Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Khataman: Kisah Mungil di Ujung Daras Al-Qur'an

18 April 2023   00:01 Diperbarui: 18 April 2023   00:03 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Al-Qur'an dengan khat Manzoori www.reviewofreligions.org

Empat Musim Vivaldi masih menjadi pilihan favorit. Dan rendisi Emre Sabuncuoglu melalui gitar akustiknya selalu berhasil membawa kekaguman atas kebesaran ciptaan Allah yang bernama manusia. Ibnu Taymiah menyebut manusia sebagai khaatamul makhluuqaat. Adapun puncak dari evolusi kemanusiaan sendiri berujung pada Nabi Muhammad saw.

Para sufi memiliki redaksi yang hiperbolis. Innallaaha khalaqal-kauna liajdi Muhammadin saw---sesungguhnya Allah telah menciptakan al-kaun, segenap ciptaannya, hanya untuk menemukan (Nabi) Muhammad saw. Ungkapan ini nampaknya terinspirasi oleh hadits qudsi yang populer sekali: Lau laaka lau laaka maa khalaqtul aflaaka kullahaa---sungguh, kalau bukan karena engkau (ya Muhammad) tidak akan pernah Aku ciptakan alam semesta ini. 

"[Adapun maksud dari khairul makhluuqat] adalah bahwa Allah menciptakan alam semesta...dan menjadikan Adam sebagai khalifah...dan menciptakan kita untuk hidup makmur di bumi, sebagaimana difirmankan Allah swt. 

Maka bumi diciptakan untuk umat manusia dan jin ... Dan yang paling mulia dari antaranya adalah manusia... Dan yang paling mulia darinya (golongan manusia) adalah [Nabi] Muhammad saw," jelas Ibnu Taymiah.

Jadi arti dari kata khaatam apabila digabungkan dengan isim (kata benda) dalam bentuk jamak (al-makhluuqaat adalah bentuk jamak dari al-makhluuq, akan mengandung makna paling mulia, paling istimewa atau paling sempurna. Nuruddin Abdul Rahman ibn Ahmad ibn Muhammad Jami (1414-1492) diberi julukan khaatamusy-Syu'araa' (penyair paling istimewa). Syekh Abdullah ad-Dagstani (1891-1973) disebut sebagai khaatamul Auliyaa' (wali yang paling mulia).

Kata khatm---yang seakar dengan khaatam dari kata kerja khatama---membawa tulisan ini kepada bahasan tentang khataman Al-Qur'an, penamatan bacaan Al-Qur'an.  

Khataman Al-Qur'an

Tiga hari lalu, saya mendapatkan karunia untuk menamatkan Al-Qur'an. Batuk yang menyerang di puluhan akhir Ramadan ini agak menyulitkan. Saya tidak terbiasa membaca Al-Qur'an tanpa suara. Dan saat membuka suara, rasa gatal di tenggorokan pun sontak timbul. Akhirnya, bacaan jadi terpatah-patah di antara senggalan nafas. 

"Batuk adalah tindakan refleks yang dilakukan untuk membersihkan tenggorokan dari lendir atau iritasi akibat benda asing," tulis dr. Rizal Fadli di Halodoc. Jadi hemat saya, seperti halnya bersin, batuk adalah respon tubuh alami kita saja dari masuknya benda asing ke dalam tubuh kita melalui saluran pernafasan. Karena perlu ketenangan---termasuk saat membaca Al-Qur'an dan tarawih---saya coba identifikasi penyebab batuk kali ini. "Kalau bisa tidak batuk, mengapa harus?" batin saya sok bijak.

Alhamdulillah, setelah mengurangi konsumsi goreng-gorengan dan minuman dingin saat ifthar, batuk jauh mereda. Setelah itu, membaca Al-Qur'an pun relatif tidak lagi begitu terganggu. Namun tanpa batuk, giliran kantuk yang meraja. "Ternyata batuk dan kantuk adalah dua hal yang tidak bisa berada dalam satu waktu secara bersamaan," simpul saya agak sedikit epifanik. Hanya saja bila saya dipaksa untuk berpihak, kantuk akan menjadi pilihan yang dikedepankan.

Saat melepaskan bacaan di penghujung Surah An-Nas, minal jinnati wan-naas, muncullah kembali ingatan akan sebuah polemik kecil berkenaan dengan apa yang kita lakukan setelah tamat membaca Al-Qur'an. Seperti saya pernah singgung dalam Kutukan Pengetahuan, bahwa tahu sesuatu itu kadang jadi ribet. 

Satu pihak menyebutkan, setelah menamatkan bacaan Al-Qur'an maka kita disunnahkan membaca doa:

Allaahummarhamii bil-Qur'aan waj'alhu lii imaaman wa nuuran wa hudan warahmatan, Allaahumma dzakkirnii minhu maa nasiitu wa 'allimnii minhu maa jahiltu warzuqnii tilaawatahu aanaa'al-laili wa aanaa'an-nahaar waj'alhu lii hujjatan ya Rabbal 'aalamiin. 

"Ya Allah, belas rahmatilah hamba dengan Al Quran. Jadikanlah bagi hamba Al Quran sebagai pembimbing, petunjuk dan rahmat. Ya Allah, ingatkan hamba dengannya bila hamba lupa dan ajarilah hamba apa yang tidak tahu dari padanya. Berilah hamba karunia untuk membacanya waktu malam dan siang. Jadikanlah dia sebagai hujjah bagi hamba,  wahai Tuhan seru sekalian alam."

Safwaan bin Ml. Ahmad bin Ibrahim di Daarul Ifta menyebutkan bahwa doa khataman ini telah diriwayatkan melalui rantai yang telah diklasifikasikan sebagai mu'dhal (hadits yang perawinya hilang dua atau lebih secara berturut-turut ) sebagaimana disebutkan oleh Allamah Iraqi. Namun doa tersebut juga telah disebutkan dalam Ihya 'Ulumiddin Imam Ghazali dan Mullah Ali Qari mencatat hal ini dalam Syarh Ainil 'Ilmi. "[Jadi,] diperbolehkan membaca doa tadi tanpa menganggapnya sebagai [bersumber dari] hadits," jelasnya.

Saya sendiri waktu kecil mendengarnya melalui Toa mesjid di kampung. Begitu seringnya sampai hafal berikut lagunya. Bahkan saat membaca teks doa ini saja, hati ini secara otomatis melagukannya.

Sementara pihak lainnya, berbeda. Kita, menurut pendapat yang kedua ini, tidak boleh berhenti setelah menamatkan bacaan Al-Qur'an kecuali melanjutkannya langsung kepada Surah Al-Fatihah sampai 4 ayat pertama Surah Al-Baqarah. 

Adapun yang menjadi dalilnya adalah hadits tentang al-haallu wal-murtahilu (yang singgah dan yang berangkat). Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Ibnu Abbas dia berkata: "Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw, 'Amal apa yang paling Allah cintai?' Beliau saw menjawab, 'al-haallu al-murtahilu.' Orang itu bertanya lagi, 'Apakah al-haallu al-murtahilu itu?' Beliau bersabda, 'Orang yang membaca Al-Quran dari awal hingga akhirnya. Setiap kali singgah (al-haallu) [maskudnya selesai], dia berangkat lagi (al-murtahilu) [maksudnya memulai bacaannya lagi].'"

Akan tetapi, menurut Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajid dalam Merayakan Khataman Al-Quran, hadits ini lemah. Imam Tirmizi sendiri tentang hadits ini mengatakan, "Ini adalah hadits gharib, tidak kami kenal sebagai hadits Ibnu Abbas kecuali dari jalur ini sedangkan sanadnya tidaklah kuat."

"Karena itu, Ibnu Qayim dalam kitabnya I'lamul Muwaqqiin, hal. 289, juz 2 menyatakan, 'Setelah menyebutkan hadits ini, sebagian mereka memahami bahwa apabila selesai dari khatam Al-Quran, dia membaca surat Al-Fatihah dan tiga ayat dari surat Al-Baqarah, karena dia telah selesai dan memulai lagi. Perkara ini tidak dilakukan oleh seorang sahabat pun, tidak juga tabi'in dan tidak ada seorang imam pun yang menganggapnya baik. Yang dimaksud dengan hadits adalah, bahwa jika pasukan kaum muslimin selesai dari sebuah peperangan, mereka memulai peperangan baru lagi, atau apabila dia selesai dari sebuah amalan, maka dia melakukan amalan lain lagi untuk menyepurnakannya sebagaimana dia telah menyempurnakan yang pertama. Adapun yang dilakukan oleh sebagian pembaca Al-Quran, maka itu sama sekali bukan yang dimaksud oleh hadits tersebut," jelas al-Munajid. 

 

Al-Hall wal Murtahil

Namun, dari kedua pendapat yang berbeda di atas terdapat satu kesamaan, yaitu berdoa. Kita memanjatkan doa syukur atas karunia menamatkan Al-Qur'an dan memanjatkan permohonan atas keberkatan yang terkandung di dalamnya.

Betapa kita harus bersyukur mengingat Al-Qur'an adalah firman Allah. Membacanya membuat kita seakan tengah menyimak Dia bertitah. Bukankah luar biasa diajak bicara oleh Sang Penguasa jagat raya? Hasan al-Bashri menyatakan: man araada an yukallimahullahu fa 'alaihi bil-Qur'an, barangsiapa menginginkan Allah berbicara kepadanya, maka bacalah Al-Qur'an.

Bagi saya, berdoa dengan membaca doa khataman Qur'an seperti yang diyakini kelompok pertama merupakan sebentuk syukur atas karunia besar 'diajak' turut serta untuk menyimak Dia berfirman dalam Majlis Agung-Nya. Sementara, bagi yang  langsung melanjutkan bacaan hingga beberapa ayat awal Surah Al-Baqarah,sampai bagian ayat wa ulaa'ika humul muflihuun (mereka itulah orang-orang yang beruntung), adalah sebentuk kegandrungan atas betapa agungnya kesempatan yang diberikan oleh-Nya kepada kita.

Lalu bagaimana dengan saya sendiri?

Saya melakukan ini. Pertama, saya berdoa dalam bahasa sendiri, mengajukan permohonan dalam redaksi sendiri. Kedua, saya membaca doa khataman Qur'an sambil menyiasati setan yang memprovokasi kantuk agar menganggap bacaan Al-Qur'an telah usai. Ketiga, saya lanjut sampai ayat wa ulaa'ika humul muflihuun. Untuk menghindari polemik, saya menggunakan dalil yang berbeda. Rujukannya saya sandarkan pada dalil Qur'ani fa idza faraghta fanshab, yang bebas diterjemahkan sebagai 'apabila engkau telah selesai [dengan sebuah urusan], maka lakukanlah urusan lainnya dengan penuh kesungguhan'. 

Nah, tidak bolehkah kita menginginkan kembali sebuah bacaan yang melaluinya Allah berfirman kepada kita? 

Oops, sudah cukup panjang tulisan ini. Saatnya kembali melanjutkan daras Qur'an putaran kedua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun