Kakaren Lebaran, Jejak Ramadan
Kakaren. Diucapkan dengan bunyi 'e', seperti pada kata lele. Sebuah istilah dalam bahasa Sunda yang bahkan orang Sunda sendiri sudah mulai banyak yang merasa asing dengannya.Â
Kakaren merupakan bentuk penyederhanaan morfologis dari 'kakarian'. Dalam bahasa Sunda 'kari' artinya tinggal, sisa atau kata pengantar untuk mempersilakan. Misalnya, Puasa teh kari sapoe deui (puasa itu tinggal satu hari lagi); Ah liwet teh kari sanguna wungkul (Ya, liwetnya tinggal nasinya saja); atau, Kari, cokot we! (Silakan, ambil saja). Kakaren artinya sisa atau restan makanan setelah ada kenduri atau Lebaran.
Tulisan ini salah satu cara untuk mencagar kata kakaren dari kelangkaan penggunaan atau bahkan dari kepunahannya. Hanya saja kali ini 'kakarian'-nya bukan berupa makanan, melainkan beberapa pernik menarik sepanjang Ramadan lalu.
Pertama, Ramadan 2023 lalu memberi kita---khusus yang berpuasa genap 30 hari---lima hari Jum'at. Hal ini terjadi karena perbedaan antara tahun matahari dan tahun lunar, serta perbedaan jumlah hari dalam bulan Gregorian dan bulan Hijriah. Dalam tahun Hijriah, setiap bulan terdiri dari 29 atau 30 hari. Dalam bulan Ramadan pada tahun 1444 H, terdapat 30 hari Hijriah, yang berarti terdapat lima minggu lengkap. Oleh karena itu, lima hari Jumat jatuh dalam bulan Ramadan tersebut.
"Dengan menggunakan metode perhitungan lain yang menggunakan perbedaan antara tahun matahari dan tahun lunar yang lebih akurat, yaitu sekitar 10 hari dan 21 jam, kemungkinan terjadinya lima hari Jumat dalam bulan Ramadan selanjutnya kemungkinan terjadi sekitar 33 tahun dari sekarang atau sekitar tahun Hijriah 1477 H atau sekitar tahun 2054-2055 M," jawab ChatGPT saat saya tanya kapan hal sama akan terulang kembali.
Tidak ada yang terlalu istimewa dengan adanya lima Jum'at dalam satu bulan Ramadan. Hanya saja tentu bukan hal yang biasa menjalani lima Sayyidul Ayyam (Penghulunya Hari), Jum'at.
Kedua, tiga khutbah dalam tiga berturut-turut (atau dua hari, bagi yang berlebaran hari Jum'at). Kamis, 20 April yang bertepatan dengan hari ke-29 Ramadan terjadi gerhana matahari. Sebagaimana sunnah Nabi saw ada penyampaian khutbah selepas shalat gerhana. Besoknya, Jum'at, 21 April sudah lazim tentunya disampaikan dalam kesempatan khutbah Jum'at. Dan, lusanya, Sabtu (22/04) khutbah Idulfitri. Dua dalam Ramadan dan satu dalam Syawwal.Â
Jum'atul Wida'Â atau Jum'at terakhirnya Ramadan tahun ini benar-benar berada di penghujung bulannya. Namun, kembali, tentu saja ini bagi yang jumlah hari berpuasanya digenapkan 30 hari.Â
Ketiga, gempa bumi. Setidaknya ada dua kali gempa selama Ramadan lalu. Tanggal 26 Maret dan 14 April. Guncangan pada 14 April cukup kuat. Kira-kira apa yang bisa kita pelajari dari gempa?
William J. Broad dalam Deadly and Yet Necessary, Quakes Renew the Planet menyebutkan bahwa menurut para ilmuwan dalam pandangan jangka panjang, proses global di balik gempa bumi besar cukup menguntungkan bagi kehidupan di bumi - terutama kehidupan manusia. Goncangan dahsyat gempa dalam jangka panjang menghasilkan sebuah planet yang subur dan dapat ditinggali. Beberapa ahli menyebut guncangan yang terjadi secara teratur---ratusan kasus dalam sehari---sebagai detak jantung planet ini.Â