Saya dibesarkan saat radio masih berjaya di udara. Setidaknya radio mewarnai masa ketika saya tumbuh. Sekitar tahun 1987, sebuah lagu sempat merajai tangga lagu populer di Indonesia.Â
Lagu tersebut adalah Lentera Cinta. Dan adalah Nicky Astri yang mempopulerkannya. Bucky Wikagoe, kakak kandung dari Nicky Astria sendiri, menuliskan lagu itu khusus untuk sang adik, yang pada dekade itu didapuk sebagai lady rocker papan atas Indonesia.
Umumnya kita menganggap lagu Lentera Cinta sebagai lagu kasmaran biasa. Namun, bila kita renungkan dengan saksama ternyata tidaklah seprofan yang kita kira.Â
Untuk mengajak para pembaca---terutama yang bukan berasal dari Generasi X--- saya tuliskan lirik lagu tersebut. Silakan simak lirik berikut ini!
Seribu kali kucoba menghindari
Seribu kali kucoba tak kembali
Namun langkahku menjadi kian pasti
Menatap bayangmu dalam cinta yang semu
Seribu kali 'ku menatap gambarmu
Seribu kali 'ku menyebut namamu
Hasrat padamu kian mendesak kalbu
Namun selalu aku merasakan tak mampu
Ke mana 'ku harus melangkah?
Jejakmu samar-samar kuikuti
Ke mana 'ku harus melangkah?
Cintamu terlalu sulit untukku
Terangilah Kasih, lentera cintamu itu,
Agar 'ku tak jatuh dalam kegelapan
Agar 'ku tak jatuh dalam kegelapan
Ke mana 'ku harus melangkah?
Jejakmu samar-samar kuikuti
Ke mana 'ku harus melangkah?
Cintamu terlalu sulit untukku
Terangilah kasih, lentera cintamu itu
Agar 'ku tak jatuh dalam kegelapan
Agar 'ku tak jatuh dalam kegelapan
Agar 'ku tak jatuh dalam kegelapan
Bukankah cukup mudah untuk memasukkannya ke wilayah kisah-kasih sufistik?
Ya. Cukup dengan mengubah mu menjadi Mu atau memberikan tanda kutip pada beberapa kata untuk menjadikannya secara alegoris berubah makna. Cinta seorang pecinta kepada kekasihnya merupakan bayangan cintanya kepada Sang Kekasih.Â
Setiap keindahan yang terindera adalah pantulan keindahan sejati dari Sang Keindahan. Hanya saja kita sering tersesat dalam rasa dan terpenjara dalam keterbatasan indera.
Saya tentu saja tidak sefilosofis ini saat menyimaknya lewat radio atau layar tv nasional. Saya hanyalah anak SMP yang beranjak remaja dan mulai mengenal rona romansa. Sesederhana itu saja.
Dialog Lentera dengan Si Buta    Â
Saat belajar di Bandung sekitar tahun 1995, saya menemukan cerita untuk anak tentang seorang buta yang kalau malam hari suka membawa lentera. Banyak orang mentertawakannya.
"Mengapa engkau membawa lentera itu? Bukankah lentera tidak ada gunanya bagimu, Bapak Tua?" goda seseorang.
"Ya. Lentera ini tidak ada gunanya bagiku," jawabnya dengan tenang.
"Aku bisa berjalan tanpa bantuan cahaya. Siang dan malam bagiku sama saja. Tapi tidak demikian halnya denganmu, anak muda. Meski matamu awas akan tetapi kegelapan malam menjadikan matamu sama butanya dengan mataku. Untuk itu aku membawa lentera. Lentera ini untukmu. Untuk orang-orang sepertimu yang hanya bisa melihat dengan cahaya," ujarnya sambil melanjutkan langkahnya. Â
Ini adalah dialog tentang terang. Tentang menerangi dan diterangi. Â
Pertama, sejak terang tidak relevan dengan ia yang tidak memiliki penglihatan, maka lentera yang ia bawa di kegelapan malam dimaksudkan semata untuk melindungi dirinya agar tidak terlanggar oleh pejalan kaki yang berpapasan dengannya.Â
Sebab, bahkan orang yang berpenglihatan sekalipun dikarenakan tidak adanya penerangan akan sama butanya dengan ia yang tanpa penglihatan sama sekali.
Lalu yang keduanya, bagaimana sang tuna netra tersebut bisa mengetahui kalau lenteranya itu menyala atau tidak? Boleh jadi ia harus terlanggar dulu oleh seseorang yang berjalan berlawanan arah untuk menyadari bahwa lenteranya padam.Â
Ia memerlukan seseorang yang berpenglihatan---bahkan meskipun seseorang itu justru yang melanggarnya---untuk memberitahunya bahwa lenteranya padam.
Lentera dan Ramadan
Ramadan juga, menariknya, identik dengan lentera. Dalam sejarah Islam, kita bisa mengetahui bahwa muslimin Mesir yang pertama menemukan gagasan "Lentera Ramadan". Tradisi ini bisa dilacak sampai ke masa dinasti Fatimiyah (910-1171) sebelum kemudian menyebar ke berbagai negeri di dunia.
Konon, salah seorang khalifah dari dinasti Fatimiyah biasa keluar rumah jelang malam Ramadan dengan putra-putrinya, masing-masing membawa lentera untuk menerangi jalan sembari mendendangkan syair-syair perayaan Bulan Suci Ramadan.Â
Dalam riwayat lain, salah satu dari Khalifah Fatimiyah memerintahkan untuk menerangi masjid-masjid sepanjang malam-malam Ramadan dengan lentera dan lilin.
Juga diriwayatkan bahwa lentera digunakan oleh para wanita saat berjalan menuju masjid---yang dipimpin seorang anak laki-laki---sehingga para pejalan kaki lainnya akan segera mengetahui akan kehadiran para wanita dan segera memberikan jalan.
Orang Arab menyebut lentera dengan kata al-fanoos. Sebuah kata yang diserap dari kata Yunani phanos yang artinya cahaya atau lentera.Â
Agak tidak habis pikir juga mengapa orang Arab tidak menyebutnya sebagai mishbah saja. Boleh jadi salah satu penyebabnya adalah akulturasi budaya Arab-Eropa pasca masuknya Islam ke bumi Andalusia. Â
Kata lentera sendiri sebenarnya bisa dilacak secara etimologis sejak abad ke-13 atau 1400an jauh sebelum tradisi al-fanoos menyebar di kekhalifahan Fatimiyah yang berakhir tahun 1171.Â
Lentera merupakan kata yang berasal dari bahasa Sanskerta kemudian diserap ke dalam bahasa Latin sebagai lanterna, lalu dalam bahasa Yunani lampter yang berarti 'obor, lampu'. Kata lampter sendiri berasal dari kata kerja lampein 'bercahaya'. Rupanya kata lampion berasal dari akar kata Yunani lampein.
Ramadan: Bulan Turunnya Sang Lentera Agung
Ramadan adalah bulan di mana cahaya dan penerang umat manusia teragung turun ke bumi. Al-Qur'an. Nama lain lagi dari Al-Quran adalah An-Nur sebagaimana firman Allah SWT berikut:
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. Dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran)." (QS An-Nisa: 174)
Lentera Ramadan ternyata simbol dari benderangnya malam-malam Ramadan sebagai berkah dari turunnya Al-Qur'an ke bumi pada bulan mulia ini.
Selamat menunggu berbuka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H