang (KAPU), ini diharapkan munculnya kampung di sebuah kelurahan dengan karakter masyarakat yang memiliki kesadaran politik tinggi untuk mewujudkan demokrasi yang bersih dan bermartabat serta memiliki komitmen kokoh menolak dan melawan politik uang.
Maka untuk mengawali rencana tersebut perlu disiapkan materi dan jadwal sosialisasi oleh KPU dan Bawaslu, kemudian langkah selanjutnya perlu membentuk forum-forum diskusi dan sosialisasi tentang pemilu yang melibatkan stake holder yang ada dikelurahan seperti LPM, Karang Taruna, Bundo Kanduang dan lembaga setingkat lainnya serta unsur Ninik Mamak, dan melibatkan mereka dalam setiap kegiatan sosialisasi Bawaslu dan mendampingi masyarakat di wilayah yang menjadi sasaran pembentukan Kampung Anti Politik Uang atau KAPU ini.
Dan sebaiknya, setiap Kecamatan memiliki wilayah dimana masyarakatnya sadar akan bahaya politik uang. Namun proses terbentuknya Kampung Anti Politik Uang ini pun tidak mudah dan instan bisa diujudkan dalam jangka singkat, tentu butuh komitmen dan keseriusan bersama untuk membentuk itu.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengambil satu daerah prioritas, apakah tingkat RT, RW atau kelurahan. Dan untuk strateginya adalah mengkelompokkan suatu daerah atau wilayah yang dimungkinkan pada pelaksanaan Pemilu sebelumnya ada indikasi dan temuan dimana tingkat praktek politik uangnya tinggi. Kemudian prioritas kedua adalah daerah yang lokasinya berada dipinggir atau pelosok kota, atau pemukiman terluar dari kecamatan itu. Karena aksesnya yang jauh  sehingga pengawas jarang menjangkau untuk melakukan sosialisasi. Untuk Kota Padang bisa dicontohkan beberapa wilayah yang cukup jauh dari pantauan pengawas, disebabkan akses dan kondisi lingkungan yang berada di pelosok ini berada di kecamatan Bungus Teluk Kabung, Koto Tangah, Kuranji, Pauh dan Lubuk Kilangan.
Kampung yang terindikasi praktik politik uangnya tinggi, harus dilakukan pembinaan dengan kegiatan yang melibatkan pemerintah dan tokoh masyarakat, tentu juga perlu diperhatikan peranan organisasi masyarakat dan organisasi pemuda seperti LPM dan Karang Taruna juga lembaga setingkat lainnya, ini perlu dioptimalkan dan merupakan mitra kerja dari KPU dan Bawaslu dalam sosialisasi pembentukan Kampung Anti Politik Uang ini.
Keberadaan Kampung Anti Politik Uang ini menurut saya sangat efektif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, terhadap jenis money politik dan politik transaksional. Melalui hal itu masyarakat memiliki kesadaran dalam menyelamatkan demokrasi bersama lembaga penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu.
Ketika Kampung Anti Politik Uang ini sudah terbentuk, maka pada saat ada orang yang menyusup hendak membagikan amplop atau bingkisan, yang kemudian ditangkap oleh warga dan tokoh masyarakat lalu dilaporkan ke pengawas pemilu kelurahan atau kecamatan dan Gakkumdu di wilayah tersebut.
Penulis juga harapkan kesadaran masyarakat timbul dan secara spontan mengusir oknum yang melakukan politik uang tersebut. Dan Kampung Antipolitik Uang yang digagas Bawaslu secara nasional ini berpotensi meningkatkan partisipasi pengawasan publik terhadap pemilu dan pilkada.
Kita juga menyadari bahwa politik uang hanya dapat terjadi bila ada pihak yang mengintervensi atau mempengaruhi pemilih melalui uang maupun barang, dan pemilih menerimanya. Jika pemilih berani menolak, maka tidak akan terjadi politik uang. Maka program Kampung Anti Politik Uang atau KAPU ini merupakan salah satu cara mengedukasi masyarakat untuk berani menolak politik uang dan politik transaksional lainnya.
Perlu kita ingat dan waspadai, bahwa pemimpin atau wakil rakyat yang lahir dari politik uang, ia juga berpotensi melakukan praktik koruptif di dalam pemerintahan dan lembaga legislatif. Hal itu dilakukan lantaran modal politik yang dikeluarkannya sangat besar ketika pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu kepala daerah.
Menurut pandangan kami, dengan terbentuknya Kampung Anti Politik Uang (KAPU) ini merupakan sebuah langkah strategis dan juga sebagai langkah awal akan lahirnya para pemimpin yang amanah, jujur dan dapat dipercaya karena dalam memperoleh kemenangannya tanpa menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Dan ini juga memberi kesempatan kepada calon pemimpin atau calon legislatif yang memiliki kemampuan serta wawasan yang baik untuk maju, namun secara keuangan atau modal politik mereka memiliki sumber daya yang kecil namun punya semangat yang besar untuk membangun kampung dan masyarakatnya.
Maka Bawaslu perlu lebih intens melibatkan masyarakat untuk menolak politik uang ini. Menyentuh hati mereka serta melakukan sosialisasi dan menjadikan lembaga pemangku kepentingan di tingkat masyarakat sebagai mitra yang mendukung program Bawaslu, setidaknya berlaku untuk diri mereka sendiri dan keluarga. Kita tentu memahami bahwa Politik Uang bukan hanya sekedar musuh besar demokrasi, tetapi ia juga musuh besar pembangunan. Maka pembentukan kampung Anti Politik Uang ini merupakan wujud usaha dan upaya untuk menjadikan masyarakat semakin paham bahaya politik uang, serta untuk membentuk karakter masyarakat yang tinggi dan berkomitmen teguh dalam menolak politik uang dilingkungan tempat mereka tinggal.
Dodi Putra Tanjung, SH
Pemerhati dan Penggiat Sosial.
Wakil Ketua Karang Taruna Provinsi Sumatera Barat.
Wakil Ketua Pemuda Panca Marga Kota Padang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H