Dari obrolan kita seputar implikasi dari fisika nirwaktu Barbour, setidaknya ada tiga poin yang menarik. Pertama, teori ini menggantikan pandangan umum bahwa waktu adalah konsep fundamental dalam fisika dengan pandangan bahwa waktu adalah hasil dari hubungan yang kompleks antara benda-benda dalam alam semesta. Dalam teori Barbour, alam semesta dianggap sebagai sebuah konfigurasi yang didefinisikan oleh letak dan gerakan partikel-partikel, dan waktu dilihat sebagai sebuah ilusi atau konvensi semata.
Kedua, alam semesta tidak berkembang seiring waktu seperti yang dipahami dalam model kosmologi standar. Barbour berpendapat bahwa alam semesta tidak memiliki awal atau akhir, dan semua perubahan dalam alam semesta dapat dijelaskan oleh perubahan dalam hubungan antara partikel-partikel. Dalam pandangan ini, tidak ada Big Bang atau keadaan kosmik awal yang perlu dijelaskan oleh fisikawan.
Dan, ketiga, teori Barbour menimbulkan pertanyaan tentang interpretasi makna kuantum dan ruang-waktu. Dalam pandangan Barbour, ruang-waktu tidak lagi dipandang sebagai sebuah 'wadah' yang mengandung peristiwa-peristiwa fisik, melainkan sebagai sebuah hubungan yang terdefinisi antara partikel-partikel di alam semesta. Hal ini membuka kemungkinan untuk interpretasi kuantum yang berbeda dan alternatif, di mana ruang-waktu bukanlah yang mendasari alam semesta.
Saat saya katakan bahwa Barbour ini adalah pembunuh waktu, si AI mengamininya namun dengan cool-nya: "Perlu dicatat bahwa teori Barbour masih kontroversial dan belum sepenuhnya diterima oleh komunitas fisikawan. Beberapa fisikawan menganggap bahwa teori ini menghadapi banyak tantangan dan belum berhasil memberikan penjelasan yang memadai atas fenomena-fenomena fisik dalam alam semesta. Â
Frank Font dalam Time: Didn't Exist before Life menyebutkan bahwa waktu adalah alat yang diciptakan oleh pikiran. Pikiran melukiskan momen-momen pada kanvas untuk merekam peristiwa dalam urutan yang tetap. Momen-momen itu sendiri adalah nirwaktu. "Waktu tidak ada tanpa pikiran. Waktu hanya ada dalam pikiran. Alam tidak menandai waktu. Kita menafsirkan perubahan alami dan buatan sebagai penanda waktu. Peristiwa atomik alami dan gerakan roda gigi buatan menjadi jam kita. Alam tidak menambahkan makna atau interpretasi apa pun. Kita menyebut sesuatu sebagai jam dan menafsirkannya untuk melacak waktu yang kita ciptakan,"ungkap Font dengan membara. Saya curiga Frank Font ini salah seorang santri dari madzhab Barbourian.Â
Saatnya Relaksasi
Al-Ghazali saya favoritkan dalam ketangguhan berlogika. Sementara Agustinus saya favoritkan kesantunannya. Keduanya dalam bingkai pembahasan berkenaan dengan waktu tentu saja. Untuk menutup tulisan ini, saya memilih tulisan Ethan Siegel Did Time Have A Beginning? yang bercorak Agustinian.Â
"Secara pengamatan, kita tidak tahu jawaban dari semua pertanyaan ini. Sejauh yang bisa kita amati, alam semesta hanya berisi informasi dari 10^-33 (10 pangkat -33) detik terakhir inflasi. Apa pun yang terjadi sebelum itu---yang mencakup apa pun yang dapat memberi tahu kita bagaimana-atau-jika inflasi dimulai dan berapa durasinya---akan terhapus, sejauh yang dapat diamati oleh kita, oleh sifat inflasi itu sendiri," tulis Ethan Siegel.
"Secara teoritis, kita tidak jauh lebih baik. Teorema Borde-Guth-Vilenkin menyatakan bahwa semua titik di alam semesta, jika kita tarik ke belakang, akan menyatu, dan inflasi tidak dapat menggambarkan ruang-waktu yang lengkap. Namun, bukan berarti keadaan mengembang tidak bisa bertahan selamanya; ini bisa berarti bahwa aturan fisika kita saat ini tidak mampu menggambarkan tahap-tahap awal ini secara akurat.
Meskipun kita bisa menelusuri sejarah kosmik sampai ke tahap-tahap awal Big Bang yang panas, tapi itu belum cukup untuk menjawab pertanyaan bagaimana (atau apakah) waktu bermula. Lebih jauh lagi, ke tahap akhir inflasi kosmik, kita bisa mengetahui bagaimana Big Bang terbentuk dan dimulai, tapi kita tidak memiliki informasi yang bisa diamati mengenai apa yang terjadi sebelumnya. Sepersekian detik terakhir dari inflasi adalah titik akhir dari pengetahuan kita.
Ribuan tahun setelah kita menjabarkan tiga kemungkinan besar tentang bagaimana waktu bermula---sebagai sesuatu yang selalu ada, sebagai sesuatu yang bermula pada suatu durasi yang terbatas di masa lalu, atau sebagai suatu entitas yang berputar---kita belum sampai pada jawaban yang pasti. Apakah waktu itu terbatas, tak terbatas, atau berputar bukanlah pertanyaan yang bisa dijawab oleh informasi yang kita miliki di alam semesta yang bisa kita amati. Kecuali kita menemukan cara baru untuk mendapatkan informasi tentang pertanyaan eksistensial yang mendalam ini, jawabannya mungkin selamanya berada di luar batas-batas yang dapat diketahui," pungkas Ethan Siegel.