Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Semiotika Nol di Balik Ramadan

19 April 2023   00:01 Diperbarui: 19 April 2023   00:01 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara semiotika, orb atau benda langit dapat diartikan sebagai simbol dari kekuatan, kebesaran, atau kekuasaan yang melebihi kekuatan manusia. Bentuk bulat atau lingkaran yang terdapat pada orb atau benda langit dapat diartikan sebagai simbol dari kebulatan, kesempurnaan, atau keutuhan yang melambangkan keberlangsungan atau ketahanan.

Benda-benda langit identik dengan cahaya dan panas, seperti bintang, planet, bulan ataupun komet. Sementara itu, panas atau cahaya sering dikaitkan dengan konsep-konsep seperti energi, kehidupan, atau keberlangsungan. Panas atau cahaya juga sering digunakan dalam simbolisme untuk melambangkan hal-hal seperti kebahagiaan, pengetahuan, atau kebangkitan.

Tidak terlalu rumitbagi kita untuk menangkap hubungan semiotis antara lingkaran dan cahaya. Keduanya dapat diartikan sebagai simbol dari kesempurnaan, kebulatan, dan keabadian. 

Cahaya sering dianggap sebagai simbol dari kebaikan, kebenaran, atau kebijaksanaan, yang merupakan sifat yang dihubungkan dengan kesempurnaan dan kebulatan. Untuk itu, dalam beberapa tradisi spiritual dan religius, lingkaran dan cahaya sering dihubungkan dengan konsep ketuhanan, kebangkitan, dan kehidupan yang abadi. 

Contohnya, cahaya sering diartikan sebagai simbol dari Tuhan atau keilahian, sedangkan lingkaran sering diartikan sebagai simbol dari keberlangsungan dan kesempurnaan dalam kehidupan yang abadi.

Benar seperti dikatakan Hoffman, jika nol---dengan simbol bulatan kosongnya---adalah ketiadaan, maka itu adalah sebuah ketiadaan yang adiluhung.

Semiotika Safar dan Ramadan

Kembali kepada morfologi nol dan delapan, di mana nol adalah satu lingkaran sementara delapan adalah dua, maka makna semiotisnya lebih luar biasa lagi. Inilah yang saya sebut sebagai semiotika Safar dan Ramadan.

Secara historis, bulan Safar adalah bulan peperangan. Bulan di mana penduduk Mekah terpaksa keluar meninggalkan kota mereka untuk bertahan hidup yang salah satu bentuknya adalah berperang untuk memperebutkan sumber makanan. Konsekuensi terburuk dari peperangan adalah kematian. Itulah mengapa Lisaanul Arab memberikan salah satu makna dari kata shafar adalah as-sawad yakni kegelapan atau hitam. 

Berpijak pada makna ini, maka Rasulullah saw melalui ajaran luhur Islam melepaskan kutukan atas bulan ini dengan melakukan peniadaan atas syahwat jasmaniah yang menjerumuskan ini melalui simbolisasi hijrah dalam bulan tersebut. Sebuah langkah langitan untuk mencerabut akar derita, kelaparan dan kematian hina akibat mengikuti syahwat jasmaniah tadi. Inilah semiotika nol atau satu lingkaran dalam Safar.

Lalu bagaimana dengan Ramadan dengan delapannya, yang terdiri dari dua lingkaran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun