Oleh karena itu, proses ini dengan tepat disebut 'potensiasi' oleh para ahli homeopati. Ahli homeopati percaya bahwa obat yang paling manjur adalah obat yang telah dipotensiasi ke titik di mana tidak ada molekul 'aktif' yang tersisa.
Untuk alasan ini, saya memutuskan untuk mengurangi porsi makan harian. Akan tetapi sejak tidak mudah untuk mengatur porsi makan, saat banyak undangan acara dan pertemuan yang di dalamnya selalu ada jamuan makan disediakan tuan rumah atau penyelenggara, maka puasa nafal Senin-Kamis dan puasa sunnah lainnya merupakan solusi yang paling aman.Â
Bukan hanya aman akan tetapi sekaligus menguntungkan. Pertama, kita tidak akan terjebak dalam diet yang ekstrem. Kedua, kita juga sembari memenuhi satu dari sekian sunnah yang Nabi saw ajarkan. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Sebuah dimensi lain dari less is more.
Hari Kamis adalah hari yang memiliki kekhasan tersendiri dalam tiap minggunya, selain Senin tentunya, dalam kaitannya dengan puasa. Saya memutuskan untuk belajar berpuasa. Salah satu keuntungan dari puasa sunnah adalah terbebasnya kita dari ritual persiapan menu sahur dan berbuka seperti halnya selama bulan Ramadan. Segelas air putih dan beberapa suap makan saja sudah cukup sebagai menu bersahur.
Pukul 03.30-04.00
Saya termasuk orang yang beruntung bisa dengan begitu mudah tertidur. Bukan itu saja, bahkan tidur benar-benar bisa menjadi obat atas beberapa penyakit yang sempat saya alami. Â Â
Dini hari itu, Kamis, 26 Mei 2022 saya sudah berniat untuk berpuasa. Nampaknya semua akan berjalan seperti biasa. Sebuah hari Kamis yang manis dan dinamis. Rutinitas pagi, siang dan sore hari berjalan dengan manisnya. Hanya saja bagian dinamisnya baru terjadi saat shalat Maghrib berlangsung satu rakaat.Â
Sepupu dari istri masuk ke rumah dan dengan nada ketakutan memberi tahu, padahal kami sedang dalam keadaan shalat, bahwa ada seekor ular weling (Bungarus candidus) melintang di pertigaan jalan menuju halaman depan rumah kami.
Tidak kurang dari empat atau lima menit setelah itu, ternyata ular sepanjang lebih dari setengah meter itu masih tetap pada posisi semula. Paman saya membunuhnya. Uniknya ular tersebut seakan sadar bahwa keberadaannya telah diketahui manusia.Â
Ular itu sadar bahwa ia telah menebarkan rasa takut kepada manusia. Ia merasa bersalah. Ia menebus kesalahannya dengan menunggu kematiannya tepat di mana ia terlihat oleh manusia. Ia memilih untuk tidak menyelamatkan diri. Ia tahu bahwa manusia adalah makhluk mulia yang kepadanya ia harus berkhidmat. Tanpa terasa pelupuk mata ini dipenuhi bulir-bulir hangat yang memburamkan pandangan. Maafkan kami, Bungarus candidus! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H