Indonesia biladi
Anta 'unwanul fakhoma
Kullu may ya'tika yauma
Thomihay yalqo himama
Kullu may ya'tika yauma
Thomihay yalqo himama
"Pusaka hati wahai tanah airku
Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah hai bangsaku
Pusaka hati wahai tanah airku
Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah hai bangsaku
Indonesia negeriku
Engkau panji martabatku
Siapa datang mengancammu
'Kan binasa di bawah durimu
Siapa datang mengancammu
Kan binasa di bawah durimu."
Saat mendengar lagu ini sulit untuk memungkiri desiran sensasi cinta tanah air. Indonesia. Meski cita rasa Arabia kuat membalut lagu akan tetapi keindonesiaan tetap kuat terasa. Rasa nada hanyalah pakaian. Kebangsaan Indonesialah jiwa di dalamnya. Dan jauh lebih ke dalam lagi, kebangsaan atau nasionalisme universal yang menjadi ruh sejatinya. Inilah di balik desiran nasionalisme keindonesiaan tetap bisa dirasakan sekalipun Ya Lal Wathon dibalut nada yang berasal dari tanah air belahan Arabia.
Mendapatkan kesempatan untuk merasakan sensasi kesadaran seperti ini menjadi kemewahan tersendiri. Sangat layak untuk dirayakan dengan syukur.Â
Ungkapan Cinta di Perang Badar
Ujung tulisan semakin mendekat. Saat yang sama, teringat kisah sejarah ketika perang Badar menjelang pecah, Nabi Muhammad saw dikisahkan berdoa begitu khusyuk hingga kain di pundak beliau melorot turun akibat getaran beliau saat berdoa. Perawi melukiskan sebagai doa yang bersimbah air mata.Â
Gentarkah hati Sang Nabi oleh musuh yang berlipat lima dalam bilangan? Tentu saja tidak. Lelehkah nyali Sang Nabi menghadapi maut yang seolah berpihak pada kekuatan musuh? Tentu tidak sama sekali.Â