Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta yang merupakan cabang bahasa Indo-Arya. Sementara itu, di kawasan Nusantara (kemudian menjadi Indonesia) para penduduknya merupakan penutur asli bahasa  rumpun Austronesia dari cabang Melayu-Polinesia yang oleh Wouk & Ross (2002) disederhanakan sebagai berikut:
- Bahasa Kalimantan-Filipina atau bahasa Malayo-Polinesia Barat Luar (Hesperonia Luar): terdiri dari banyak bahasa seperti Dayak Ngaju, Gorontalo, bahasa Bajau, bahasa-bahasa Minahasa, Tagalog, Cebuano, Hiligaynon, Ilokano, Kapampangan, Malagasi, dan Tausug.
- Bahasa Malayo-Polinesia Inti (Probabilitas menyebar dari Pulau Sulawesi).
- Bahasa Sunda-Sulawesi atau bahasa Malayo-Polinesia Barat Dalam (Hesperonia Dalam), contoh: Indonesia Barat, Bugis, Aceh, Cham (di Vietnam dan Kamboja), Melayu, Indonesia, Iban, Sunda, Jawa, Bali, Chamoru, dan Palau.
- Bahasa Malayo-Polinesia Tengah-Timur.
- Bahasa Malayo-Polinesia Tengah atau bahasa Bandanesia: sekitar Laut Banda yaitu bahasa-bahasa di Pulau Timor, Sumba, Flores, dan juga di Aibku.
- Bahasa Malayo-Polinesia Timur atau dinamakan juga bahasa Melanesia.
- Halmahera Selatan-Papua Barat-Laut: beberapa bahasa di pulau Halmahera dan sebelah barat pulau Irian, misalnya bahasa Taba dan bahasa Biak.
- Bahasa Oseanik: Termasuk seluruh bahasa-bahasa Austronesia di Melanesia dari Jayapura ke timur, Polinesia dan beberapa agung Mikronesia.
Menurut laman Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra saat ini di Indonesia terdapat tidak kurang dari 718 bahasa daerah.
Secara linguistik, kita bisa menarik simpulan bahwa kata Pancasila merupakan jejak kebhinekaan leluhur kita, seperti halnya Nusantara---yang berasal dari bahasa Kawi yang sangat kental pengaruh Sanskertanya dan terlebih lagi Indonesia---dari bahasa Yunani, indos (India, Indus) dan nesos (kepulauan). Kata Pancasila sendiri menjadi bukti kelapangan dada warga Nusantara dulu dalam menerima budaya luar. Sebagaimana umum diketahui ketika agama Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara, kebudayaan dan peradaban Austronesia pun sudah ada yang kemudian berakulturasi dengan peradaban dan kebudayaan Hindu-Buddha.
Kata Pancasila mengisyaratkan bahwa bahasa, ras, suku, adat dan agama hanyalah sebatas identitas. Kata Pancasila mengajarkan kepada kita bahwa penanda atau identitas itu ada agar kita saling mengenal dan berkoesistensi. Unsur-unsur SARA tersebut tidak untuk mengunggulkan seseorang dari yang lain sebagai penyandang identitas tertentu. Kita setara dan satu martabat. Kesejatian kita terletak pada nilai kemanusiaan yang berketuhanan yang tersarikan dalam dua sifat: welas (kasih) dan asih (sayang). Untuk tujuan ini pula, dalam dimensi atau karakter profil Palajar Pancasila, Beriman kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, pada elemen kunci akhlak beragama ditegaskan bahwa mengenal sifat-sifat Tuhan dan menghayati bahwa inti dari sifat-sifat-Nya adalah kasih dan sayang.
Selamat memaknai Hari Lahir Pancasila!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H