Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Walking Backward, Belajar Jalan Mundur dari Nenek Reva

13 Juli 2024   14:58 Diperbarui: 13 Juli 2024   15:00 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini frasa walking backward atau jalan mundur akrab di telinga dan sering beresonansi dalam pikiran. Adalah ibu mertua saya yang mengenalkannya. Tidak secara verbal, melainkan dalam bentuk praktis. Setiap pagi beliau terlihat berjalan sambil mundur. "Latihan ini salah satunya bagus untuk melatih daya ingat. Cukup 10 menit dalam satu hari. Terutama di pagi hari," jawabnya saat ditanya apa manfaat dari olah raga jalan mundur.

Masuk akal sih. Saya sendiri menggunakan pendekatan walking backward untuk mengingat-ingat sesuatu yang hilang atau lupa taruh. Pun demikian saat dalam Kurikulum Merdeka, para guru dikenalkan dengan istilah backward design. Sebuah metode dalam merancang kurikulum pendidikan dengan menetapkan tujuan terlebih dahulu sebelum memilih metode pembelajaran dan bentuk penilaian. 

Desain mundur kurikulum biasanya melibatkan tiga tahap: Identifikasi hasil yang diinginkan Apa yang harus diketahui, dipahami, dan dapat dilakukan oleh siswa. Dalam perspektif backward design ungkapan saya bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah mempercepat penyesalan dengan mudah bisa dipahami.

Nayana Shetty dalam Benefits of Walking Backwards: Unveiling the Science Backed Advantages menyatakan bahwa jalan mundur, meski mungkin tampak aneh, hal ini dapat membumbui rutinitas Anda. Atlet, pasien yang pulih dari cedera, atau mereka yang bosan dengan latihan mereka dapat mencobanya. Teknik ini dapat membantu mempertajam ingatan dan fokus, meningkatkan pembentukan otot, memperbaiki keseimbangan, membakar lebih banyak kalori, dan meredakan nyeri lutut. 

Setidaknya ada tiga manfaat dari jalan mundur untuk kesehatan mental. Pertama, meningkatkan fungsi kognitif. Kesehatan otak kita dapat meningkat dengan memasukkan gerakan berjalan mundur ke dalam rutinitas kita. Penelitian telah menunjukkan bahwa jalan mundur membantu mempertajam ingatan jangka pendek. Kedua, mengurangi stres dan kecemasan. Meskipun masih perlu penelitian lebih lanjut, beberapa orang mengatakan bahwa jalan mundur dapat membantu meredakan stres. Berjalan mundur melibatkan bagian otak yang membantu suasana hati dan menciptakan rasa tenang.  Dan ketiga, menantang otak dan meningkatkan konsentrasi. Jalan mundur dikatakan dapat membuat otak kita bekerja secara berbeda. Metode ini dapat membuka jalur baru di otak kita dan meningkatkan kondisi kognitif kita secara keseluruhan. Jalur otak kita berkembang seiring dengan meningkatnya koordinasi dan kesadaran spasial kita. "Berjalan mundur membuat Anda 'berada di saat ini'," tegas Shetty. 

Menggunakan skenario flashback ataupun backward design saat berusaha menemukan benda yang hilang atau lupa taruh merupakan hal yang masuk akal. Bila dalam tulisan sebelumnya Reva yang darinya saya belajar sesuatu, kali ini saya belajar dari neneknya Reva. Benarlah ungkapan "setiap tempat adalah kelas dan setiap orang adalah guru."

Diskusi Seputar "Jalan Mundur"

"Wajahnya diputar ke arah pangkal pahanya dan merasa perlu untuk berjalan mundur, karena dia tidak dapat melihat ke depan. ... Dan karena dia sangat ingin melihat ke depan, dia melihat ke belakang dan berjalan mundur," tulis Dante dalam Divine Comedy.

Menurut Dante itulah hukuman di neraka kelak bagi mereka yang suka meramal masa depan. "Dalam Inferno karya Dante, para peramal menempati canto ke-20, di antara dosa-dosa lain yang melibatkan penipuan. 

Dante menggambarkan penipuan sebagai sesuatu yang lebih berbahaya bagi masyarakat manusia dan lebih berbahaya bagi jiwa pendosa, dibandingkan dengan dosa hasrat atau keinginan dan dosa kekerasan. Penipuan mempermainkan pikiran orang lain dan kepercayaan mereka terhadap orang lain. Ketika kepercayaan ini dilanggar, begitu juga dengan kemampuan mereka untuk mengasihi orang lain seperti yang Tuhan harapkan," ungkap Margaret McCarney dalam Who are the soothsayers in Dante's Inferno?

Alasan lain mengapa Dante menyatakan bahwa para peramal adalah pendosa yang lebih serius, menurut McCarney, adalah karena mereka berusaha mencabut pilihan manusia. Pilihan, kata Virgil di awal perjalanannya, adalah "kebaikan akal budi", dan puisi ini dirancang untuk mengilustrasikan perlunya memilih dengan benar, dan menolak penampakan-penampakan yang salah. 

Merusak kemampuan seseorang untuk membuat pilihan yang otentik - dengan membuat mereka percaya bahwa kejadian di masa depan sudah pasti terjadi - berarti merusak pilihan mereka dan oleh karena itu merusak jati diri mereka. Mereka mungkin gagal untuk berusaha menjadi orang yang seharusnya jika mereka percaya bahwa usaha tersebut tidak berpengaruh pada hasil akhirnya.

Waduh, kebayang betapa mengganggunya apa yang diancamkan dalam Inferno-nya Dante bagi neneknya Reva. Untungnya, tidak ada tradisi soothsaying dalam keluarganya. Selain itu, nenek Reva juga mendapatkan pembelaan atas latihan jalan mundurnya dari Soren Kierkegaard. 

Salah satu ciri dari kondisi manusia yang menjadi perhatian Kierkegaard, menurut Jack Maden dalam Kierkegaard: Life Can Only Be Understood Backwards, But It Must Be Lived Forwards, adalah bahwa kita bergerak melalui waktu dalam satu arah, akibatnya, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, atau apa dampak dari pilihan-pilihan yang kita ambil. Pemahaman kita akan suatu peristiwa hanya dapat terjadi setelah kita mengalaminya. Seperti pernyataan yang biasa dikaitkan dengan Kierkegaard: "Hidup hanya bisa dipahami secara mundur, tetapi harus dijalani sambil maju." 

Adapun kalimat lengkap yang Kierkegaard maksudkan, menurut Maden, adalah sebagai berikut:

Benar sekali apa yang dikatakan oleh filosofi, bahwa hidup harus dipahami secara terbalik. Namun dengan ini, kita melupakan proposisi kedua, bahwa kehidupan harus dijalani ke depan. Proposisi yang, semakin dipikirkan dengan saksama, semakin menyimpulkan bahwa kehidupan pada saat tertentu tidak akan pernah bisa dipahami sepenuhnya; tepatnya karena tidak ada satu momen pun di mana waktu berhenti sepenuhnya agar saya dapat mengambil posisi [untuk melakukan hal ini]: mundur ke belakang.

Apa yang Kierkegaard jelaskan saya simpulkan sebagai apa yang umumnya kita sebut dengan refleksi. Sebuah upaya untuk berusaha menjalani hidup dengan lebih baik. 

Sejak kita tidak mungkin berjalan mundur dalam waktu, maka seperti bisa disimpulkan secara Kierkegaardian bahwa hidup bukanlah masalah yang harus dipecahkan, tetapi kenyataan yang harus dijalani. "Kita tidak (dan tidak akan pernah) memiliki informasi yang dibutuhkan untuk 'memperbaiki' hidup kita selamanya - jadi mengapa harus menganggapnya sebagai masalah yang harus dipecahkan?" simpul Maden.

Seulas senyum mengembang saat saya mencoba mengikuti ibu mertua berjalan mundur. Hanya saja tidak sampai 10 menit. Baru satu atau dua balikan berlatih di halaman rumah, saya segeran mengakhirinya untuk menyalakan laptop dan mendaraskan renungan ini dalam bentuk tulisan. Tidak lupa sebuah lagu diputar berulang-ulang untuk menemani setiap ketikan di atas bilah papan tuts. Lagu tersebut berujudul Walking Backwards Down The Stairs dari Larry Norman. Sebuah lagu yang vibe-nya terasa sangat The Beatles sekali. Saat sebuah ide tulisan baru terlintas, segera lid laptop saya tutup.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun