Dalam mengusulkan bahwa masyarakat yang adil harus memperhatikan bagaimana pekerjaan dilakukan dan oleh siapa, Plato mengakui sentralitas pekerjaan bagi kehidupan sosial dan pribadi. Memang, sebagian besar orang dewasa menghabiskan banyak waktu untuk bekerja, dan banyak masyarakat kontemporer bisa dibilang  'berpusat pada pekerjaan' (Gorz 2010). Dalam masyarakat seperti itu, pekerjaan adalah sumber pendapatan utama dan bersifat 'normatif' dalam pengertian sosiologis, yaitu, pekerjaan diharapkan menjadi fitur utama dalam kehidupan sehari-hari, setidaknya untuk orang dewasa."Â
Bisa dikatakan, menurut Holbi, tidak ada fenomena yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap kualitas dan kondisi kehidupan manusia selain pekerjaan. Bila Schwartz menyebut kapitalisme penyebab lahirnya segregasi pekerja dan buruh, maka Holbi secara filosofis menuduh akar dari segregasi ini malah lahir dari beberapa pandangan teologis bahwa kerja adalah buah dari dosa manusia - bahwa kerja harus menjadi panggilan atau panggilan untuk memuliakan Tuhan atau melaksanakan kehendak Tuhan, dan bahwa kerja adalah sebuah arena untuk memanifestasikan status seseorang sebagai orang pilihan di mata Tuhan.Â
Namun, baik Schwartz maupun Holbi, senada berkaitan dengan peran buruk kapitalisme. Dimulainya Revolusi Industri dan kondisi kerja yang buruk dari tenaga kerja industri, menurut Holbi, memicu minat filosofis yang baru terhadap kerja, terutama dalam kritik Marxis terhadap kerja dan tenaga kerja yang meramalkan keterasingan pekerja di bawah kapitalisme modern dan kemunculan sebuah masyarakat tanpa kelas di mana kerja diminimalkan atau didistribusikan secara adil. Kapitalisme melahirkan 'kebencian' pekerja kepada para pemilik pekerjaan.Â
Kembali kepada Holbi, ia tidak sepenuhnya sinis atas  'pandangan agama' bahwa manusia 'terkutuk' dengan keterpaksaannya untuk berpeluh dan berpayah-payah dalam menjalani hidup.  Holbi  menyebut tradisional Konfusianisme, misalnya, sebagai sesuatu yang  positif karena merangkul kerja keras, ketekunan, pemeliharaan hubungan profesional, dan identifikasi dengan nilai-nilai organisasi. Tradisi Mediterania kuno menurutnya sebagaimana disebutkan oleh Plato dan Aristoteles, mengagumi kerajinan tangan dan aktivitas produktif yang digerakkan oleh pengetahuan, sekaligus mendukung perlunya waktu luang dan kebebasan untuk kehidupan yang berbudi luhur.Â
"Kerja dan tenaga kerja," simpul Holbi, "memiliki kepentingan filosofis yang hakiki. Namun, sentralitasnya terhadap kondisi manusia juga mengharuskan kerja dan tenaga kerja bersinggungan dengan pertanyaan filosofis yang lebih luas tentang kebaikan manusia dan organisasi yang adil dalam masyarakat. Filsafat kemungkinan akan memiliki peran khusus dalam mengatasi apa yang disebut Appiah (2021:7) sebagai 'masalah sulit', untuk menentukan 'bagaimana menghasilkan barang dan jasa yang kita butuhkan, sambil memberikan pendapatan, kemampuan bersosialisasi, dan signifikansi bagi masyarakat.'"
Tidak ada yang salah sama sekali dengan pekerjaan kasar - pun demikian dengan pekerjaan halus. Rasa syukur dan kemampuan kita dalam memaknai pekerjaan itu sendiri yang menjadikannya bernilai hakiki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H