Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Lahir Pancasila: Sebuah Renungan

1 Juni 2022   09:41 Diperbarui: 1 Juni 2022   09:47 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila sudah ada dan dikenal sejak jaman kerajaan Majapahit (1293-1527), yaitu dalam kitab Negarakertagama (1365) karangan Mpu Prapanca dan kitab Sutasoma (1365-1389) karangan Mpu Tantular. Sementara semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditemukan pertama kali dalam kitab Sutasoma. Kedua pilar kebangsaan ini ditampakkan dalam lambang negara kita, Garuda Pancasila: Pancasila berupa lambang-lambang silanya pada bagian dada Garuda, sementara Bhinneka Tunggal Ika di bagian pita yang dicengkram erat oleh kedua kaki sang Garuda.

Pancasila dalam Kurikulum Merdeka

Dalam kabinet periode 2019-2024, melalui Kurikulum Merdeka, Kemdikbudristek mengemas visi kementerian ini dalam redaksi "Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendukung Visi dan Misi Presiden untuk mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global." Secara eksplisit Pancasila dicantumkan sebagai tujuan dari pendidikan bangsa Indonesia dengan enam dimensi atau karakteristik yang dimiliki seorang pelajar, yaitu: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Sebutan Kurikulum Merdeka sendiri secara filosofis merujuk kepada pernyataan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, bahwa: "Ketahuilah bahwa 'budi' itu berarti 'fikiran-perasaan-kemauan', dan 'pekerti' itu artinya 'tenaga'. Dengan adanya 'budi pekerti' itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri, zelfbeheersching). Inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya."

Sementara itu, urgensi profil pelajar Pancasila tersirat dari pernyataan Ki Hajar bahwa: "Pendidikan diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak; menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat." Tuntunan terbaik adalah tuntunan yang berdasarkan nilai-nilai luhur yang hidup di sekitar lingkungan tumbuh anak-anak Indonesia, yakni kumpulan kearifan lokal dan filosofi bangsa yang kemudian disarikan menjadi Pancasila. Pendidikan yang berkorelasi erat dengan nilai-nilai luhur inilah yang akan menjadi para pelajar selamat dan bahagia. Pendidikan yang senafas dengan kebangsaan dan yang tidak tercerabut dari akar keindonesiaannya.

Relasi Pancasila dan Agama

Beberapa pengamat menilai penggunaan frasa Profil Pelajar Pancasila merupakan reaksi atas gencarnya serangan ideologis, baik kiri maupun kanan. Pandangan tersebut tidaklah sepenuhnya salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. Pancasila sebagai ideologi bangsa tentu memiliki hak sekaligus kewajiban untuk mempertahankan keberadaannya. Ia adalah jati diri bangsa. Siapapun yang ingin hidup di bumi Indonesia merupakan kepantasan yang bermartabat untuk menerima Pancasila sebagai ideologi kebangsaan dan kenegaraannya. Satu hal yang perlu digaris bawahi mengapa bisa dianggap salah adalah ketika pandangan tersebut secara tidak adil dicitrakan sebagai sikap memusuhi ideologi lainnya.

Sebut saja misalnya, Pancasila versus Islam. Jelas ini tidak benar. Keduanya tidak untuk diadukan, dibenturkan bahkan untuk dibandingkan. Sejarah justru membuktikan perumusan Pancasila lahir dari para pendiri bangsa yang berlatarkan beragam agama, termasuk Islam. Islam tidak pernah tunduk ataupun berkompromi dengan Pancasila. Pun demikian dengan agama lainnya. Islam dan agama lainnya memandang bahwa nilai-nilai luhur yang tumbuh dari bumi Indonesia (baca: Nusantara)---yang kemudian para pendiri bangsa ini kristalisasikan ke dalam Pancasila---tidak bertentangan dengan ajaran agama manapun. Masing-masing agama merasakan Pancasila sebagai ekspresi sosial dan kebernegaraan ajaran agama mereka.    

Pesan yang Terkandung dalam Nama

Tepat satu tahun lalu, 1 Juni 2021, saya menuliskan sebuah refleksi sederhana dalam memaknai Hari Lahir Pancasila.  Untuk tahun ini, terbetik untuk sedikit menambahkan dari sudut pandang kebahasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun