Salah satu hikmah dari menua di Tenjowaringin, setidaknya bertambah umur 21 tahun di kawasan ini, bisa belajar dari sebuah lagu. 'Cause you know sometimes words have two meanings, begitu ujar lirik yang yang ditulis Robert Plant, Led Zeppelin dalam lagu Stairway to Heaven. Saya memilih makna yang kedua.Â
Kita mulai dari kata Pajajaran.  Menurut beberapa sumber berarti "berdiri sejajar" atau "imbangan". Gerret Pieter Rouffaer (1860-1928) menggunakan kata "Pajajaran" untuk menggambarkan berdiri sejajar atau seimbangnya dengan Majapahit. Sementara Karel Frederik Holle dalam De Batoe Toelis te Buitenzorg berteori bahwa Pakuan Pajajaran secara literal berasal dari op rijen staande pakoe bomen, pohon paku (pakis) yang berjajar atau deretan pohon paku. Inilah sekelumit tentang kerajaan Pajajaran yang lazim kita dapatkan penjelasannya.
Akan tetapi saya sedikit berbeda dalam sudut pandang. Saya melihat dari perspektif lain. Nama Tenjowaringin, hemat saya, mewartakan kedatangan seorang raja spirtual yang mengusung kesejajaran atau kesetaraan, sosok pengimbang agar timbangan tetap menakar dengan dengan adil. Sosok ini tiada lain dari Imam Mahdi, Sang Ratu Adil dan Hakaman 'Adalan (Hakim yang Adil). Perspektif ini tidak lepas dari keberadaan Desa Tenjowaringin sebagai desa dengan mayoritas Ahmadiyah -- sebuah komunitas yang berpola pada mesianik Kemahdian. Terdapat sebuah uga di Tenjowaringin bahwa kelak Imam Mahdi akan datang dari arah barat. Gunung Cikuray yang berada di Kabupaten Garut tepat berada di arah barat kawasan ini. Dan begitulah yang terjadi. Ahmadiyah masuk ke Tenjowaringin melalui Garut pada tahun 1949.
Warga kampung besar ini (seakan) telah ditakdirkan. Mayoritas penduduk Tenjowaringin dengan mudah menerima dakwah Sang Mahdi para pendakwah Ahmadiyah. Padahal, Sang Mahdi sendiri berjarak lebih kurang 8.876,2 km di seberang lautan sana dan bahkan dakwahnya sampai ke kawasan ini, 41 tahun selepas kewafatannya. Bukan hanya itu saja, narasi toponimis yang saya uraikan sebelumnya, jejak-jejak tersebut 400 tahun kemudian terwujud berupa kedatangan Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.a. ke Wanasigra pada tahun 2000. Sosok ini adalah penerus status mesianik sekaligus keturunan langsung dari Sang Mahdi. Dialah "waringin" dari "Pajajaran" dalam perspektif spiritual komunitas Ahmadiyah di Tenjowaringin.Â
Lalu apa makna di balik nama kampung Wanasigra? Wana yang berarti hutan dan sigra yang menurut para sesepuh di Tenjowaringin berarti sigrong (tinggi dan dipenuhi cahaya) seakan ditakdirkan untuk menjadi titik pusat kesadaran kolektif warga kawasan yang beberapa abad sebelumnya masuk ke dalam kawasan kamandalaan Srimanganti. Hal ini terkonfirmasi dengan adanya kampung di dekat Sukasari yang disebut Cikabuyutan. Wanasigra menjadi pintu gerbang masuknya Ahmadiyah ke Tenjowaringin pada tahun 1949 -- dan uniknya lagi kampung yang merupakan jalan masuk ke kampung Wanasigra bernama Cikuray.
Sulit rasanya untuk mengatakan ini sebagai sebuah kebetulan.
Namun di atas segalanya, I'm fine being old.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H