Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aji Saka: Sebuah Insight dari Dongeng Pengantar Tidur

18 Agustus 2024   11:30 Diperbarui: 18 Agustus 2024   13:03 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Aji Saka dan Dewata Cengkar https://buddhazine.com/

Almarhumah Ibu suka menceritakan satu atau dua dongeng untuk menidurkan saya. Uniknya, meski saya sudah hafal betul dongeng-dongeng Ibu, tetap saja terasa asyik saat didongengi olehnya. Kemarin, selepas mengikuti upacara peringatan HUT RI yang ke-79 di tingkat Desa Tenjowaringin, saya memanjakan diri dengan menikmati beberapa komposisi musik jazz Gipsi yang dibawakan oleh Joscho Stephan via YouTube. Saya tidak tahu pasti, tapi nampaknya ada sebuah nuansa musikal yang memicu dawai-dawai halus memori di otak saya untuk bergetar lalu naik ke permukaan kenangan dalam benak. Kisah Aji Saka, salah satu dongeng favorit saya, jelas ternyangkan secara filmis dalam ingatan.

Setidaknya ada dua alasan bagi saya untuk menyukai dongeng Aji Saka ini. Pertama, unsur thrilling saat Aji Saka menawarkan diri untuk jadi santapan raja lalim Dewata Cengkar. Kedua, unsur tragis saat dua abdi setianya (Dora dan Sembada) gugur demi mempertahankan amanah yang diberikan oleh Aji Saka. Kedua mata saya menghangat oleh air mata tiap kali Ibu sampai pada bagian di mana Aji Saka merasa begitu bersalah karena menjadi penyebab kematian abdi setianya tersebut, menulis di atas prasasti yang berbunyi:

Hanacaraka, artinya ada dua utusan
Datasawala, artinya berbeda pendapat (lalu berkelahi)
Padhajayanya, artinya sama-sama kuatnya
Magabathanga, artinya (dan akhirnya) sama-sama gugur

Aji Saka adalah sebuah dongeng yang membuat saya kagum akan sosok gagah Aji Saka sekaligus membencinya karena telah menyebabkan dua orang sahabatnya yang setia meninggal dunia akibat kesalahpahaman.

Aji Saka dalam Tafsiran Budaya Jawa

Malika D. Ana dalam Kisah Dewata Cengkar dan Aji Saka, Sejarah yang Dikaburkan berbeda dengan umumnya citra yang dikesankan berkenaan dengan Dewata Cengkar. Dewata Cengkar, menurut Malika, merupakan gelar seorang pemimpin atau ratu yang turun-temurun digunakan pasca gelar Ratu Kidul. 

Sesuai dengan gelar yang dipakai, yaitu 'dewata' yang artinya dewa tertinggi, ia berposisi 'cengkar' yang artinya melindungi seluruh negara beserta kawulanya (warganya). Dalam perkembangannya, kata cengkar kemudian diartikan menjaga dan menyebar kemakmuran bagi seluruh warganya. Sang Dewata Cengkar juga sangat terbuka kepada para pendatang dan mengayomi semua kawula dan tamunya.

Lebih jauh lagi Malika menjelaskan:

Terlepas dari kesahihan naskah Pustaka Radya Radya i Bhumi Nusantara, didalam naskah Pustaka Radya Radya i Bhumi Nusantara disebutkan bahwa sejak 1600 tahun sebelum Saka (bisa disamakan dengan 1600 SM) berdatangan rombongan orang-orang dari Yawana, Syangka, Campa dan India Selatan (Jambudwipa).

Para pendatang asing itu berdatangan karena berbagai macam sebab diantaranya ingin melepaskan diri dari penderitaan, ada yang ingin mendapat pekerjaan, ada yang menyingkir karena peperangan di negerinya, ada yang ingin mendapatkan suami atau istri di Pulau Jawa, dan ada pula yang ingin panjang umur dan mencari tanah yang subur agar dapat memberikan penghidupan yang lebih baik.

Pada 300 dan 200 tahun sebelum Saka, terjadi lagi gelombang migrasi dari negeri-negeri tersebut ke Pulau Jawa. Mereka adalah orang-orang yang banyak ilmu. Mereka juga kawin dengan penduduk asli. Selanjutnya pada tahun pertama Saka datang serombongan orang dari Singhanagari India, mereka menjual produk dan membeli produk Nusantara dari Pulau Jawa. Mereka memandang bahwa Jawa adalah surga di bumi (makadi Jawadwipa samyasana swargaloka haneng prethiwi-tala).

Bersamaan gelombang migrasi, datang juga seorang pembawa agama dari manca negara yang diterima sebagai penasehat. Ia adalah seorang Aji Saka (penasehat Saka atau Ratu). Dalam bahasa Jawa Kuno, Saka diartikan sebagai asal atau tiang. Sedang Aji dalam bahasa Jawa Kuno artinya ilmu; mantra; pelajaran; undang-undang adat; kitab suci; bisa juga berarti berharga. Jika dibaca 'haji', maka artinya ratu.

Maka di era Dewata Cengkar yang terakhir, sang ratu mengangkat penasehatnya yang berasal dari mancanegara, seorang Aji Saka, yang notabene adalah orang asing dari Jambudwipa, alias India sekarang. Hal ini disebabkan pendatang asing dari manca negara semakin banyak kala itu. Fakta sejarah ini bisa dicek di buku Radya-radya i Bhumi Nusantara yang masih dalam Carakan Jawa Kuno yang disimpan di museum Sundanologi.

Dalam perkembangannya, Aji Saka (pendatang) kemudian berhasil menggulingkan kekuasaan Dewata Cengkar.

Malika juga menawarkan perspektif berbeda berkenaan dengan makna dari peristiwa tragis yang melibatkan dua abdi setia Aji Saka. Sungguh jauh berbeda dari arti yang almarhumah Ibu dongengkan dulu. 

Menurut Malika, akar persoalannya adalah pada terjemah kata data, padha, dan maga yang kesemuanya diartikan "sama-sama". Ia berpendapat bawah kata data berarti "tidak", padha berarti "pada atau di", maga berarti "jalan" dan bathang berarti "menolong". Untuk itu, ia mengartikan Hanacaraka sebagai berikut:

Hanacaraka, ada utusan
Datasawala, tidak sawala (berlawanan, bertentangan)
Padhajayanya, Di tempat yang luhur (agung, jaya)
Magabathanga, Menempuh jalan (maga) untuk menolong (bathang)  

Dengan demikian, menurut Malika, Hanacaraka bisa diartikan sebagai berikut: 

Utusan mengada untuk mengajarkan hal-hal yang nondualitas (data sawala), tidak mangro tingal agar bisa hidup di tempat yang unggul, luhur, mulia, dengan melewati jalan (maga) mati sajroning urip, urip sajroning pati (mbathang).

Bila menilik makna yang diberikan Malika di atas, rasa kecewa saya terhadap sosok dongeng Aji Saka almarhumah Ibu hilanglah sudah. Terlebih lagi, saat Malika menggunakan pendekatan sangkalan dalam membaca carakan ini, menurutnya carakan akan bermakna begini:

1. Manusia harus melewati jalan mati dalam hidupnya (maga bathanga) 

2. Ia akan sampai pada tempat yang luhur (padha jayanya)

3. Jadilah ia manusia yang berwatak non-dualitas, tidak mangro tingal, melainkan tan hana dharma mangrwa (data sawala) 

4. Ia hadir sebagai Utusan Tuhan YME di bumi ini (hana caraka), bahasa agamanya adalah khalifatullah fil ardhi

Kali ini, dengan asumsi saya sepakat sepenuhnya atas interpretasi carakan yang diberikan Malika, timbul rasa bersalah atas pernah adanya rasa kecewa saya kepada Aji Saka. Dan rasa rindu sama Ibu pun menguat kembali teriring rasa terima kasih atas dongengannya di waktu-waktu tidur saat kecil dulu.

Aji Saka: (Boleh Jadi Dianggap Sebagai) Sebuah Cocokologi

Dalam Connecting The Dots,  berkenaan dengan bangsa Saka, saya menyebutkan bahwa bangsa Saka adalah bangsa Iran kuno yang tinggal di kawasan Asia Tengah. Orang Barat mengenalnya sebagai bangsa Skithia. Bangsa ini bersama bangsa dan suku bangsa lainnya menguasai padang rumput yang kemudian kita kenal sebagai kawasan Mongolia.

Beberapa ahli juga menyebut bangsa Saka sebagai Massagetae yang menurur Iranolog Rdiger Schmitt bahwa asal-usul nama Massagetae boleh jadi berasal dari bahasa Iran Masyaka-ta. Kita masih bisa mengidentifikasi kata Saka atau Syaka di dalamnya. Bangsa Saka atau Skithia atau Massagetae ini kemudian melahirkan anak suku bangsa Alan. Alan, menurut J.P. Mallory dan Douglas Q. Adams (1997), adalah nama lain dari aryana yang adalah Iran. Sosok mitologis Alan Gua yang dalam buku The Secret History of the Mongols nampaknya terhubung dengan suku bangsa ini.

Mungkinkah Aji Saka adalah orang Saka, Majeti adalah bangsa Massagetae, dan Medang Kamulan adalah lapangan atau padang rumput Kemongolan?

Secara umum bangsa Saka dianggap sebagai orang Persia atau Iran kuno. Namun, sejarah juga mencatat bahwa kawasan Iran kuno pernah suatu ketika meliputi kawasan yang sekarang kita kenal sebagai India. Sementara Nusantara kita pernah begitu lekat dengan India citranya sehingga kolonial Belanda menyebut kawasan Nusantara sebagai Indie (Hindia). Hal ini disebabkan oleh kemiripan budaya di antara keduanya. Hubungan antara Indonesia dan India, menurut Wikipedia, telah dimulai sejak zaman Ramayana. 

"Yawadvipa" (pulau Jawa) disebutkan dalam epos kuno India, Ramayana. Disebutkan Sugriwa, salah satu jenderal Rama mengirim anak buahnya ke Yawadvipa, Pulau Jawa, untuk mencari Shinta. Orang India telah mengunjungi Indonesia sejak zaman kuno, dan orang Indonesia kuno (Bangsa Austronesia) telah memulai perdagangan bahari di laut Asia Tenggara dan Samudera Hindia. 

Orang India purba menyebarkan ajaran Hindu dan banyak aspek lain dari budaya India termasuk bahasa Sanskerta dan Aksara Brahmi. India telah memainkan peran besar dalam budaya Indonesia, yang merupakan perpaduan dari India, China, Asia Tenggara, dan budaya asli Indonesia. Jejak pengaruh India yang paling terlihat jelas dalam sejumlah besar kata-kata serapan dari bahasa Sanskerta dalam kosakata Bahasa Indonesia.  

Dalam perspektif Saka sebagai Massagetae, tergoda untuk menduga bahwa sosok Dewata Cengkar di sini adalah Sirus II, kaisar Persia yang menyerang kerajaan Saka pada tahun 530 SM dengan kekalahan diderita oleh Sirus II. Konon, ratu Tomyris dari Saka menyimpan penggalan kepala Sirus yang dikalahkannya. 

Namun, seiring waktu dan perjalanan sejarah dengan berbagai hegemoni para penguasa di Nusantara, versi demi versi dari Aji Saka sangat mungkin untuk berubah. Hanya saja tidaklah terlalu aneh untuk menerima kisah Aji Saka - terlepas dari apapun versinya - sebagai bagian dari budaya tutur kita, khususnya Jawa dan Sunda.

Di penghujung tulisan, ada rindu berbalut doa untuk Ibu yang telah berpulang 25 tahun yang lalu. Allahummaghfir laha warhamha wa'afiha wa'fu 'anha, amin!

Terima kasih atas dongeng-dongeng pengantar tidurnya, Bu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun