Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Dua Wajah Kematian

30 Maret 2024   07:28 Diperbarui: 30 Maret 2024   07:30 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua sisi yang berbeda https://www.istockphoto.com/

Memento mori, ya ingatlah bahwa kita cepat atau lambat akan mati. Kematian bukanlah sebuah akhir. Ia justru sebuah awal. Awal dari serangkaian panjang tersingkapnya segala tabir yang tersembunyi dari kemampuan indera kita mencerapnya, dari kemampuan akal memikirkannya dan dari kemampuan hati membetikkannya. Sebuah ketersingkapan agung yang bila kita ceroboh selama menjalani kehidupan di dunia ini, kita akan memilih untuk tetap menjadi tanah dan tidak pernah menjadi manusia yang karenanya kita pernah berlaku sombong.

Ke arah ini baris-baris awal syair I'tiraf  Abu Nawas mengisyarahkan:

Ilaahii lastu lil firdausi ahlaan, wa laa aqwaa 'alaa naaril jahiimi

Duhai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga-Mu, akan tetapi bagaimanapun, sungguh aku tidak akan pernah kuat atas adzab neraka Jahim-Mu.  

Fa hablii taubatan waghfir zunuubii, fa innaka ghaafirudz-dzambil 'azhiimi

Maka anugerahkanlah ampunan-Mu dan ampunilah dosa-dosaku, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar sekalipun.

Sebelum I'tiraf-nya Abu Nawas, konon Sayyidina Umar bin Khattab senafas dengan itu pernah berkata: "Laa hisaaba li 'Umar." Yakni, bila saja ada sedikit-banyak kebaikan yang sudah beliau lakukan dalam berislam dan bahkan menjadi khalifah Sang Nabi saw, itu tidaklah cukup untuk menghantarkannya sorga. Maka, ungkap beliau, "Setidaknya tidak ada hisab bagi Umar."

Sebuah ungkapan luhur yang lahir dari keluhuran budi pekerti seorang Umar bin Khattab r.a.

Dua Sudut Pandang Terhadap Kematian

Dalam beberapa tulisan, saya menyebutkan bahwa shaum adalah sebentuk kematian yang melaluinya kita bertemua dengan Allah. Sebab, Allah hanya bisa kita 'lihat' setelah kita melalui pintu kematian. Begitu juga dengan sorga yang dijanjikan-Nya. Selama di dunia, kita hanya melihat bayangan dan cerminanya saja. Untuk itu, dalam perspektif kematian seharusnya tidaklah menjadi 'hantu' bagi seorang muslim. Dalam konteks ini, saat menulis tentang shalat Tarawih saya mengutip sebuah hadits yang menyatakan bahwa kematian adalah sebentuk istirahat bagi seorang muslim. Haditsnya berbunyi seperti berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun