Praktik tengkulak atau ijon dalam beberapa kasus dinilai sangat merugikan petani sekaligus menciptakan iklim manajemen rantai pasok yang amburadul.
Berkembangnya sistem ijon atau tengkulakisasi dalam usaha agribisnis seperti usaha tani padi, sayuran, atau buah-buahan disebabkan oleh susahnya petani untuk mendapatkan akses permodalan dan akses pasar yang berkesinambungan.
Sehingga tidak ada pilihan bagi petani meminjam permodalan melalui tengkulak.
Hardiyanto (2015) dalam studinya menjelaskan bahwa tengkulak juga berperan memberi modal kepada petani. Hal inilah yang membuat petani begitu tergantung pada tengkulak.
Meski melekat dengan stigma negatif, praktik tengkulak memiliki sisi positif yaitu sebagai perantara petani untuk menjual hasil panennya secara cepat dan mudah.
Menurut Suwardihagani tengkulak memiliki peran yang cukup luas dalam sistem jual beli tradisional di pedesaan, perannya meliputi sebagai pengumpul (gatherer), pembeli (buyer), pialang (broker), pedagang (trader), pemasaran (marketer), atau sekaligus kreditor.
Kemitraan Usaha Agribsinis, Solusi Mengendalikan Tengkulakisasi
Mengapa tengkulakisasi perlu dikendalikan, tidak dihapus?
Tengkulak sebagai perantara petani dalam menjual hasil panennya, secara profesional memiliki peranan yang penting dan sangat membantu.
Namun, secara praktik mungkin membutuhkan penataan dan pengendalian agar peranannya sebagai penghubung tersebut tidak merugikan petani.
Salah satu cara mengendalikan tengkulakisasi adalah melalui kemitraan usaha agribisnis.
Agribisnis tersusun oleh dua sub sistem yaitu hulu (on-farm) meliputi produksi atau budidaya dan sub sistem hilir (off-farm) seperti pengolahan hasil panen hingga pemasaran.