Waktu kecil dulu, saya sering mendapatkan Bapak berbicara dengan tanaman dan pohon. Seingat saya, di samping rumah sederhana kami, tumbuh sebatang pohon jeruk Bali yang tak kunjung berbuah.
Batang pohon jeruk tersebut agak membungkuk ke tanah. Jadi relatif mudah untuk dipanjati. Saya suka memanjatinya untuk membuktikan sebagai anak kampung sejati. Dan barangkali hanya pohon jeruk tersebut yang masuk dalam kategori 'panjatable' bagi saya - dan tidak seperti pohon tinggi lainnya.
Bila dipikir-pikir, tidak kunjung berbuahnya pohon jeruk kami bisa jadi ulah saya yang secara tidak sengaja mengganggu proses penyerbukan. "Ayo berbuahlah kamu," ujar Bapak dalam beberapa kesempatan. "Harus banyak dan manis, ya!" lanjutnya. Geli rasanya melihat Bapak berbicara dengan pohon.
Setelah sekian waktu menunggu, akhirnya pohon jeruk kami berbunga dan berbuah. Manis sekali rasanya. Karena cukup banyak buahnya, kami berbagi dengan tetangga sekitar rumah. Belum pernah rasanya makan jeruk Bali semanis itu. "Pohon juga punya perasaan. Jadi kita harus bersikap lembut kepada mereka," kata Bapak suatu ketika.
Benarkah pohon atau tumbuhan bisa berkomunikasi?
Gara-gara Darwin, tulis Richard Grant dalam Do Trees Talk to Each Other? kita umumnya menganggap pohon sebagai makhluk yang berjuang sendiri, bersaing untuk mendapatkan air, nutrisi, dan sinar matahari, dengan para pemenang menaungi mereka yang kalah dan menghisapnya hingga kering. Industri kayu khususnya malah melihat hutan sebagai sistem penghasil kayu dan medan pertempuran untuk bertahan hidup bagi yang terkuat.
Padahal saat ini, menurut Grant, terdapat banyak bukti ilmiah yang membantah gagasan tersebut. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa pohon-pohon dari spesies yang sama bersifat komunal, dan sering kali membentuk aliansi dengan pohon-pohon dari spesies lain.
Pohon-pohon hutan telah berevolusi untuk hidup dalam hubungan yang kooperatif dan saling bergantung, yang dijaga oleh komunikasi dan kecerdasan kolektif yang mirip dengan koloni serangga. Kolom-kolom kayu hidup yang menjulang tinggi ini menarik perhatian ke atas ke tajuknya yang menjulur, tetapi aksi sebenarnya terjadi di bawah tanah, hanya beberapa inci di bawah kaki kita.
Peter Wohlleben, rimbawan dan peneliti asal Jerman, menyebut jaringan komunikasi antara pohon sebagai 'wood-wide web' mengikuti world wide web-nya kita, manusia dalam berjejaring di dunia maya.
Mengutip pernyataan Wohlleben, Grant menulis:Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!