Sebenarnya kalau distribusi beras BULOG disalurkan ke perusahaan-perusahaan milik pemerintah semacam BUMN atau BUMD, kecurangan-kecurangan dalam penyelewengan penggunaan beras BULOG oleh para mafia beras dapat diawasi lebih dini.
Permainan harga beras di pasaran menandakan kontrol pemerintah kususnya BULOG dan Satgas Pangan masih belum optimal. Coba cek ke toko-toko kelontong penjual beras eceran, harganya ngeri, jauh sekali di atas HET. Dampaknya konsumen rumah tangga menengah ke bawah yang merasakan, di tengah perjuangan mempertahankan dapur biar tetap ngebul. Malah kena kibul mafia beras.
Pernah saya mendapatkan cerita dari seorang teman, tetangganya harus ngutang beras 1 Kg untuk makan seminggu, dibayar kalau suaminya gajian sebagai buruh tukang bangunan. Konon katanya Indonesia sudah swasembada beras tahun 2022 silam, harusnya hal-hal semacam itu tidak ada lagi, namun predikat hanyalah imajinasi tanpa masyarakat merasakan kesejahteraannya meningkat. Mafia beras yang berulah, masyarakat kecil yang tangannya keriting.
Jangan Hanya Rantai Pasok, Sektor Hulu Juga Perlu Diperhatikan
BULOG sudah seharusnya bekerja sama kolaborasi dengan Kementerian Pertanian sebagai pemilik sumber daya pertanian di sektor hulu yaitu budidaya (on-farm) Â kususnya dalam pengadaan beras nasional . Sehingga tidak hanya fokus pada pengendalian harga melalui rantai pasok saja. Contohnya lewat pendampingan usaha tani ke petani-petani padi agar lebih efisien secara permodalan atau alur pemasarannya dan efektif dalam penggunaan pupuk, pestisida serta tenaga kerja.
Masak iya kita kalah dengan Vietnam dan Thailand, luas sawah padi Indonesia lebih luas tetapi produktifitasnya lebih rendah, padahal secara biaya usaha tani padi, Â Vietnam dan Thailand hanya setengah dari modal usaha tani padi petani Indonesia.
Membuktikan  betapa sangat tidak efisiennya usaha tani padi di Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab tingginya harga beras di Indonesia. Sudah kalah di sepak bola, masak Indonesia harus kalah lagi dari Vietnam dan Thailand soal perberasaan, sangat memalukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H