Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hujan Meteor di Langit Berpenumbra

5 Mei 2023   19:14 Diperbarui: 5 Mei 2023   19:32 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelepasan memiliki lebih banyak makna dibandingkan dengan perpisahan. Puncak kegiatan persekolahan yang berujung di momen pelepasan mengajarkan kearifan. Umum kita ketahui, seorang ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Kata-kata al-Umm madrasatul ula (ibu adalah guru yang pertama) pun banyak bertebaran dalam tulisan-tulisan bahkan meme. Hisam Jihad Umar dalam Hal Da'iman al-Umm Mudarrisah? menyatakan bahwa redaksi al-Umm madrasatul ula berasal dari syair Hafez Ibrahim. Namun, sebenarnya tidak ada sematan kata al-ula (yang pertama). Sehingga redaksi aslinya adalah al-Umm madrasah (ibu adalah sekolah).

Secara teknis, redaksi al-Umm madrasatul ula mengandung cacat gramatikal. Sederhananya begini. Karena ula (pertama) merupakan kata yang bisa berfungsi sebagai sifat atau penjelas, maka menurut kaidah bahasa Arab, ia akan mengikuti i'rab (hukum harakat) dan ta'rif (tentu dan tidak tentunya) kata yang disifatinya. Ula merupakan sifat dari madrasah, jadi ia akan mengikuti maushuf (kata yang disifatinya). 

Bila madrasah dalam keadaan nakirah (tidak tentu, indefinitif) maka ula pun harus nakirah dan sebaliknya, bila ma'rifah maka ula pun ma'rifah. Pun demikian halnya dengan i'rab. Bila kata madrasah dan ula harus sama secara i'rab. Namun, karena kebetulan kata ula termasuk bentuk mabni (tidak bisa berubah secara i'rab) maka perubahan i'rab tidak terlihat.

Dalam redaksi al-Umm madrasatul ula, madrasah dalam keadaan nakirah maka harusnya demikian pula dengan ula. Sehingga, mestinya tanpa beralif-lam: al-Umm madrasah ula bukan al-Umm madrasatul ula. Itu pun bila bersikukuh menambahkan kata ula  ke dalam syairnya Hafez Ibrahim tersebut. Adapun al-Umm al-madrasatul ula terlarang secara berdasarkan kaidah kebahasaan lainnya. Al-Umm menempati posisi sebagai mubtada (subjek) yang idealnya beralif-lam, dan sebaliknya madrasah sebagai khabar (predikat) tidak boleh beralif-lam. Jadi, bila ingin sekali menyisipkan ula maka alif lam-nya harus ditanggalkan. 

Pembahasan teknis seperti ini biasanya cenderung membosankan. Saya harus segera beralih ke ranah filosofis. Sekolah sebagai lembaga pendidikan, dalam perspektif al-Umm madrasah (ula), adalah 'sekolah' yang kedua. Seperti halnya seorang ibu sebagai sekolah pertama tidak pernah menginginkan berpisah dari anaknya, maka ia hanya bersedia melepasnya saat anaknya dirasa siap melangkah jauh. Filosofi ini pula yang Al-Wahid gunakan saat memilih kata pelepasan alih-alih perpisahan. Sekolah, setelah tiga tahun mendidik peserta didiknya, ia pun baru melepas mereka untuk melangkah jauh ke depan menghadapi berbagai rintangan.

Dari melepas kepergian komet 38 tahun lalu, lalu kata melepas menarik perhatian saya kepada makna pelepasan peserta didik - yang mana melepas langkah setelah membekalinya melalui proses pendidikan, pada gilirannya membawa saya pada kisah Nabi Ibrahim a.s. yang diriwayatkan 'menghidupkan' empat ekor burung. Kisahnya sendiri sudah masyhur. Salah satunya versi populernya saya kutip dari Republika, Kisah Nabi Ibrahim dan Empat Ekor Burung.

Nabi Ibrahim diriwayatkan berseru, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati!"

Allah pun berfirman, "Belum yakinkah kamu?"

Ibrahim pun menjawab, "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)," ujarnya. Allah pun kemudian memperintahkan apa yang dilakukan Ibrahim tersebut.

Allah berfirman: "Kalau demikian tujuanmu, ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera," firman Allah.

Nabi Ibrahim pun segera melaksanakan panduan Allah. Beliau melatih empat ekor burung hingga jinak. Kemudian melakukan seperti yang dikisahkan tadi. Saat memanggil burung-burung yang telah menjadi bangkai, nabi Ibrahim pun takjub bukan main. Hanya dengan "kun" (jadilah), Allah menghidupkan kembali empat burung yang telah tewas, dicacah bahkan dipisahkan bangkai tubuhnya. Maka yakinlah Nabi Ibrahim bahwa Allah Maha Kuasa, mudah bagi Allah menciptakan dan menghidupkan kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun