Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ultimatum Mafia: Jangan Mainan Beras Nanti Tangan Keriting Lho

10 Februari 2023   17:13 Diperbarui: 10 Februari 2023   17:24 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Beras (Katadata)

Waktu kecil kita mungkin sering dengar mitos larangan dari orang tua, "jangan mainan beras, nanti tangan keriting". Nah agaknya mitos inilah yang mungkin  menjadi motivasi Dirut BULOG untuk menindak para pemain-pemain beras.

Kita tau harga beras dewasa ini di pasaran, semakin hari bukannya menurun malah semakin naik. Hal inilah yang membuat Direktur Utama Badan Urusan Logistik (BULOG) Budi Waseso atau akrab disapa Buwas geram.

Padahal hingga Februari 2023 ini, BULOG sudah mendistribusikan Cadangan Beras Nasional (CBN) sebesar 209.000 ton. Tujuannya adalah agar harga beras di pasaran segera stabil dan menurun. Meski sampai tulisan ini ditulis belum ada tanda-tanda harga beras bakal turun. Bahkan desas-desus impor beras sudah nyaring didengungkan, harga beraspun ogah turun.

Kita buktikan, berdasarkan data panel Harga Beras Pangan Nasional, Kamis (9/2/2023) harga beras medium naik Rp. 150 per kg menjadi Rp 11.790 jika dibandingkan harga (1/2) yaitu  Rp. 11.640 per kilogram, sedangkan untuk beras premium menjadi Rp. 13.430 per kilogram atau naik Rp. 160 kg sebelumnya di tanggal yang sama Rp. 13.270 per kg.

Jika kita mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 HET beras medium per kilogram yaitu Rp. 9.950, sedangkan beras premium tidak lebih dari Rp. 13.300 per kilogram. Artinya harga beras di pasaran sudah jauh melebihi HET yang ditetapkan pemerintah. Fakta mencengangkan lagi artinya pemerintah selama hampir 6 tahun sejak peraturan tersebut dibuat belum pernah memperbarui Harga Eceran Tertinggi (HET) beras.

Entah pemerintah ogah merevisi demi mencegah inflasi atau lupa kalau biaya usaha tani padi dan biaya operasional usaha penggilingan beras kian tahun kian naik.

Lalu, mafianya siapa?  

Saya rasa sebagai mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (KABARESKRIM) Polri, Buwas pasti sudah tau jawabannya. Saat sidak di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jumat (3/2/2023), Buwas menemukan pedagang yang terindikasi curang. Beras-beras BULOG diselewengkan dengan berbagai modus. Ada yang diecer 5 kg-an, dikemas ulang ukuran 50 kg, atau diganti merk padahal jelas berdasarkan analisa beras itu adalah beras BULOG.

Sebagai orang yang belajar dalam dunia perberasan, sebenarnya fenomena mafia beras ini bukanlah hal yang baru terdengar. Hanya saja modusnya yang tiap tahun semakin cerdik dan gesit.

Gebuk Mafia Beras, Buwas Siapkan Langkah-Langkahnya

Berbagai langkah untuk membuat keriting tangan-tangan mafia beras sudah disiapkan oleh Buwas. Saat konferensi pers di Kantor BULOG Jakarta, Kamis (2/2/2023), Buwas menyampaikan langkah persuasif atau pencegahan melalui monitoring-monitoring di pasar oleh satgas pangan harus lebih digalakkan, selain itu birokrasi yang panjang yang menyebabkan harga beras tinggi harus dipotong. Setidaknya melalui dua langkah tersebut harga beras dapat dikendalikan, dibarengi dengan penegakan peraturan perundang-undangan yang tegas bagi pelakunya.

Sebenarnya kalau distribusi beras BULOG disalurkan ke perusahaan-perusahaan milik pemerintah semacam BUMN atau BUMD, kecurangan-kecurangan dalam penyelewengan penggunaan beras BULOG oleh para mafia beras dapat diawasi lebih dini.

Permainan harga beras di pasaran menandakan kontrol pemerintah kususnya BULOG dan Satgas Pangan masih belum optimal. Coba cek ke toko-toko kelontong penjual beras eceran, harganya ngeri, jauh sekali di atas HET. Dampaknya konsumen rumah tangga menengah ke bawah yang merasakan, di tengah perjuangan mempertahankan dapur biar tetap ngebul. Malah kena kibul mafia beras.

Pernah saya mendapatkan cerita dari seorang teman, tetangganya harus ngutang beras 1 Kg untuk makan seminggu, dibayar kalau suaminya gajian sebagai buruh tukang bangunan. Konon katanya Indonesia sudah swasembada beras tahun 2022 silam, harusnya hal-hal semacam itu tidak ada lagi, namun predikat hanyalah imajinasi tanpa masyarakat merasakan kesejahteraannya meningkat. Mafia beras yang berulah, masyarakat kecil yang tangannya keriting.

Jangan Hanya Rantai Pasok, Sektor Hulu Juga Perlu Diperhatikan

BULOG sudah seharusnya bekerja sama kolaborasi dengan Kementerian Pertanian sebagai pemilik sumber daya pertanian di sektor hulu yaitu budidaya (on-farm)  kususnya dalam pengadaan beras nasional . Sehingga tidak hanya fokus pada pengendalian harga melalui rantai pasok saja. Contohnya lewat pendampingan usaha tani ke petani-petani padi agar lebih efisien secara permodalan atau alur pemasarannya dan efektif dalam penggunaan pupuk, pestisida serta tenaga kerja.

Masak iya kita kalah dengan Vietnam dan Thailand, luas sawah padi Indonesia lebih luas tetapi produktifitasnya lebih rendah, padahal secara biaya usaha tani padi,  Vietnam dan Thailand hanya setengah dari modal usaha tani padi petani Indonesia.

Membuktikan  betapa sangat tidak efisiennya usaha tani padi di Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab tingginya harga beras di Indonesia. Sudah kalah di sepak bola, masak Indonesia harus kalah lagi dari Vietnam dan Thailand soal perberasaan, sangat memalukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun