Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aji Saka: Sebuah Insight dari Dongeng Pengantar Tidur

18 Agustus 2024   11:30 Diperbarui: 18 Agustus 2024   13:03 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Aji Saka dan Dewata Cengkar https://buddhazine.com/

Pada 300 dan 200 tahun sebelum Saka, terjadi lagi gelombang migrasi dari negeri-negeri tersebut ke Pulau Jawa. Mereka adalah orang-orang yang banyak ilmu. Mereka juga kawin dengan penduduk asli. Selanjutnya pada tahun pertama Saka datang serombongan orang dari Singhanagari India, mereka menjual produk dan membeli produk Nusantara dari Pulau Jawa. Mereka memandang bahwa Jawa adalah surga di bumi (makadi Jawadwipa samyasana swargaloka haneng prethiwi-tala).

Bersamaan gelombang migrasi, datang juga seorang pembawa agama dari manca negara yang diterima sebagai penasehat. Ia adalah seorang Aji Saka (penasehat Saka atau Ratu). Dalam bahasa Jawa Kuno, Saka diartikan sebagai asal atau tiang. Sedang Aji dalam bahasa Jawa Kuno artinya ilmu; mantra; pelajaran; undang-undang adat; kitab suci; bisa juga berarti berharga. Jika dibaca 'haji', maka artinya ratu.

Maka di era Dewata Cengkar yang terakhir, sang ratu mengangkat penasehatnya yang berasal dari mancanegara, seorang Aji Saka, yang notabene adalah orang asing dari Jambudwipa, alias India sekarang. Hal ini disebabkan pendatang asing dari manca negara semakin banyak kala itu. Fakta sejarah ini bisa dicek di buku Radya-radya i Bhumi Nusantara yang masih dalam Carakan Jawa Kuno yang disimpan di museum Sundanologi.

Dalam perkembangannya, Aji Saka (pendatang) kemudian berhasil menggulingkan kekuasaan Dewata Cengkar.

Malika juga menawarkan perspektif berbeda berkenaan dengan makna dari peristiwa tragis yang melibatkan dua abdi setia Aji Saka. Sungguh jauh berbeda dari arti yang almarhumah Ibu dongengkan dulu. 

Menurut Malika, akar persoalannya adalah pada terjemah kata data, padha, dan maga yang kesemuanya diartikan "sama-sama". Ia berpendapat bawah kata data berarti "tidak", padha berarti "pada atau di", maga berarti "jalan" dan bathang berarti "menolong". Untuk itu, ia mengartikan Hanacaraka sebagai berikut:

Hanacaraka, ada utusan
Datasawala, tidak sawala (berlawanan, bertentangan)
Padhajayanya, Di tempat yang luhur (agung, jaya)
Magabathanga, Menempuh jalan (maga) untuk menolong (bathang)  

Dengan demikian, menurut Malika, Hanacaraka bisa diartikan sebagai berikut: 

Utusan mengada untuk mengajarkan hal-hal yang nondualitas (data sawala), tidak mangro tingal agar bisa hidup di tempat yang unggul, luhur, mulia, dengan melewati jalan (maga) mati sajroning urip, urip sajroning pati (mbathang).

Bila menilik makna yang diberikan Malika di atas, rasa kecewa saya terhadap sosok dongeng Aji Saka almarhumah Ibu hilanglah sudah. Terlebih lagi, saat Malika menggunakan pendekatan sangkalan dalam membaca carakan ini, menurutnya carakan akan bermakna begini:

1. Manusia harus melewati jalan mati dalam hidupnya (maga bathanga) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun