Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nabi Khidir adalah Nabi Muhammad Saw (?)

5 April 2024   10:32 Diperbarui: 5 April 2024   10:50 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra, Khalifatul Masih Kedua dalam silsilah Muslim Ahmadiyah, berkenaan dengan QS Al-Kahf: 60, menjelaskan:

"Ungkapan Majma'al Bahrain (pertemuan dua lautan) yang muncul dalam ayat yang sedang dikomentari juga menunjukkan fakta bahwa Isra' Musa adalah sebuah perjalanan spiritual karena tidak ada tempat di dunia ini yang dikenal dengan nama ini. Ungkapan ini hanya memiliki satu makna yaitu "persimpangan dua lautan." Persimpangan yang paling dekat dengan tempat Musa tinggal setelah meninggalkan Mesir adalah Bab ul-Mandab yang menyatukan Laut Merah dan Samudera Hindia, Selat Dardanelles yang menyatukan Laut Mediterania dengan Laut Marmora, dan Al-Bahrain tempat bertemunya perairan Teluk Persia dan Samudera Hindia. Dari semua tempat ini, Selat Dardanelles saja yang mungkin menjadi titik di mana pertemuan semacam itu dapat terjadi karena dalam perjalanannya terdapat Kanaan yang merupakan tujuan Musa namun tidak dapat ia capai selama hidupnya. Ketiga tempat ini berjarak sekitar seribu mil dari tempat tinggal Musa dan mengingat tidak adanya sarana komunikasi dan transportasi yang baik pada masa itu, Musa membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk menempuh jarak sejauh itu dan Musa tidak mampu untuk tidak berada di tengah-tengah umatnya untuk waktu yang lama tanpa membahayakan keselamatan rohani mereka.

Dari bukti sejarah ini, dapat disimpulkan dengan aman tanpa rasa takut akan adanya kontradiksi bahwa perjalanan Musa yang dirujuk dalam ayat-ayat ini adalah sebuah perjalanan spiritual yang dilakukan dengan tubuh spiritual untuk tujuan spiritual.

Ibnu Katsir mengutip pendapat Imam Mawardi bahwa sosok yang ditemui Nabi Musa as tersebut bukanlah manusia, melainkan seorang malaikat."

Para ahli tafsir al-Qur'an Ahmadiyah, menurut Wikipedia pada bagian Pandangan Islam, cenderung mengidentifikasi "Hamba Tuhan" yang ditemui Musa sebagai representasi simbolis dari (Nabi) Muhammad (saw) sendiri. Para Ahmadi percaya bahwa ayat al-Qur'an tentang pertemuan Musa dengan "Hamba Allah" terkait erat, secara kontekstual, dengan pokok bahasan surat al-Kahfi di mana kisahnya dikutip. Menurut komentar para Ahmadi, perjalanan Musa dan pertemuannya dengan "hamba Tuhan" adalah pengalaman kasyaf yang mirip dengan Mi'raj (kenaikan) (Nabi) Muhammad (saw) yang ingin dilihat oleh Musa dan ditunjukkan dalam penglihatan ini. Sifat dialog antara Musa dan "Hamba Allah" dan hubungan antara mereka dilihat sebagai indikasi dari karakteristik pribadi Musa dan Muhammad serta para pengikutnya masing-masing; Tindakan Khiḍr yang tampaknya tidak pantas dan hikmah di baliknya dipahami dengan mengacu pada ciri-ciri menonjol dari kehidupan dan ajaran Muhammad; dan seluruh narasi al-Qur'an dipahami sebagai ungkapan superioritas spiritual Muhammad atas Musa dan digantikannya syariat Yahudi oleh syariat Islam.

Jamaah Muslim Ahmadiyah memandang perjumpaan Nabi Musa dengan Nabi Khidir berlangsung secara kasyaf sebagaimana ungkapan 'sebuah perjalanan spiritual yang dilakukan dengan tubuh spiritual untuk tujuan spiritual'. Dan sosok Khidir, Sang Evergreen, tidak lain dari Nabi Muhammad saw sebagai Rahmatan lil-'Alamin yang untuk beliau Allah SWT berfirman, 'Lau laka, lau laka lamma khalaqtul-aflak -- bila saja bukan karena engkau (wahai Muhammad saw) tentu Aku tidak akan menciptakan semesta ini.' Beliau saw adalah pembawa syariat Islam yang menyempurnakan semua syariat sebelumnya -- yang berisi nilai-nilai luhur lagi perenial -- yang kepada sosok inilah nama Al-Khidhr, Sang Hijau dialamatkan.

Hari semakin siang, tulisan pada hari ke-25 pun berakhir di sini. Namun, perdebatan mengenai Nabi Khidir masih jauh dari kata berakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun