Salah satu penyebab harga komoditi pertanian di Indonesia seperti buah-buahan, sayuran, atau komoditi pangan lebih mahal dibandingkan harga dari negara lainnya adalah manajemen rantai pasok yang tidak efektif.
Manajemen rantai pasok tidak efektif ditandai oleh panjangnya proses distribusi dari produsen sampai ke tangan end user (konsumen akhir).
Apalagi adanya sistem pasar bebas yang menciptakan persaingan pasar secara terbuka, seringkali dimanfaatkan oleh para oknum (mafia) mempermainkan harga dan stok ketersediaan barang.
Contoh terkecil dari permainan tersebut adalah munculnya sistem "tengkulakisasi"Â
Sistem tengkulakisasi dengan aktor utama adalah tengkulak.
Menurut KBBI, tengkulak diartikan sebagai pedagang perantara (yang membeli hasil bumi dan sebagainya dari petani atau pemilik pertama) dengan harga di bawah harga pasaran.
Dalam kasus tertentu, tengkulak berperan sekaligus sebagai pemberi modal atau rentenir kepada petani.Â
Petani mengganti hutang tersebut saat panen tiba dengan harga jual di bawah pasaran. Sehingga mau tidak mau, petani harus menjual hasil panennya kepada rentenir.
Praktik tengkulakisasi inilah yang menyebabkan, nilai jual hasil panen petani rendah, dan ini sangat merugikan petani.
Praktik Tengkulakisasi
Praktik tengkulak atau ijon dalam beberapa kasus dinilai sangat merugikan petani sekaligus menciptakan iklim manajemen rantai pasok yang amburadul.
Berkembangnya sistem ijon atau tengkulakisasi dalam usaha agribisnis seperti usaha tani padi, sayuran, atau buah-buahan disebabkan oleh susahnya petani untuk mendapatkan akses permodalan dan akses pasar yang berkesinambungan.
Sehingga tidak ada pilihan bagi petani meminjam permodalan melalui tengkulak.
Hardiyanto (2015) dalam studinya menjelaskan bahwa tengkulak juga berperan memberi modal kepada petani. Hal inilah yang membuat petani begitu tergantung pada tengkulak.
Meski melekat dengan stigma negatif, praktik tengkulak memiliki sisi positif yaitu sebagai perantara petani untuk menjual hasil panennya secara cepat dan mudah.
Menurut Suwardihagani tengkulak memiliki peran yang cukup luas dalam sistem jual beli tradisional di pedesaan, perannya meliputi sebagai pengumpul (gatherer), pembeli (buyer), pialang (broker), pedagang (trader), pemasaran (marketer), atau sekaligus kreditor.
Kemitraan Usaha Agribsinis, Solusi Mengendalikan Tengkulakisasi
Mengapa tengkulakisasi perlu dikendalikan, tidak dihapus?
Tengkulak sebagai perantara petani dalam menjual hasil panennya, secara profesional memiliki peranan yang penting dan sangat membantu.
Namun, secara praktik mungkin membutuhkan penataan dan pengendalian agar peranannya sebagai penghubung tersebut tidak merugikan petani.
Salah satu cara mengendalikan tengkulakisasi adalah melalui kemitraan usaha agribisnis.
Agribisnis tersusun oleh dua sub sistem yaitu hulu (on-farm) meliputi produksi atau budidaya dan sub sistem hilir (off-farm) seperti pengolahan hasil panen hingga pemasaran.
Dua sub-sistem inilah yang penting membentuk manajemen rantai pasok dalam usaha agribisnis yang efektif dan efisien. Pengelolaan secara berkesinambungan dan berbasis pada akses pasar yang memperpendek alur pendistribusian hingga ke end user, memiliki kelebihan, petani mendapatkan harga yang layak tidak terkena potongan-potongan karena melalui banyak tangan, sekaligus bagi pembeli (buyer) mendapatkan produk yang fresh dan harga yang real tidak manipulatif.
Atas dasar tujuan inilah, mengapa kemitraan usaha agribisnis sangat perlu dilakukan terutama dalam usaha agribisnis pertanian.
Pentingnya Kemitraan Usaha AgribisnisÂ
Modal dalam pelaksanaan kemitraan usaha agribisnis adalah kepercayaan. Kepercayaan sebagai pondasi antara para pihak yang bekerja sama dapat tumbuh dan berkembang bersama mencapai kesejahteraan yang berkesinambungan.
Praktik kemitraan dalam usaha agribisnis memiliki banyak skema dari yang paling sederhana antara dua pelaku usaha hingga yang paling kompleks melibatkan sistem diantara banyak pelaku usaha.
Praktik kemitraan usaha agribisnis atau dewasa ini sering disebut sebagai korporasi usaha agribisnis penting dilakukan sebagai jawaban atas semakin kompleksnya kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat (konsumen).Â
Kemitraan agribisnis memberikan ruang-ruang untuk melakukan usaha agribisnis secara spesifik dan lebih efisien. Menggolongankan kebutuhan masyarakat dan berusaha memenuhinya secara seefisien mungkin.
Oleh sebab itu, perlu adanya kolabotasi banyak pihak dan pengorganisasian yang baik.
Praktik-Praktik Kemitraan Usaha Agribisnis
Pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan usaha agribisnis dapat digolongkan berdasarkan tujuannya baik antara petani dan perusahaan besar, antara petani, koperasi dan perusahaan besar, petani dan koperasi, ataupun sistem yang lebih kompleks antara petani, penyedia sarana produksi pertanian, lembaga jasa pertanian, lembaga keuangan, hingga perusahaan besar sebagai pembeli utama (standby buyer).
Pelaksanaan kemitraan usaha agribisnis dalam praktiknya memiliki banyak skema yang semuanya memiliki karakteristiknya masing-masing disesuaikan atas kesepakatan para pihak. Namun, pola kemitraan usaha agribisnis yang sering dilakukan yaitu:
1. Pola Kemitraan Inti Plasma, kemitraan ini melibatkan hubungan antara petani atau poktan sebagai kelompok mitra plasma dengan perusahaan mitra inti. Tugas kelompok mitra plasma adalah menyediakan barang yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra inti.Â
Perusahaan mitra inti sebagai farm management sekaligus kreditor dan standby buyer memberikan pendampingan secara penuh baik administrasi, agronomi, hingga pengembangan dan penelitian.
Contohnya adalah pola kemitraan inti plasma beras antara BULOG dengan Poktan. Poktan melakukan budidaya padi dengan varietas yang sudah disepakati, sedangkan BULOG akan memberikan pendampingan sebagai farm management secara penuh, saat panen tiba, BULOG siap menyerap hasil panen petani mitranya.
Keuntungannya adalah, petani menjual hasil panennya tidak melalui tengkulak, namun langsung ke pembeli besar yaitu BULOG, Sehingga harganya pun harga sampai gudang.
2. Pola Kemitraan Competency Based Value Chain, banyak pihak terlibat dalam pola kemitraan ini baik petani atau gapoktan, penyedia sarana produksi pertanian, layanan perbankan, dan juga offtaker atau pasar.
Contoh kemitraan ini adalah program on-farm Food Station, kemitraan antara BUMD Pangan DKI dengan Koperasi Petani di Karawang dalam penyediaan gabah sebagai bahan baku beras. Dalam pelaksanaan budidaya, banyak pihak terlibat seperti perusahaan pupuk, perusahaan obat, dan pemerintah (BPP& POPT).
Keuntungannya adalah, petani mendapatkan akses permodalan yang mudah tanpa bunga, hasil panennya sudah ada kepastian pasar, mendapatkan pupuk dan obat yang berkualitas serta mendapat pengawasan langsung dari pemerintah.
Pemberdayaan koperasi juga semakin kuat, dibandingkan harus belanja gabah melalui para tengkulak.
3. Pola Kemitraan  Kontrak Pemasaran, kunci dari pola kemitraan ini dewasa ini adalah digitalisasi marketing yang banyak bekerja sama dengan platfom pemasaran digital seperti online shop. Banyak kelompok tani atau koperasi pertanian yang sekarang sudah melek teknologi.
Contohnya kelompok tani porang di Ngawi sudah mampu menjual hasil produk turunan porang seperti beras dan mie porang melalui online shop. Hal ini sangat efektif dalam mencegah sistem tengkulakisasi negatif berkembang.
Asas pelaksanaan kemitraan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 8, berbunyi.Â
Kerja sama usaha antara usaha kecil, dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Idealnya suatu kemitraan usaha agribisnis berhasil jika mampu meningkatkan pendapatan usaha kecil dan menengah, kesejahteraan meningkat secara merata, dan mampu memberikan nilai tambah baik secara ekonomi maupun sosial.
Lebih kompleksnya, kemitraan usaha agribisnis mampu menyederhanakan rantai pasok pendistribusian hasil panen petani sehingga harga yang diterima konsumen adalah harga yang layak, begitupun juga harga yang diterima petani.Â
Tidak ada yang merasa dijajah secara ekonomi. Karena merdeka secara ekonomi itu juga penting untuk keberlangsungan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H