Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Virus, Virum, Vitae

24 Juli 2024   00:36 Diperbarui: 30 Juli 2024   01:26 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Merdeka Belajar Episode 26/lldikti16.kemdikbud.go.id

2 Mei 2021, saya memutuskan untuk membuat akun di Kompasiana. Hari ini menandai tiga tahun dua bulan keberadaan saya di Kompasiana. Sementara tulisan ini mengukuhkan saya sebagai satu dari 3,843,526 Kompasianer dan termasuk satu dari tidak kurang 2,929,330 konten di Kompasiana.

Untuk itu, dilandasi rasa syukur, saya ingin menceritakan tiga kisah singkat tentang virus, seorang laki-laki, dan kehidupan.

Virus Corona   

Virus corona yang bertanggung jawab di balik sindroma pernapasan Timur Tengah (MERS) dan sindrom pernapasan akut yang parah (SARS) menulari manusia melalui kelelawar. 

Corona Virus Desease (Covid)-19 sendiri pertama kali muncul dalam skala kecil pada November 2019 dengan klaster besar pertama muncul di Wuhan, Tiongkok, pada Desember 2019. Senin, 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Ini sekaligus menjadi awal mula merebaknya virus corona di Indonesia. 

Sementara status Covid-19 sebagai pandemi ditetapkan Presiden melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Keputusan tersebut mulai berlaku pada tanggal penetapan, yakni hari Senin tanggal 13 April 2020.

21 Juni 2023 status pandemi dicabut oleh Presiden melalui Keppres 17/2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 22 Juni 2023.

Setelah satu tahun berlalu sejak pandemi Covid-19, Universitas Johns Hopkins merilis data per 3 Oktober 2023 bahwa tercatat 676.609.955 orang di seluruh belahan dunia yang terpapar Covid-19 dengan angka kematian mencapai 6.881.955 orang. Sementara total vaksin yang berikan menyentuh angka 13.338.833.198 dosis. Indonesia menempati posisi ke-37 dengan 6.738.225 kasus dan 160.941 kematian.

Pandemi Covid-19 benar-benar telah mengubah sebagian besar keseharian kita. Bagai saya, setelah erupsi Gunung Galunggung pada tahun 1982, pandemi Covid-19 merupakan bencana yang paling saya rasakan dampaknya. Bila dari yang pertama, saya jadi mengenal istilah gempa vulkanik, awas panas dan gas beracun yang membuat saya untuk pertama kalinya mengenakan masker, maka dari yang terakhir saya jadi akrab dengan istilah lockdown, social distancing dan disrupsi. Kedua bencana tadi sama-sama memberikan pengalaman yang sulit untuk dilupakan.

Dari sekian hal yang menarik mengenai Covid-19 adalah persepsi intrikal khas teori konspirasi bahwa pandemi Covid-19 terjadi by design. Bridget Judd dalam Three months before the coronavirus outbreak, researchers simulated a global pandemic (01/02/2020), menulis:

Virus ini bermula dari babi-babi yang tampak sehat: virus corona baru, menyebar secara diam-diam di dalam kawanan babi. 

Para peternak adalah yang pertama kali menjadi korban, yang menderita penyakit pernapasan, mulai dari yang ringan seperti gejala flu hingga pneumonia yang parah. 

Penerbangan-penerbangan pun dibatalkan, dan para pemikir terbaik di dunia pun mencari dengan sia-sia untuk mendapatkan vaksin. 

Namun, semuanya sudah terlambat. Dalam waktu enam bulan, virus tersebut telah menyebar ke seluruh dunia. Setahun kemudian, 65 juta orang meninggal dunia. 

Tidak seperti wabah virus corona yang terbaru, Anda mungkin belum pernah mendengar tentang pandemi ini. 

Hal ini dikarenakan ini hanyalah sebuah simulasi - yang dikembangkan sekitar tiga bulan sebelum Wuhan, Tiongkok menjadi episentrum krisis global.

Adalah Eric Toner, peneliti sekaligus akademisi dari Universitas Johns Hopkins yang melakukan simulasi tersebut. Satu bulanan sebelum kasus Wuhan terjadi, Johns Hopkins Center for Health Security bekerja sama dengan World Economic Forum dan Bill and Melinda Gates Foundation menyelenggarakan Event 201, sebuah latihan pandemi tingkat tinggi pada tanggal 18 Oktober 2019 di New York, NY. Latihan ini mengilustrasikan area-area di mana kemitraan publik/swasta akan diperlukan selama respons terhadap pandemi yang parah untuk mengurangi konsekuensi ekonomi dan sosial berskala besar.

Sangat bisa dipahami bila tidak sedikit orang yang memercayai bahwa pandemi yang - salah satunya - sangat berdampak kepada dunia pendidikan ini sebuah konspirasi. Pemicunya sendiri adalah virus.

Virum: Nadiem dengan Kurikulum Merdekanya

Barba decet virum. Janggut menjadikan seseorang sebagai lelaki. Demikian pepatah berbahasa Latin mengatakan. Virum dalam bahasa Latin berarti seorang laki-laki atau pria.

Pada tanggal 23 Oktober 2019, seorang pria warga negara Indonesia kelahiran Singapura, 4 Juli 1984  dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden Joko Widodo-K.H Ma'ruf Amin. Mendikbud yang ke-29  yang akrab dengan panggilan Mas Menteri ini kemudian menginisiasi lahirnya Kurikulum Merdeka. Spirit utama dari kurikulum yang per tahun 2024 dinyatakan sebagai Kurikulum Nasional ini adalah jargon "Merdeka Belajar".

"Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang ditunggu-tunggu para guru, karena tidak hanya meringankan beban murid tetapi juga memerdekakan guru untuk mengolah kreativitasnya dan berinovasi dalam mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan sesuai kebutuhan murid," ungkap Mas Menteri sebagaimana dikutip media.

Sejak 10 Desember 2019 hingga 29 Agustus 2023 lalu sebanyak 26 episode Merdeka Belajar telah diluncurkan Kementerian Pendidikan kita, yang garis besarnya sebagai berikut:

Merdeka Belajar 1: Asesmen Nasional, USBN, RPP dan PPDB; Merdeka Belajar 2: Kampus Merdeka; Merdeka Belajar 3: Penyaluran dan Penggunaan Dana BOS; Merdeka Belajar 4: Program Organisasi Penggerak; Merdeka Belajar 5: Guru Penggerak; Merdeka Belajar 6: Transformasi Dana Pemerintah Untuk Perguruan Tinggi; Merdeka Belajar 7: Program Sekolah Penggerak; Merdeka Belajar 8: Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Unggulan; Merdeka Belajar 9: KIP Kuliah Merdeka; Merdeka Belajar 10: Perluasan Program Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP); Merdeka Belajar 11: Kampus Merdeka Vokasi; Merdeka Belajar 12: Sekolah Aman Berbelanja bersama SIPLah; Merdeka Belajar 13: Merdeka Berbudaya dengan Kanal Indonesiana; Merdeka Belajar 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual; Merdeka Belajar 15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar Kurikulum Merdeka; Merdeka Belajar 16: Akselerasi dan Peningkatan Pendanaan PAUD dan Pendidikan Kesetaraan; Merdeka Belajar 17: Revitalisasi Bahasa Daerah; Merdeka Belajar 18: Merdeka Berbudaya dengan Dana Indonesiana; Merdeka Belajar 19: Rapor Pendidikan Indonesia; Merdeka Belajar 20: Praktisi Mengajar; Merdeka Belajar 21: Dana Abadi Perguruan Tinggi; Merdeka Belajar 22: Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri; Merdeka Belajar 23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia; Merdeka Belajar 24: Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan; Merdeka Belajar 25: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan; Merdeka Belajar 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.

Begitu banyak yang ditawarkan atas nama kemajuan pendidikan di negeri kita oleh satu kementerian yang dibawahi oleh seorang Nadiem. Atas nama keadilan, dan terlepas dari tentu masih terdapatnya kekurangan yang bisa diperbaiki, kita patut menaruh apresiasi atas apa yang telah dilakukan ini.

Namun, ada satu hal yang menarik. Percikan kasus Covid di dunia pertama kali ditengarai pada November 2019. Hanya dalam selisih satu bulan, yakni 10 Desember 2019, episode 1 Merdeka Belajar diluncurkan.  

Menariknya lagi, per 22 Juni 2023 status pandemi Covid-19 di Indonesia dicabut sementara episode ke-26 diluncurkan 29 Agustus 2023 atau dua bulan setelah pencabutan status pandemi. 

Sulit bagi saya untuk tidak kagum pada kuatnya insting Mas Menteri. Apakah Nadiem mengikuti baik langsung ataupun tidak Event 201? Saya tidak tahu. Saya juga tidak tertarik untuk melibatkan Nadiem dalam teori konspirasi Covid-19. Hanya saja ingin saya ungkapkan bahwa jika pandemi dipicu oleh sebuah virus, maka Kurikulum Merdeka diinisiasi oleh seorang virum bernama Nadiem.

Saat memikirkan kaitan antara kedua kata Latin yang berdekat bunyi, virus dan virum, tiba-tiba citra Veeru Sahastra Buddhi dalam film Three Idiots - yang dikenal dengan diktumnya: Life is a race - membayang. Veeru, saking besar pengaruh dan tanpa kenal komprominya, oleh para mahasiswa di kampusnya secara derogatif dijuluki Virus. Selengkung senyum pun terbentuk.

Vitae 

Sebagai virum yang dunia kerjanya nyaris diluluhlantakkan oleh serangan masif virus bernama Corona, saya harus bertahan. Pandemi Covid-19 memicu disrupsi dalam dunia persekolahan. 

Sekolah harus bertransformasi. UNESCO melaporkan penutupan sekolah sementara, penerapan pembelajaran jarak jauh dan tentu saja penerapan teknologi informasi dalam pembelajaran sebagai salah satu cara agar persekolah tetap dapat bertahan dan memberikan layanannya. 

Gempuran pandemi waktu itu mendorong saya untuk menulis sebuah artikel berjudul Robohnya Sekolah Kami (2020). Adapun judul yang saya pilih, jelas terinspirasi oleh judul novelnya A.A. Navis, Robohnya Surau Kami. 

Ancamana learning loss, yakni kerugian pembelajaran akibat ketidaksiapan dunia persekolahan menghadapi pandemi Covid memberikan sekolah dua pilihan: rebah atau berubah. 

Insting Nadiem dengan gagasan Merdeka Belajar menguatkan kembali vitalitas sekolah. Sekolah harus direvitalisasi. Ungkapan Ki Hadjar bahwa "setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah seorang guru" mendapatkan validasi pemaknaannya. "Life is a school and we are just students," demikian ungkap seseorang. 

Sekolah, atau tepatnya persekolahan, yang berpijak pada setidaknya nilai-nilai tadi takkan lapuk oleh waktu dan lekang oleh masa sebab ia melekat dengan kehidupan itu sendiri. Non scholae sed vitae discimus - kita belajar tidak sebatas untuk bersekolah, melainkan untuk kehidupan.      

Saat tulisan saya yang ke-200 ini mencapai akhir penulisannya, Selasa telah berganti Rabu. Saya harus berhenti untuk berlabuh dalam waktu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun