Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

(Tentang) Nuzulul Qur'an

28 Maret 2024   10:26 Diperbarui: 28 Maret 2024   10:36 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Iqra.jpg

Ramadan sudah melewati pertengahan bulannya. Hari ini kita memasuki tanggal ke-17. Tanggal yang umumnya diperingati sebagai tanggal turunnya Al-Qur'an, Nuzulul Qur'an.

Al-Quran, dikutip dari materi kursus keislaman di Lumen Learning, diwahyukan secara lisan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun, dimulai pada tanggal 22 Desember 609 Masehi, saat Nabi Muhammad berusia 40 tahun, dan diakhiri pada tahun 632 Masehi - tahun kewafatan beliau. Sementara menurut Saifurrahman Mubarak Puri, tanggal pasti dari peristiwa ini adalah hari Senin, tanggal 21 Ramadan sebelum matahari terbit, yaitu 10 Agustus 610 Masehi - ketika Nabi Muhammad saw berusia 40 tahun, 6 bulan dan 12 hari (dalam tahun lunar), yaitu 39 tahun, 3 bulan dan 22 hari (tahun solar).

Sedikit mundur ke belakang, nama Ramadan diperkirakan mulai muncul pada tahun 412 M. Adalah Kilab bin Murrah yang konon mengusulkan nama Ramadan untuk bulan yang sebelumnya bernama Natiq. Pengusulan nama ini terjadi dalam sebuah pertemuan tokoh agama dan masyarakat di Mekah untuk menyepakati interkalasi. Interkalasi, menurut Ensiklopedia Brittanica, berasal dari kata interkalar (dari bahasa Latin intercalare, menyatakan, calare, penyisipan hari dalam kalender), sebuah istilah yang diterapkan pada bulan, hari, atau hari yang disisipkan di antara bulan atau hari lain untuk menyesuaikan perhitungan waktu, berdasarkan revolusi bumi mengelilingi matahari, hari, dan bulan mengelilingi bumi, bulan lunar, dengan revolusi bumi mengelilingi matahari, tahun matahari. 

Nihayatur Rohmah dalam Dinamika Almanak Masa Pra Islam Hingga Era Islam; Studi atas Penanggalan Sistem Solar, Lunar dan Luni-Solar menyebutkan beberapa alasan praktik an-nas' (interkalasi) ini dikalangan bangsa Arab, antara lain : (1) kebutuhan akan perang, diantaranya dengan mengundur bulan Muharam kepada bulan Safar, (2) untuk menyesuaikan selisih 11 hari antara tahun bulan dan tahun matahari, diantara konsekuensinya adalah dengan mengundur ibadah haji dari waktu sebenarnya, (3) untuk kepentingan perjalanan dan perdagangan, yaitu dengan menyesuaikan dengan musim panen dan perubahan musim.

Ketika bangsa Arab, seperti dilansir laman The Alsadiqin Institute dalam The Arab-Jewish Sanhedrin, 412 CE, mengadopsi prosedur tersebut, mereka menggunakan kata nas' untuk menunjukkan keseluruhan sistem. Sistem ini dioperasikan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi - awal tahun (Muharram) dikaitkan dengan musim semi.

Penjelasan tradisional untuk interkalasi satu bulan tambahan adalah bahwa bangsa Arab telah terjangkit penyakit penyembahan berhala tiga ratus tahun sebelum kedatangan Nabi. Ibadah haji bagi mereka tidak lebih dari sebuah festival besar. Karena kalender mereka adalah kalender lunar, hari raya ini kadang-kadang diadakan pada musim ketika tanaman belum dipanen dan belum siap untuk dijual. Oleh karena itu, mereka merancang metode kabzsa, yang menurutnya satu tahun terkadang terdiri dari 13 bulan. Namun, derivasi spontan dari bulan yang diselingi ini tampaknya tidak mungkin. Kita tidak hanya melihat istilah Nasi yang digunakan oleh orang Arab, tapi setidaknya sampai tahun 541 M, kalender Yahudi dan Arab bertepatan.

Kembali kepada nama Ramadan. Tampaknya dalam tradisi Arab pra-Islam, Ramadan adalah nama untuk bulan musim panas yang terik. Namun, dalam kalender Islam (Hijriyah), waktu Ramadan bervariasi dari tahun ke tahun sehingga selalu jatuh di musim panas. Akan tetapi panasnya Ramadan secara rohanian masih dipertahankan karena hati orang-orang yang berpuasa mengambil 'panas' dari energi ibadah dan ingatan tentang akhirat sebagaimana mereka biasa mengambil pasir dan batu yang terbakar panasnya matahari - hingga memerah saking panasnya pada hari-hari bulan panas tersebut.

17 Ramadankah Nuzulul Qur'an?

Menurut Shaykh Sayeedur Rahman dari Darul Ifta Birmingham, diriwayatkan dalam sebuah hadits Nabi saw bahwa semua Nabi, sejak penciptaan manusia hingga akhir zaman, menerima kitabnya masing-masing di bulan Ramadan pada tanggal yang berbeda. Qatadah r.a. dari Watsilah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda: "Ibrahim (as) menerima kitab sucinya pada tanggal 1 Ramadhan, Injil diturunkan pada tanggal 18 Ramadhan dan Al-Qur'an diturunkan pada malam tanggal 24, yaitu pada tanggal 25 Ramadhan. (Qurtubi, Vol 16, P110)"

Pernyataan bahwa "Al-Quran diturunkan pada Malam Lailatul Qadar" berarti bahwa Al-Quran diturunkan secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzh ke langit yang paling rendah dalam satu malam di bulan Ramadan. Namun, ia diturunkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara bertahap dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun. Beberapa ulama berpendapat bahwa bagian dari Al-Quran yang ditakdirkan untuk diturunkan pada tahun tertentu, diturunkan pada Malam Lailatul Qadar dari Lauhul Mahfuzh ke langit bumi yang paling rendah. (Qurtubi, Vol 16, P110)

Pendapat serupa, dengan redaksi hadits yang berbeda sedikit, dinyatakan Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakr as-Suyuti dalam pembahasannya di laman Islamweb:

Sumber: https://www.islamweb.net/
Sumber: https://www.islamweb.net/

Jelas disebutkan bahwa Al-Qur'an pertama kali diwahyukan pada tanggal 24 Ramadan. Berbeda dengan yang umum kita ketahui, tanggal 17 Ramadan yang pada tanggal tersebut diperingati peristowa Nuzulul Qur'an.

Ada beberapa hal menarik yang bisa kita diskusikan:

Pertama, umum diketahui bahwa malam turunnya Al-Qur'an disebut sebagai Laylatul Qadr (Lailatulkadar, KBBI). Dan Lailatulkadar jatuh pada malam-malam ganjil pada puluhan akhir Ramadan. 17 Ramadan jelas bukan malam-malam di akhir Ramadan.

Kedua, bila 24 Ramadan adalah malam turunnya Al-Qur'an maka ini pun mengandung masalah. 24 Ramadan memang termasuk puluhan akhir Ramadan, hanya saja ia tidak termasuk tanggal ganjil, yang seharusnya 21, 23, 25, 27 atau 29.

Ketiga, bagaimana bila 24 Ramadan malam? Maka ini memenuhi kedua kriteria. Selain masuk puluhan akhir, 24 Ramadan malam artinya 25 Ramadan mengingat pergantian hari dalam sistem lunar (kamariah, KBBI) terjadi saat mata hari terbenam dan bukan saat tengah hari sebagaimana sistem solar (syamsiah, KBBI).

Keempat, 17 Ramadan boleh jadi merujuk kepada riwayat Ibnu al-Dharis, al-Nisa'i, Muhammad bin Nasr, Ibnu Jarir, at-Thabrani, al-Hakim, Ibnu Mardawiyah, al-Baihaqi, atas riwayat Ibnu Abbas, berkata: Al-Qur'an diturunkan sekaligus pada malam takdir di bulan Ramadhan ke langit yang lebih rendah, maka jika Allah ingin mewujudkan sesuatu di bumi, Dia menurunkannya dari langit tersebut hingga Dia mengumpulkannya. Ulamanya menyebut peristiwa ini sebagai diturunkannya Al-Qur'an dari al-Lauh al-Mahfuzh ke Bayt al-'Izzah.

Kelima, tanggal 17 Ramadan merupakan hari terjadinya pertempuran Badar. Al-Qur'an (Al-Anfal: 41), sebagaimana Imam Thabari  dalam Jamiʽul Bayan fi Ta’wilil Quran, menyebut hari tersebut sebagai yaumul furqan yang di dalamnya terjadi iltiqa'ul jam'an, yaitu bertemunya dua pasukan (pasukan muslimin dan kuffar Quraisy). Imam ath-Thabari mengutip Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra berkata, ‘Yang dimaksud dengan malam ‘al-furqan yaumul taqāl Jamʽān’ adalah tanggal 17 bulan Ramadhan.’

Hanya saja dari sejarah kita mengetahui bahwa peristiwa turunnya wahyu pertama di gua Hira terjadi setidaknya 15 tahun sebelum perang Badar. Namun, bisa dipahami bila perang Badar dikaitkan dengan turunnya Al-Qur'an. Al-Qur'an memiliki banyak nama atau julukan salah satunya, Al-Furqan (Pembeda) dan perang Badar menjadi pembeda yang tegas antara mereka yang siap beriman dengan sepenuh hati dengan mereka yang munafik. Selain itu, medan Badar menjadi panggung tergelarnya sebagian janji-janji dan nubuwatan yang terkandung dalam Al-Qur'an. Dalam perspektif ini perang Badar seakan menjadi representasi dari turunnya Al-Qur'an.    

Saya sendiri lebih memaknai peringatan Nuzulul Qur'an sebagai bentuk syukur atas anugerah terindah dari Allah SWT kepada kita, yakni Al-Qur'an. Namun, dengan tetap menyediakan ruang untuk perbedaan sudut pandang - termasuk untuk tidak memperingatinya secara seremonial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun