Dari dua bincangan di atas, kita dapat mengambil simpulan bahwa rekayasa sosial adalah proses yang dilakukan untuk memengaruhi perilaku sosial individu atau kelompok dengan menggunakan teknik manipulasi psikologis atau sosial. Ini sering dilakukan melalui media massa, kebijakan publik, dan kampanye sosial untuk mencapai tujuan tertentu, seperti perubahan perilaku atau persepsi masyarakat.
Sementara fenomena parasosial adalah hubungan satu arah yang berkembang antara individu (biasanya penonton atau penggemar) dengan tokoh media (seperti selebriti, influencer, atau karakter fiktif). Dalam hubungan parasosial, individu merasa seolah-olah memiliki hubungan pribadi dengan tokoh tersebut meskipun tidak ada interaksi langsung.
Keduanya dapat dihubungkan dengan cara penggunaan media, khususnya media sosial. Media sosial atau barangkali dulu umumnya media massa sering memfasilitasi fenomena parasosial dengan menampilkan tokoh-tokoh yang menarik dan dapat diidolakan. Melalui hubungan parasosial ini, rekayasa sosial dapat terjadi karena individu lebih mudah terpengaruh oleh tokoh-tokoh yang mereka kagumi atau percayai, sehingga memungkinkan penyebaran pesan dan nilai-nilai tertentu secara efektif.
Saya tidak sepenuhnya bisa mengamini kritik dari Ben Davis sebagaimana saya juga tidak bisa mengingkari sepenuhnya kebaikan Devon Rodriguez. Atau, bila kembali kepada Benjamin Engel, apakah dia sepenuhnya genius dalam rekayasa sosial ataukah murni seorang skizofrenik yang sekaligus genius? Kata-kata yang konon diucapkan Marcus Aurelius terlintas dalam benak: "Everything we hear is an opinion, not a fact. Everything we see is a perspective, not the truth."Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H