Suatu ketika di rumah Layla di adakan pesta, semua warga desa di undang. Majnun yang tak di undang menyusup masuk sampai di dalam rumah. Dia melihat orang-orang sedang antri. Di lihatnya pula Layla sedang menghidangkan makanan satu persatu pada tamu bapaknya Diapun kemudian ikut antri, dengan harapan dapat bertemu Layla meskipun hanya sebentar.
Satu persatu, Majnun melewati antrian. Makin dekat dengan si kekasihnya itu, hatinya semakin menggelora. Lama sudah ia memendam rindu. Dan, inilah waktu yang tepat bagi Majnun untuk bisa menemui sang permata hati. Akhirnya, sampailah di berdiri di depan Layla. Ia pun memberikan piringnya pada Layla.
Namun, di luar dugaan, bukan senyum yang terima, bukan pula kata-kata mutiara yang ia dapat. Ia, seketika itu pula Layla mengambil piring Majnun, lalu memecahkannya ke lantai. Seluruh keluarga Layla, yang sedari tadi memeprhatikan adegan itu, seketika bersorak gembira, akhirnya Layla menyerah. Inilah tanda bahwa Laila sudah tidak sayang lagi pada Majnun.
Tapi, di antara kerumunan orang itu, ada seseorang yang melihat ekspresi Majnun. Hatinya bertanya, "kenapa Majnun malah tersenyum?"
Karena penasaran, ia pun bertanya, "kok kamu malah tersenyum, kamukan habis di permalukan di depan semua warga desa, kenapa mukamu masih senyum?"
Qays menjawab, "Kapan saya di permalukan? kamu salah paham, tadi waktu Layla memecahkan piringku, tujuannya hanya satu, agar aku ikut antrian lagi. Kalau aku ikut antrian lagi, ya aku bisa ketemu lagi, bisa berlama-lama saling memandang".
Begitulah para 'Asyiq billah (Pencinta Allah) mampu melihat rahasia di balik perlakuan Allah kepada dirinya. Betapa selama ini mereka yang katunaan akan makrifat mencibir seorang hamba Allah atas derita dan ujian yang dijalaninya. Mereka menyoal betapa tak bergunanya doa-doa dan segala amal baik sang hamba Allah selama ini. "Bukankah balasan atas kebaikan adalah kebaikan?" ujar mereka dengan bangga atas logika mereka.
Hanya saja mereka keliru. Seperti halnya Layla yang memecahkan piring Majnun, Allah ternyata begitu asyik mendengarkan doa hamba-Nya sehingga Dia menangguhkan pengabulannya hanya agar Dia bisa berlama-lama bersama hamba-Nya saat ia berdoa. Â Â
Layla adalah DIA dan Majnun adalah Kita
Saya tergoda untuk berhipotesis kalau kata Layla sendiri merupakan naht atau akronim dari Laa Ilaaha Illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah). Nama secara spontan keluar dari mulut sang hamba saat ia mabuk dalam kecintaan kepada-Nya. Tentu saja hal ini terkesan terlalu mengada-ngada. Akan tetapi setidaknya hal ini terkonfirmasi pada akhir kisah Layla Majnun sebagaimana dikutip dari tulisan Ali Mursyid Azisi Belajar Hakikat Cinta Kepada Allah Melalui Kisah Laila & Majnun:
"Seorang Sufi dalam mimpinya melihat Majnun tengah dibelai dengan penuh rasa cinta dan sayang oleh Allah SWT, kemudian ia pun mendudukkan Majnun disamping-Nya. Kemudian berkata lah Allah SWT kepada Majnun 'apakah engkau tidak malu wahai Qais memanggil-manggil nama-Ku dengan sebutan Laila, setelah kau meminum minum anggur Cintaku?'