Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sisi Lain

13 April 2023   11:34 Diperbarui: 13 April 2023   11:38 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.plimbi.com/article/177700/nasa-wrap-drive

Ath-thayyul haqqiyyu an tathwiya masfatad-dunya 'anka hatta tarl khirata aqrabu ilaika minka

"Perjalanan singkat  yang sesungguhnya ialah jika engkau memperpendek jarak dunia hingga engkau dapat melihat akhirat lebih dekat dari dirimu sendiri." (Syekh Ibnu Atha'illah, kitab Al-Hikam)

Lazim sudah kita memaknai kata-kata berhikmah ini dari perspektif rohani bahwa hidup di dunia ini hendaknya layaknya akan mati di esok hari, atau dalam satu redaksi lainnya layaknya pengembara yang rehat sejenak di bawah pohon teduhan, sehingga kita seyogianya lebih fokus kepada kehidupan di alam keabadian. Sebegitu fokusnya kita sehingga kehidupan akhirat membayang  di mata kita selekat mata mereka yang didekati ajalnya. Semelakat gambaran kota tujuan bagi mereka yang menempuh safar dengan segenap kerinduannya. Hakikatnya, ia seakan telah sampai di tujuan sebelum tibanya.

Alhafiz dalam Ini Pengertian Keramat Menurut Ibnu Athaillah mengutip penjelasan Asy-Syarqawi berkenaan dengan kutipan di awal tulisan ini:

"(Lipatan hakiki adalah kau) wahai murid (melipat jarak dunia) dalam arti kau tidak sibuk dengan kelezatan dan keinginan duniawi serta tidak bergantung padanya, tetapi kau tersembunyi darinya (sehingga kau melihat akhirat lebih dekat ketimbang dirimu sendiri) dalam arti akhirat tampak di hadapan kedua matamu. Akhirat tidak tersembunyi. Inilah lipatan jarak hakiki di mana Allah memuliakan para wali-Nya. Dengan lipatan hakiki ini, kehambaan mereka kepada Allah terwujud, bukan dengan melipat jarak dalam arti langkah 'ajaib'. Pasalnya langkah ajaib itu bisa jadi bentuk istidraj dan tipu daya belaka. Lipatan hakiki juga bukan melipat jarak waktu malam dan siang dengan tahajud dan puasa karena boleh jadi riya dan ujub terselip di dalam keduanya sehingga berakhir dengan kerugian." (Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, Al-Haramain, 2012, juz I, halaman 67)

Lebih lanjut lagi, masih dari kitab yang sama Alhafiz melanjutkan kutipannya:

"Seorang hamba tidak mungkin melipat jarak dunia kecuali setelah terbitnya cahaya keyakinan di dalam hatinya. Ketika cahaya itu terbit, dunia lenyap dari pandangannya dan ia melihat akhirat hadir di hadapannya dan muncul di dekatnya. Orang yang pandangannya seperti ini takkan terbayang padanya mencintai sesuatu yang fana, yaitu dunia, dan menganti sesuatu yang kekal, yaitu akhirat, dengan dunia. Sedangkan orang yang tidak terbit cahaya keyakinan di dalam hatinya akan mencintai dunia, mengutamakan dunia ketimbang akhirat, bergantung pada dunia, dan lenyap dari kehadiran Allah karena kelemahan keyakinan dan ketakwaannya." (Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, Al-Haramain, 2012, juz I, halaman 68)

Cukup sudah rasanya kedua kutipan di atas dalam menjelaskan maksud dari kata-kata Ibnu Athaillah secara arus utama. Dalam tulisan ini, saya akan mencoba mencari makna lain di baliknya.

Mencari makna lain dari ath-thayyu (lipatan) 

Di kalangan para sufi, menurut Ibnu bnu Ajibah al-Hasani dalam karyanya Iqazhul Himam fi Syarhil Hikam sebagaimana dikutip dari Nafahat at-Thariq, ath-thayyu (lipatan) terbagi menjadi empat bagian, dan menurut tasawuf terbagi menjadi empat jenis: lipatan waktu, lipatan tempat, lipatan dunia dan lipatan diri atau jiwa.

Oh iya sedikit spoiler, karena ini adalah dunia tasawuf jadi mohon bersiap untuk menemukan kemuskilan-kemuskilan dalam penjelasan berikut ini. Mari kita mulai.

Pertama, thayyuz-zamani (lipatan waktu). Adapun lipatan waktu adalah ketika waktu pendek di satu tempat dan diperpanjang di tempat lain. Seperti kisah seseorang yang telah melewati tahun-tahun di satu tempat dan di tempat lain satu jam atau satu hari. Dikisahkan seseorang yang keluar untuk mandi di sungai Efrat di Irak pada hari Jumat menjelang tengah hari, dan ketika dia selesai mencuci dia tidak menemukan pakaiannya, maka dia menyusuri sebuah jalan untuk mencarinya dan akhirnya sampai dia memasuki Mesir, di mana dia menikah dan memiliki seorang anak laki-laki. Dia tinggal selama tujuh tahun, kemudian suatu ketika dia pergi mandi pada hari Jumat dengan sungai Nil Mesir, dan setelah selesai, dia menemukan pakaian pertamanya---yang ia dulu cari-cari, lalu dia menyusuri sebuah jalan, dan dia pun berada di Bagdad sebelum sholat Jumat sejak hari dia keluar.

Kedua, thayyul makan (lipatan tempat). Adapun pelipatan tempat misalnya di Mekkah, jika seseorang berada di negara lain. Hal ini  sudah diketahui oleh para wali Allah, diantaranya Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi. Dia berkata: "Demi Allah, tidaklah para wali  pergi dari satu titik ke titik lainnya dalam sekejap sampai-sampai bila mereka bertemu dengan orang-orang seperti kita, dan jika saja mereka tidak punya kekuatan, maka sungguh mereka telah diserang [saking kagetnya akan kemunculan mereka]."

Ketiga, thayyud-dunya (lipatan dunia). Adapun melipat dunia adalah ketika engkau menutupi jaraknya dengan kezuhudan dan ketidakberhajatan darinya serta mencapai keyakinan penuh dalam hati kita, sehingga apa yang datang pada kita akan menjadi kenyataan, atau seperti kenyataan. 

Keempat, thayyun-nufus (lipatan diri/jiwa). Adapun melipat jiwa, adalah ketiadaan dirinya dalam Allah, tercapainya puncak dan sempurnanya perjumpaan. Sebagaimana perkataan Syekh Abu Al-Abbas Al-Mursi: "Dalam hal ini, bukan masalah bumi terlipat untuk kita, baik kita berada di Mekkah atau negara lain, melainkan keaadaan diri kita terlipat dari kita pada saat kita bersama Tuhan kita."

Dalam Jurus Melipat Bumi ala Ulama Sufi, Khoirum Millatin mengutip pernyataan Syeikh Abul Abbas Al-Mursi lainnya berkenaan dengan karamah dalam pembahasan thayyul ardhi (melipat bumi) yang adalah nama lain dari thayyul makan: "Melipat itu ada dua macam yaitu yang sifatnya kecil dan besar. Adapun yang kecil itu adalah melipat yang dilakukan oleh ulama-ulama sufi dengan cara dilipatnya bumi untuk mereka dari wilayah bagian timur hingga wilayah bagian barat dalam satu waktu. Sedangkan melipat dalam arti besar adalah melipat sifat-sifat nafsu."

Kisah-kisah sufistik ini setidaknya bisa temukan dalam syarah (penjelasan) kitab Al-Hikam berjudul Iqazhul Himam fi Syarhil Hikam karya Ibnu Ajibah al-Hasani. Fenomena mempersingkat jarak dan waktu (atau sebaliknya) menggugat keabsulatan ruang dan waktu dalam kekaprahan sehari-hari. 

Kisah lainnya dari berbagai sumber tidak kalah mencengangkan. Bagaimana kita menalar kisah seorang sahabat yang shalat 1000 rakaat dalam semalam, atau mengkhatamkan 41 kali Al-Qur'an dalam satu malam? Atau, riwayat masyhur tentang lamanya shalat Nabi Muhammad saw di mata Asiyah ra namun nampak biasa bagi Sang Nabi. 

Atau, bahkan kisah malam yang menjadi lebih lama demi memberi kesempatan Ali bin Thalib turut berjamaah dengan Rasulullah saw seperti dikisahkan dalam kitab Al-'Ushfuriyyah karangan Syaikh Muhammad bin Abu Bakar. Saat Sayyidina Ali menuju ke mesjid untuk berjamaah dengan Rasulullah saw di waktu subuh. Sayangnya, di depan beliau berjalan seorang kakek yang sangat renta. Karena takjim kepada yang sepuh, Sayyidina Ali memilih untuk berjalan pelan di belakangnya. Hingga fajar terlihat nyaris akan terbit. Demi melihat keutamaan akhlak ini, Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril untuk menahan punggung Rasulullah saw pada posisi rukuk beliau sedemikian lama agar Sayyidina Ali masih mendapatkan 1 rakaat  berjamaah dengan beliau saw. Bukan itu saja, Allah SWT pun menyuruh malaikat Mikail untuk menahan matahari agar ia tidak terbit demi sempurnanya dua rakaat shalat Sayyidina Ali.

Fenomena rekayasa ruang dan waktu nampaknya bukan hal yang asing dalam dunia sufisme. 

Teknologi Warp Drive

Kejutan lain yang menggoda nalar adalah penggunaan kata ath-thayyu yang memiliki makna harfiah lipatan. Sebuah fenomena yang populer di kalangan ulama sufi sebagai melipat ruang dan waktu. Sementara dunia fisika teoritis modern mengenalnya dengan istilah warp. 

Adam Frank dalam Is a warp drive possible? di laman Big Think menggoda kita dengan paragraf awalnya:

"Jarak antar bintang sangat jauh sehingga bisa membuat otak Anda meleleh. Ambil contoh wahana Voyager 1, yang telah melakukan perjalanan dengan kecepatan 35.000 mil per jam selama lebih dari 40 tahun dan merupakan objek manusia pertama yang melintasi ruang antarbintang. Kedengarannya keren, kecuali dengan kecepatannya saat ini, masih dibutuhkan 40.000 tahun lagi untuk melintasi jarak tipikal antar bintang.

Lebih buruk lagi, jika Anda berpikir tentang perjalanan antarbintang, alam memberikan batasan keras pada akselerasi dan kecepatan. Seperti yang ditunjukkan Einstein, tidak mungkin mempercepat benda masif apa pun melebihi kecepatan cahaya. Karena galaksi berdiameter lebih dari 100.000 tahun cahaya, jika Anda bepergian dengan kecepatan kurang dari cahaya, sebagian besar jarak antarbintang akan memakan waktu lebih dari seumur hidup manusia untuk diseberangi. Jika hukum fisika yang diketahui berlaku, maka tampaknya peradaban manusia yang menjangkau galaksi tidak mungkin."

Nampaknya pupus sudah harapan kita untuk menjadi penjelajah jagat raya membaca pernyataan Adam Frank ini. "Kecuali tentu saja Anda dapat membuat warp drive," tambahnya.

Sejak batas kecepatan suara berhasil dilampaui, kita mengalihkan perhatian kita kepada bagaimana cara kita menembus batas kecepatan cahaya. Inilah menurut NASA yang kini menjadi landasan hipotetikal adanya warp drive atau apapun istilah lainnya untuk perjalanan yang lebih cepat dari cahaya. Hanya saja semua ini masih tetap pada tingkat spekulasi.

Sementara untuk cara kerjanya, Sony dalam NASA Warp Drive membeberkan wahana ini akan menghasilkan gelembung ruang waktu ketika melengkung bersama dengan pesawat ruang angkasa, yang kemudian akan 'berkontraksi dan berputar' selama proses tersebut. Gelembung akan terbentuk di sekitar kapal dan melengkung di belakangnya sebagai cara untuk mengurangi jarak kapal.

Gambaran senderhananya mirip konsep lipatan ruang-waktu dalam dunia tasawuf. Ruang dilengkungkan sedemikian rupa hingga seolah melipatnya sehinga jarak menjadi sangat dekat. Meski menurut NASA semua ini belum akan terwujud dalam waktu dekat, akan tetapi paper Bobrick dan Martre, menurut Adam Frank,  benar-benar membuat kemajuan sebagaimana tergambar dalam pernyataan kedua penulisnya pada bagian akhir papernya:

"Salah satu dari simpulan utama penelitian kami adalah bahwa  warp drives jauh lebih sederhana dan tidaklah semisterius objek-objek yang telah disarankan literatur pada umumnya."

Benarkah? Kita lihat saja nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun