Pada Pasal 523 Ayat (3) UU Pemilu yang berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Dari persoalan diatas, maka dengan program Desa Anti Politik Uang yang digagas Bawaslu RI, dimana untuk Sumatera Barat penyebutan Desa bisa diganti sesuai penyebutan lokal yakni Nagari atau Kampung Anti Politik Uang (KAPU), ini diharapkan munculnya kampung di sebuah kelurahan dengan karakter masyarakat yang memiliki kesadaran politik tinggi untuk mewujudkan demokrasi yang bersih dan bermartabat serta memiliki komitmen kokoh menolak dan melawan politik uang.
Maka untuk mengawali rencana tersebut perlu disiapkan materi dan jadwal sosialisasi oleh KPU dan Bawaslu, kemudian langkah selanjutnya perlu membentuk forum-forum diskusi dan sosialisasi tentang pemilu yang melibatkan stake holder yang ada dikelurahan seperti LPM, Karang Taruna, Bundo Kanduang dan lembaga setingkat lainnya serta unsur Ninik Mamak, dan melibatkan mereka dalam setiap kegiatan sosialisasi Bawaslu dan mendampingi masyarakat di wilayah yang menjadi sasaran pembentukan Kampung Anti Politik Uang atau KAPU ini.
Dan sebaiknya, setiap Kecamatan memiliki wilayah dimana masyarakatnya sadar akan bahaya politik uang. Namun proses terbentuknya Kampung Anti Politik Uang ini pun tidak mudah dan instan bisa diujudkan dalam jangka singkat, tentu butuh komitmen dan keseriusan bersama untuk membentuk itu.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengambil satu daerah prioritas, apakah tingkat RT, RW atau kelurahan. Dan untuk strateginya adalah mengkelompokkan suatu daerah atau wilayah yang dimungkinkan pada pelaksanaan Pemilu sebelumnya ada indikasi dan temuan dimana tingkat praktek politik uangnya tinggi. Kemudian prioritas kedua adalah daerah yang lokasinya berada dipinggir atau pelosok kota, atau pemukiman terluar dari kecamatan itu. Karena aksesnya yang jauh  sehingga pengawas jarang menjangkau untuk melakukan sosialisasi. Untuk Kota Padang bisa dicontohkan beberapa wilayah yang cukup jauh dari pantauan pengawas, disebabkan akses dan kondisi lingkungan yang berada di pelosok ini berada di kecamatan Bungus Teluk Kabung, Koto Tangah, Kuranji, Pauh dan Lubuk Kilangan.
Kampung yang terindikasi praktik politik uangnya tinggi, harus dilakukan pembinaan dengan kegiatan yang melibatkan pemerintah dan tokoh masyarakat, tentu juga perlu diperhatikan peranan organisasi masyarakat dan organisasi pemuda seperti LPM dan Karang Taruna juga lembaga setingkat lainnya, ini perlu dioptimalkan dan merupakan mitra kerja dari KPU dan Bawaslu dalam sosialisasi pembentukan Kampung Anti Politik Uang ini.
Keberadaan Kampung Anti Politik Uang ini menurut saya sangat efektif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, terhadap jenis money politik dan politik transaksional. Melalui hal itu masyarakat memiliki kesadaran dalam menyelamatkan demokrasi bersama lembaga penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu.
Ketika Kampung Anti Politik Uang ini sudah terbentuk, maka pada saat ada orang yang menyusup hendak membagikan amplop atau bingkisan, yang kemudian ditangkap oleh warga dan tokoh masyarakat lalu dilaporkan ke pengawas pemilu kelurahan atau kecamatan dan Gakkumdu di wilayah tersebut.
Penulis juga harapkan kesadaran masyarakat timbul dan secara spontan mengusir oknum yang melakukan politik uang tersebut. Dan Kampung Antipolitik Uang yang digagas Bawaslu secara nasional ini berpotensi meningkatkan partisipasi pengawasan publik terhadap pemilu dan pilkada.
Kita juga menyadari bahwa politik uang hanya dapat terjadi bila ada pihak yang mengintervensi atau mempengaruhi pemilih melalui uang maupun barang, dan pemilih menerimanya. Jika pemilih berani menolak, maka tidak akan terjadi politik uang. Maka program Kampung Anti Politik Uang atau KAPU ini merupakan salah satu cara mengedukasi masyarakat untuk berani menolak politik uang dan politik transaksional lainnya.
Perlu kita ingat dan waspadai, bahwa pemimpin atau wakil rakyat yang lahir dari politik uang, ia juga berpotensi melakukan praktik koruptif di dalam pemerintahan dan lembaga legislatif. Hal itu dilakukan lantaran modal politik yang dikeluarkannya sangat besar ketika pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu kepala daerah.