Kita selalu menyukai sensasi. Kedua ungkapan tadi pun disukai khalayak bila dikemas dalam redaksi sensasional sebagaimana yang banyak kita dengar selama ini. Hal yang senada terjadi dengan buku populernya Leon Lederman, The God Particle - If the Universe Is the Answer, What Is the Question? Tentangnya, Lederman menulis:
"Sekarang, mengenai judulnya, The God Particle, rekan penulis saya, Dick Teresi, telah setuju untuk menerima kesalahan (saya telah membayarnya). Saya menyebutkan frasa itu sebagai lelucon dalam sebuah pidato, dan dia mengingatnya dan menggunakannya sebagai sebagai judul buku ini. "Jangan khawatir," katanya, "tidak ada penerbit yang pernah menggunakan judul (buku) yang tengah ditulis sebagai (judul) buku versi finalnya." Selebihnya adalah sejarah. Judul buku tersebut akhirnya menyinggung dua kelompok: 1) mereka yang percaya kepada Tuhan, dan 2) mereka yang tidak percaya. Kami diterima dengan hangat oleh mereka yang berada di antara keduanya."
Konon, sebutan untuk partikel Higgs-Boson sendiri yang kemudian dikenal sebagai God Particle, awalnya Ledermann sebut sebagai umpatan Goddamn Particle. Partikel Sialan, begitulah kira-kira, saking sulitnya membuktikan keberadaan partikel tersebut. Atas pertimbangan sensitivitas sekaligus pertimbangan marketing, istilah yang kemudian menjadi judul buku tersebut disunting menjadi God Particle. Hehehe
Tentang Malaikat yang Multidimenasional
Malaikat merupakan makhluk gaib yang beroperasi dalam dimensi yang berbeda. Ia, atas izin Allah, bisa terlihat oleh manusia, baik secara perorangan ataupun kolektif. Ia bahkan bisa melakukan intervensi dalam dimensi yang kita tinggali. Hal ini mengingatkan kita pada fenomena dualitas cahaya.Â
Al-Qur'an tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa malaikat diciptakan Tuhan dari cahaya sebagaimana sebuah riwayat dari Imam Muslim yang populer menegaskan, bahwa: "Malaikat itu diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepada kalian." Penarikan kesimpulan bahwa malaikat tercipta dari cahaya umumnya ditafsirkan oleh para ulama dari pernyataan dalam Surah Al-A'raf ayat 12 (basmalah tidak dihitung ayat pertama) di mana syaithan (setan) menyatakan bahwa dirinya diciptakan dari nar (api). Nar dalam bahasa Arab sering digunakan secara metaforis untuk mewakili emosi seperti hasrat, keinginan, dan rasa sakit. Api juga dapat dikaitkan dengan perjuangan, konflik, dan pemurnian. Karakteristik ini merepresentasikan karakter setan yang menggoda, bernafsu dan mencelakakan yang berkebalikan secara diametral dengan karakter malaikat. Malaikat digambarkan bersifat teduh, tanpa syahwat dan membawa kebaikan yang untuk itu mereka disebutkan tercipta dari nur (cahaya). Nur secara metaforis menggambarkan petunjuk, keindahan, kelembutan dan ketenangannya.
Sejak malaikat disebutkan tercipta dari cahaya, maka tentu tidaklah terlalu gegabah untuk secara hipotetis menyatakan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk beroperasi seperti cahaya dengan dualitasnya sebagai partikel atau gelombang. Para malaikat bisa terindera, sejauh Tuhan mengizinkannya, bisa juga tidak sesuai prinsip utamannya sebagai di antara makhluk-mahkluk gaib.
Tulisan pun berujung sampai di sini. Sejujurnya saya tidak tahu apakah telah mencapai tujuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H