Bila Tarawih berarti 'maut' maka bagaimana dengan kewajiban kita untuk besoknya bersahur, yang dengan kata lain hidup kembali, untuk mencecapi kematian kembali selama masa berpuasa Ramadan?
Jawabannya ada pada salat Tahajjud. Dalam Qiyamul Lail Beda dengan Shalat Tahajud, kita menjumpai beberapa penjelasan yang menarik.
Kata Tahajud berasal dari kata hajada, artinya tidur di malam hari. Bentuk pelakunya disebut al-Hajid. Bentuk pluralnya adalah al-Hujud. Sebagian ahli bahasa arab mengartikan hajada dengan shalat di malam hari. Istilah Shalatul Laili sama artinya dengan at-Tahajud. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 34/118).
Al-Mutahajjid artinya orang yang bangkit dari tidur untuk melaksanakan shalat. (Lisanul Arab, 3/432)
Abu Bakar Ibnul Arabi memaknai Tahajud dengan tiga pengertian. Pertama, tidur, kemudian shalat, kemudian tidur, kemudian shalat. Kedua, shalat setelah bangun dari tidur. Ketiga, setelah shalat isya’. (Mu’jamul Mushthalahat wal Alfadz al-Fiqhiyyah, Mahmud Abdurrahman Abdul Mun’im, 1/396)
Salat Tahajjud mensyaratkan orang yang mengerjakannya harus tidur terlebih dahulu. Tidak ada salat Tahajud kecuali didahului tidur. Tahajjud pun memiliki sebutan tersendiri seperti halnya Tarawih. Bila Tarawih disebut Qiyamu Ramadhan, maka Tahajjud disebut Shalatul Layl. Namun, kedua-duanya masuk kategori umum Qiyamul Layl atau Qiamulail versi KBBI.
Kembali kepada Tarawih serupa maut, maka Tahajjud adalah kebangkitan dari maut. Tahajjud menandai kehidupan kembali seperti halnya ifthar (berbuka puasa) di awal malam menandai hidupnya kembali sang sha'im (pelaku puasa) setelah mengalami maut pada sepanjang siangnya.
Dalam bingkai pandangan ini, Tarawih tidak menggugurkan perintah mendirikan Tahajjud. Pun demikian, Tahjjud tidak kemudian menggugurkan keutamaan Tarawih. Keduanya saling melengkapi keagungan Ramadan. Siklus penanda maut dan hayat yang saling menyempurnakan. Dan ini luar biasanya hanya terjadi selama bulan Ramadan. Satu bulan yang secara istimewa kita diwajibkan melakukan shaum yang berasal dari kata kerja shama (berpuasa) yang entah mengapa selalu menggoda saya untuk berhipotesis bahwa kata shama sendiri merupakan naht (akronim) dari shara mayyitan (ia 'mencicipi' mati).Â
Untuk itu, saya juluki  Tarawih dengan sang Penjaga Malam sementara Tahajjud, sang Pengawal Fajar.
Marhaban ya Ramadan Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H