Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Layla Majnun: Sebuah Kisah Cinta Sufistik

11 April 2022   13:21 Diperbarui: 11 April 2022   13:29 1770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.wikipedia.org/wiki/Layla_dan_Majnun

The Beauty is the Eyes of the Beholder

Adalah Margaret Wolfe Hungerford konon yang pertama kali mempopulerkan kalimat tersebut pada tahun 1878 dalam bukunya Molly Bawn. Ya, kecantikan atau keindahan itu bergantung kepada yang memandangnya.

Konon saat seorang seorang yang penasaran akan kecantikan Layla mendatanginya. Ia terheran-heran karena Layla tidak seperti yang ia bayangkan.

"Qays menjadi Majnun (Gila) karena kamu?" tanyanya kepada Layla.

"Sungguh tak masuk akal. Apa yang di lihatnya darimu hingga membuatnya tergila-gila? Kamu bukanlah wanita yang sangat cantik. Banyak wanita lain yang secantik kamu, bahkan melebihimu," tambah sang penanya.

Layla menjawab, "Diamlah. Yang dia lihat tidak terlihat olehmu, karena kamu bukan Majnun. Kamu tidak tahu karena kamu bukan yang mencintai."

Jawaban Layla dengan tepat menggambarkan makna dari kalimat yang dipopulerkan oleh Hungerford di atas.

Kutipan dialog ini tidak ada dalam Layla Majnun gubahan Nezami. Versi Nezami merupakan versi yang paling masyhur dan dianggap sebagai arus utama kisah romansa yang sebenarnya berasal dari tanah Arab itu. Layla Majnun merupakan kisah yang mendunia kedua dari Timur Tengah setelah Alfu Laylatin wa Laylah (Seribu Satu Malam). Namun, seperti halnya kisah tokoh Si Kabayan, Nasruddin atau Abu Nawas, selalu ada versi lain di luar pengisahan arus utamanya. Pun demikian dengan Layla Majnun.

Kisah Cinta Sufistik dalam Layla Majnun

Qays larut dalam kecintaan kepada Layla. Cinta yang telah membuatnya menjadi gila. Kata Arab untuk gila adalah majnun. Akan tetapi Layla Majnun bukanlah kisah romansa semata. Kisah ini merupakan kisah alegoris tentang cinta seorang hamba kepada Sang Kekasih Sejati. Berikut saya kutipkan satu bagian lain dari kisahnya.

Suatu ketika di rumah Layla di adakan pesta, semua warga desa di undang. Majnun yang tak di undang menyusup masuk sampai di dalam rumah. Dia melihat orang-orang sedang antri. Di lihatnya pula Layla sedang menghidangkan makanan satu persatu pada tamu bapaknya Diapun kemudian ikut antri, dengan harapan dapat bertemu Layla meskipun hanya sebentar.

Satu persatu, Majnun melewati antrian. Makin dekat dengan si kekasihnya itu, hatinya semakin menggelora. Lama sudah ia memendam rindu. Dan, inilah waktu yang tepat bagi Majnun untuk bisa menemui sang permata hati. Akhirnya, sampailah di berdiri di depan Layla. Ia pun memberikan piringnya pada Layla.

Namun, di luar dugaan, bukan senyum yang terima, bukan pula kata-kata mutiara yang ia dapat. Ia, seketika itu pula Layla mengambil piring Majnun, lalu memecahkannya ke lantai. Seluruh keluarga Layla, yang sedari tadi memeprhatikan adegan itu, seketika bersorak gembira, akhirnya Layla menyerah. Inilah tanda bahwa Laila sudah tidak sayang lagi pada Majnun.

Tapi, di antara kerumunan orang itu, ada seseorang yang melihat ekspresi Majnun. Hatinya bertanya, "kenapa Majnun malah tersenyum?"

Karena penasaran, ia pun bertanya, "kok kamu malah tersenyum, kamukan habis di permalukan di depan semua warga desa, kenapa mukamu masih senyum?"

Qays menjawab, "Kapan saya di permalukan? kamu salah paham, tadi waktu Layla memecahkan piringku, tujuannya hanya satu, agar aku ikut antrian lagi. Kalau aku ikut antrian lagi, ya aku bisa ketemu lagi, bisa berlama-lama saling memandang".

Begitulah para 'Asyiq billah (Pencinta Allah) mampu melihat rahasia di balik perlakuan Allah kepada dirinya. Betapa selama ini mereka yang katunaan akan makrifat mencibir seorang hamba Allah atas derita dan ujian yang dijalaninya. Mereka menyoal betapa tak bergunanya doa-doa dan segala amal baik sang hamba Allah selama ini. "Bukankah balasan atas kebaikan adalah kebaikan?" ujar mereka dengan bangga atas logika mereka.

Hanya saja mereka keliru. Seperti halnya Layla yang memecahkan piring Majnun, Allah ternyata begitu asyik mendengarkan doa hamba-Nya sehingga Dia menangguhkan pengabulannya hanya agar Dia bisa berlama-lama bersama hamba-Nya saat ia berdoa.   

Layla adalah DIA dan Majnun adalah Kita

Saya tergoda untuk berhipotesis kalau kata Layla sendiri merupakan naht atau akronim dari Laa Ilaaha Illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah). Nama secara spontan keluar dari mulut sang hamba saat ia mabuk dalam kecintaan kepada-Nya. Tentu saja hal ini terkesan terlalu mengada-ngada. Akan tetapi setidaknya hal ini terkonfirmasi pada akhir kisah Layla Majnun sebagaimana dikutip dari tulisan Ali Mursyid Azisi Belajar Hakikat Cinta Kepada Allah Melalui Kisah Laila & Majnun:

"Seorang Sufi dalam mimpinya melihat Majnun tengah dibelai dengan penuh rasa cinta dan sayang oleh Allah SWT, kemudian ia pun mendudukkan Majnun disamping-Nya. Kemudian berkata lah Allah SWT kepada Majnun 'apakah engkau tidak malu wahai Qais memanggil-manggil nama-Ku dengan sebutan Laila, setelah kau meminum minum anggur Cintaku?'

Tak begitu lama sang sufi pun terbangun dan berangan-angan: 'Jikalau Majnun begitu diperlakukan demikian (penuh kasih sayang) oleh Allah SWT, lantas bagaimana dengan Laila?'

Seketika Allah memberikan ilham kepadanya bahwa kedudukan Laila jauh lebih agung dan tinggi daripada Majnun, karena ia menyembunyikan segala rahasia cintanya dalam diri dan hidupnya sendiri."

Ramadan dan Layla

Ternyata Ramadan memiliki Layla juga. Ia digandrungi para sha'imun. Mereka mendambakan, merindukan dan memunajatkan doa-doa khusus sembari menantikan kehadiran Layla. Dialah Laylatul Qadar. Sang Ratu Malam yang kejuwitannya sebanding dengan seribu bulan.

Kita, layaknya Majnun, seyogianya larut dan mabuk dalam kecintaan kepada Sang Kekasih agar dipertemukan dengan sang Laylatul Qadar.

Selamat berpuasa! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun