pendidikan seringkali menjadi pelaku bully. Meskipun ia tidak secara eksplisit menyebut sekolah sebagai lembaga bully, kritik Paulo Freire terhadap kekuasaan dan dominasi dalam pendidikan melalui bukunya Pedagogy of the Oppressed bisa dilihat sebagai komentar tentang bagaimana lingkungan sekolah sering kali berkontribusi pada perilaku bullying dan penindasan.Â
Sekolah, ironisnya seringkalih masih menjadi lokus terjadinya perundungan. Bahkan, beberapa pihak berpendapat, sekolah sendiri sebagai lembagaSetidaknya, menurut Freire, sistem pendidikan formal bisa menjadi tempat yang mengekang kreativitas dan mengabaikan pengalaman siswa. Tokoh lain yang juga menyoroti isu ini adalah Sir Ken Robinson. Ia berbicara tentang bagaimana sistem pendidikan tradisional sering kali tidak memperhatikan keunikan setiap siswa dan malah dapat menciptakan situasi di mana siswa merasa tertekan atau terpinggirkan.Â
Sangat boleh jadi inilah penyebab mengapa sekalipun sekolah secara umum diyakini penting, ironisnya sekolah secara umum pula merupakan tempat yang tidak dirindukan. Sementara penyebab lainnya adalah sulitnya untuk menampik bila sekolah sangat tidak ramah terhadap kesalahan peserta didiknya.Â
Menyikapi ini, Diane Gossen yang adalah ahli pendidikan dari Kanada layak untuk mendapatkan sorotan kamera. Gossen memformulasikan cara penanganan kesalahan peserta didik dengan istilah Segitiga Restitusi.Â
Penanganan bertujuan untuk membantu peserta didik memperbaiki kesalahan mereka sehingga dapat kembali bersosialisasi dengan karakter yang lebih kuat. Segitiga restitusi dapat menumbuhkan motivasi internal siswa untuk lebih berdisiplin positif dan terbiasa mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.Â
Secara umum, langkah-langkah penerapan segitiga restitusi terdiri dari menstabilkan identitas pelaku kesalahan, meyakinkan bahwa tindakan yang dilakukannya salah, dan mengkonfirmasi keyakinan si pelaku terhadap apa dilakukannya. Dengan tiga langkah ganti rugi kesalahan ini, sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan dapat:
Pertama, membantu siswa memahami konsekuensi tindakan mereka.
Kedua, membantu siswa belajar dari kesalahan mereka.
Ketiga, membantu siswa memperbaiki hubungan dengan komunitas sekolah.
Keempat, menguatkan hubungan sosial, baik antara siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru.
Kelima, mengajarkan siswa tanggung jawab serta kebaikan.