Pagi ini saya mendapatkan pengalaman yang menarik. Saat memutar ulang Le Quattro Stagioni atau Four Seasons–nya Vivaldi, sebuah inspirasi terbersit. Empat musim---terjemahan sederhana untuk Le Quattro Stagioni (Italia) atau Four Seasons (Inggris)---terasa memiliki kesebangunan citra dengan Camellia tetralogi-nya Ebiet G. Ade.
Tetralogi adalah gabungan suatu karya yang terdiri dari empat karya berbeda namun berhubungan. Awalan tetra- dalam bahasa Yunani berarti empat. Selain kata tetralogi, kata quadrilogi juga sering dipakai untuk menunjukkan makna yang sama. Bedanya bila tetra- dari bahasa Yunani, maka quadri- diambil dari bahasa Latin yang juga berarti empat. Kata quattro merupakan turunan dari kata Latin, quadri.
Tetralogi Camellia merupakan salah satu karya Ebiet G. Ade yang legendaris dalam belantika musik Indonesia. Camellia I (medio 1979), Camellia II (Desember 1979), Camellia III (Juli 1980) dan Camellia IV (Desember 1980) dirilis berupa album dengan nama yang sama sepanjang tahun 1979-1980. Keempatnya saya akrabi lewat radio-radio berfrekuensi AM saat kecil dulu. Sementara Empat Musim-nya Vivaldi sama sekali belum terindera.
Sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, ada sebentuk momentum efifanik saat menemukan kesebangunan tetralogi Empat Musim dan Camellia. Saya akan mencoba membandingkannya.
Kandungan lagu Camellia I sebanding La Primavera (musim semi). Benih cinta bersemi dalam hati seperti tercermin dari lirik berikut:
“Dia Camellia
Engkaukah gadis itu?
Yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi
Di s'tiap tidurku?”
Kemudian, beranjak ke Camellia II yang seakan mencerminkan L’estate (musim panas). Dari bagian awal lagu kita mendapatkan citra kemabukan cinta:
“Gugusan hari-hari
Indah bersamamu Camelia
Bangkitkan kembali
Rinduku mengajakku kesana.”
Lalu, kita memasuki fase L’autunno (musim gugur) yang digambarkan Camellia III. Bagian verse dan bridge melukiskan keretakan hubungan yang dialami sepasang kekasih:
“Maafkan bila waktu itu
Kucabut dan kubuang
Kau pungut lagi dan kau bersihkan
Engkau berlari sambil menangis
Kau dekap erat kembang itu
Sekarang baru aku mengerti.”
Ternyata kembangmu
Kembang terakhir yang terakhir.”
Dan akhirnya kita tiba pada Camellia IV. Seakan tidak terlalu sulit untuk menangkap suasana L’inverno (musim dingin). Sebuah gambaran membeku dan berakhirnya hubungan antara sepasang kekasih akibat kematian salah satu dari antaranya, seperti tersurat dari lirik lagunya:
“Batu hitam di atas tanah merah
Di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Sorgalah di tanganmu.”
Siapakah sebenarnya Camellia dalam lagu Ebiet G. Ade tersebut?
“Sejujurnya Camellia adalah hanya figur imajinatif yang saya ciptakan di dalam kepala saya dan saya puja-puja," ungkap Ebiet seperti dilansir Kumparan dalam Konser Ebiet G. Ade dan Filosofi di Balik Tembangnya.
Arti dan Simbol Bunga Camellia
Kata Camellia (Kamelia-Indonesia) menurut kamus Cambridge adalah semak dengan daun gelap berkilau dan bunga besar berwarna putih, merah muda, atau merah yang mirip dengan mawar.
Kamus Oxford membubuhkan keterangan lebih bahwa nama genus Camellia diambil dari nama pendeta Jesuit dan ahli botani bernama Georg Kamel. Julukan spesifik japonica diberikan kepada spesies tersebut oleh Carl Linnaeus pada tahun 1753 karena Engelbert Kaempfer adalah orang pertama yang memberikan deskripsi tanaman tersebut saat berada di Jepang.
Sementara menurut Dany Rhys di Symbol Sage dalam Camellia Flower–Meaning and Symbolism bunga ini secara tradisional di Tiongkok, Kamelia dianggap sebagai penyatuan antara dua orang. Untuk lebih jelasnya, bagian kelopak bunga atas melambangkan laki-laki, sedangkan kelopak bunga bawah melambangkan perempuan.
Biasanya, kelopak atas dan kelopak bawah terpisah saat bunga mati. Dalam kasus kamelia, kelopak atas dan kelopak bawah jatuh bersamaan. Untuk alasan ini, bunga yang indah ini diyakini menandakan cinta abadi.
Saya sendiri tergoda untuk melacak kata Camellia dari bahasa Arab. Setidaknya ada dua kata yang bisa dijadikan rujukan. Pertama, kata Kamel menurut Wikitionary berarti unta (camel-Inggris, جَمَلٌ-Arab). Namun, karena kata indah atau cantik (جَمِيْلٌ-Arab) memiliki kedekatan dengan pelafalan, maka sangat boleh jadi nama Kamel lebih merujuk kepada kata yang terakhir alih-alih yang pertama.
Kedua, kata Kamel mungkin serapan dari kata Arab كَامِلٌ (sempurna). Camillus adalah istilah untuk pembantu seorang pendeta atau pemuda yang bertugas mengkhidmati agama. Menilik kemungkinan ini, Camellia lebih cocok dengan arti kata terakhir dari kemungkinan yang pertama, جَمِيْلٌ (indah atau cantik).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H