Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Pilihan

Hangatnya Surakarta Dalam Seteko Wedhang Jawa

27 Juli 2023   20:18 Diperbarui: 28 Juli 2023   01:58 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wedhang ronde ala Omah Londo Angkringan, Surakarta (Dokpri).

Terpantau dari layar ponsel, malam hari ini suhu di Kota Surakarta mencapai 24 derajat celsius dengan kecepatan angin rata-rata 11 kilo meter per jam. Sudah cukup membuat tubuh kedinginan apalagi rasa letih menghinggapi pasca menikmati perjalanan dari Indramayu-Semarang-Demak dan Sragen.

Sebelum melanjutkan agenda kerja esok harinya menuju Madiun Raya (Ngawi, Magetan dan Madiun) saya dan rombongan memutuskan bermalam di Surakarta, tepat di malam 1 Suro.

Efek dari perubahan suhu malam dan siang yang ekstrim dampak dari masa pancaroba, tenggorokan mulai terasa nyeri, tanda-tanda gejala radang tenggorokan akan segera tiba.

Berpacu dengan sang virus radang tenggorokan, saya memutuskan untuk mencari minuman hangat khas Surakarta di dekat hotel tempat bermalam.

Berjarak hanya 30 meter, saya melangkah menuju bangunan tua khas masa kolonial yang kini bernama Heritage Batik Keris Surakarta. Saya tanya ke Pak Satpam yang sedang berjaga, sebelum masuk ke restorannya.

"Ngapunten pak, niki ngantos jam pinten nggeh? tanyaku dalam bahasa jawa krama inggil sambil mengimbangi logat dialeg khas Surakarta (Karena saya orang Surabayaan).

 Maaf pak, ini (buka) sampai jam berapa ya?

"Ngantos jam 9 mas, monggo pinarak mawon" jawab pak satpam dengan ramah.

Sampai jam 9, silakan masuk saja.

Sesampainya di dalam, saya mencari tempat duduk, dan mas-mas pelayan datang menghampiri menyajikan daftar menu yang ada.

"Kulo pesen wedhang uwuh, kalih mie godhok nggeh mas" ucap saya ke mas-mas pelayan.

"Baik pak, ditunggu nggeh", jawab mas-mas pelayan.

Pikir saya malam-malam gini, apalagi badan lagi kurang sehat, menikmati wedhang uwuh pasti terasa hangat di tenggorokan, sedikit mengurangi rasa nyeri di tenggorokan. Apalagi di tambah dengan mie godhok, pasti nikmat.

Mie godhok ala restoran heritage batik keris Surakarta (Dokpri).
Mie godhok ala restoran heritage batik keris Surakarta (Dokpri).

Sementara rekan kerja saya yang lainnya memesan wedhang uwuh juga dan makanan berkuah lainnya. Suasana tempoe doloe cukup terasa, apalagi interior dan lagu-lagu yang diputar khas tempoe doloe. Meski saya lahir di era krisis moneter (1998), sedikit banyak saya bisa membayangkan suasana tempoe doloe.

Wedhang uwuh, merupakan salah satu minuman hangat atau wedhang khas Jawa kususnya dari Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut cerita sejarah wedhang uwuh merupakan minuman favorit khas Raja-raja Yogyakarta.

Minuman yang berisikan secang, jahe, kapulaga, cengkeh, kayu manis, serai, pala, dan pemanis dari gula putih kristal disajikan hangat-hangat cocok sekali untuk menghangatkan tubuh dan menghilangkan capek-capek di badan.

Tak berhenti hanya di Heritige Batik Keris Surakarta, saya pun melanjutkan wisata kuliner malam saya menuju Omah Londo Angkringan, yang tidak jauh dari tujuan awal.

Semua tempat-tempat kuliner yang dituju ini atas rekomendasi atasan saya, yang kebetulan dulu pernah bekerja di Solo Raya.

Suasana rumah jadoel, pintu dan jendela lebar khas rumah-rumah Belanda, mengingatkan dengan rumah tetangga saya di Jombang, yang mempunyai design bangunan yang sama dengan Omah Londo Angkringan, Surakarta.

Disini, konsepnya prasmanan, saya memilih nasi bakar ampela, telur puyuh tusuk, baso tusuk, dan semacam sosis. Tidak lupa wedhang tetap menjadi minuman wajib yang harus dipesan, saya memesan wedhang ronde.

Tidak berselang lama, hanya sekitar 10 menit, pesanan saya sudah tiba di meja. Wedhang ronde berisi bulatan kenyal (saya menyebutnya cendol), sirup jahe, kolang-kaling, kacang sangrai, dan mutiara.

Wedhang ronde ala Omah Londo Angkringan, Surakarta (Dokpri).
Wedhang ronde ala Omah Londo Angkringan, Surakarta (Dokpri).

Kuah jahenya terasa hangat mengalir melewati tenggorokan sampai berakhir di lambung. Sedikit-sedikit rasa nyeri di tenggorokan mulai hilang. Sambil menikmati sajian ringan yang ada, kami mengobrol-ngobrol membahas hasil kerja hari ini dan agenda besok hari.

Menu angkringan ala Omah Londo Angkringan, Surakarta (Dokpri).
Menu angkringan ala Omah Londo Angkringan, Surakarta (Dokpri).

Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.30 WIB, kami memutuskan untuk kembali ke hotel, untuk istirahat membaringkan tubuh dengan harapan esok hari kembali fit. 

Malam hari ini Surakarta terasa cukup dingin, apalagi angin bertiup cukup kencang. Namun, Surakarta memberikan kehangatannya lewat wedhang-wedhangan khas Jawa. Seolah tidak membiarkan kami kedinginan ketika berkunjung dan menikmati kota Surakarta. Matur nuwun Surakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun