Namun, menurut Encyclopedia, kecil kemungkinan cerita ini benar, karena Rabi'ah baru berusia sebelas tahun pada saat wafatnya Hasan, sementara ia belum menjadi seorang sufi.
Tentang cinta dalam pandangan Rabiah, Maryam Bakhtyar dan Akram Rezaei dalam Love from attitudes of two Muslim and Christian mystics (Rabia Adaviye and Teresa Avila) menulis:Â
"Cinta adalah kasih sayang yang merupakan puncak dan ekstrem. Dalam cinta yang ekstrem ini, pencinta (seorang sufi) mencintai kekasihnya (Tuhan) dengan segenap miliknya dan dia terbakar dalam perpisahannya. Sang pencinta justru akan bertahan dengan peniadaan diri dalam Kekasih sejati. Cinta kepada Tuhan merupakan isu penting dalam karya-karya Rabi'ah al-Adawiyah. Rabi'ah percaya bahwa dalam ikatan cinta sejati harus sama sekali bebas dari kontaminasi karenanya seorang pencinta tidak akan meminta imbalan atas cintanya, bahkan tidak perlu menunggu jawaban atas cintanya."
Ibnu Arabi, seorang sufi besar yang sangat terinspirasi oleh Rabi'ah, menggambarkan cinta dalam kata-katanya berikut:
"Seseorang yang berusaha mendefinisikan Cinta, maka ai sejatinya tidak akan mengetahuinya; dan siapa pun yang belum pernah mencicipi seteguk dari cawannya maka ia tidak akan pernah mengetahuinya; dan seseorang yang mengatakan bahwa telah puas meminumnya maka ia belum mengetahuinya, karena Cinta adalah serbat yang tidak akan memuaskan dahaga seseorang."
Dari ungkapan Ibnu Arabi ini, kita bahwa Cinta adalah ketakterhinggan yang sulit untuk difenisikan secara sederhana. Ia yang mencarinya akan terus dalam pencarian yang tak mengenal henti. Bagaimana bisa berhenti saat di depannya terbentang jalan tak berujung dan persinggahan hanyalah akan menangguh kerinduan yang tak terperikan. Bayang kejuitaan Tuhan terangkum halus dalam kata-kata Ibnu Arabi.Â
Suatu ketika, kutip Bakhtyar dari Badawi, Sofyan ats-Tsauri bertanya kepada Rabiah, "Katakanlah tingkat keyakinanmu kepada Tuhan." Rabi'ah berkata, "Aku tidak menyembah Allah untuk (mengharap) surga atau (takut) neraka, tetapi demi Allah semata dan semata-semata agar tidak melepaskan ibadah kepada-Nya."
Attar, menurut Bakhtyar, mengabadikan kemurnian Rab'ah dalam mencintai Allah, Sang Kekasihnya dalam bait-bait puisinya:Â
"Ya Tuhan! Apa pun yang telah Engkau berikan kepadaku dari dunia, berikanlah kepada musuh-musuh-Mu, dan apa pun yang telah Engkau ampuni dari kehidupan masa depan, berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu karena cukuplah Engkau bagi kami!
Ya Tuhan! Jika aku menyembah-Mu karena takut akan neraka, maka bakarlah aku; dan jika aku menyembah-Mu karena berharap akan surga, maka luputkanlah aku; dan jika aku menyembah-Mu karena karena bersyarat, maka janganlah Engkau perlihatkan kejuitaan Wajah-Mu!
Ya Tuhan! Tugas dan hasratku adalah mengingat-Mu dan dambaanku adalah pertemuan dengan-Mu di kehidupan kelak , maka
lakukanlah apa yang Engkau kehendaki!"