Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Bisik-Bisik Berisik, Sengkarut Pupuk Subsidi

8 Februari 2023   09:11 Diperbarui: 8 Februari 2023   09:17 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Permasalahannya apa pak di wilayah sini?, Pupuk mas susah banget”

Setiap kunjungan atau monitoring lapangan, saya selalu mendapati keluhan yang sama dari petani-petani. Baik itu di Jawa Timur, Jawa Tengah, maupun Jawa Barat. Permasalahan yang sering saya dengar adalah soal pupuk, terutama pupuk bersubsidi.

Padahal, dalam budidaya pertanian, pupuk adalah output penting yang sangat dibutuhkan. Baik untuk menunjang kondisi pertumbuhan tanaman ataupun peningkatan hasil produksi pertanian.

Apa jadinya jika pupuk sebagai kebutuhan primer justru banyak bermasalah? Dan apa saja yang menyebabkan pupuk bermasalah? Mari kita analisa.

Pemerintah melalui PT Pupuk Indonesia (Persero), di tahun 2022 telah menyalurkan pupuk subsidi ke seluruh Indonesia sebanyak 6.879.928 ton hingga akhir November 2022, atau sudah mencapai 88,5 persen dari total alokasi yang ditetapkan pemerintah. Dari jumlah tersebut, telah disalurkan pupuk Urea sebanyak 3.605.372 ton, NPK sebanyak 2.656.760 ton, SP-36 sebanyak 163.467 ton, ZA sebanyak 220.439 ton, dan Organik sebanyak 233.889 ton.

Artinya dari alokasi tersebut, terdapat 11,5 persen pupuk subsidi yang belum tersalurkan. Padahal petani di lapangan sangat menantikan pupuk subsidi itu. Artinya ini menandakan bahwa pengadaan distribusi pupuk subsidi masih banyak menemui kendala. Apa saja?

Seribu Satu Kisah Permasalahan Pupuk Subsidi Di Lapangan

Sebagai orang yang menekuni dunia pertanian dan bersinggungan secara langsung dengan para petani, kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan) maupun KTNA, saya mencoba mengidentifikasi permasalahan sengkarutnya distribusi pupuk bersubsidi dari berbagai daerah yang pernah saya kunjungi.

1. Data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) Yang Tidak Update

Kita tau, data adalah jantungnya suatu sistem. Sudah dipastikan jika data bermasalah, maka system tersebut juga akan bermasalah.

Begitu juga data dalam penyaluran pupuk bersubsidi di Indonesia. Setiap musim, petani penggarap sawah di Indonesia itu cenderung selalu berganti-ganti, meski pemilik sawahnya tetap. Hal inilah yang terkadang sulit dilacak.

Musim gadu penggarap sawahnya Pak Anto, belum tentu musim rendheng petani penggarapnya masih Pak Anto, padahal yang terdaftar di RDKK sebelumnya adalah atas nama Pak Anto. Sedangkan sesuai peraturan RDKK harus atas nama petani penggarap bukan atas nama petani pemilik sawah.

Adapun petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi diantaranya adalah, petani yang tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam SIMLUHTAN (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), menggarap lahan maksimal dua hektar, dan menggunakan Kartu Tani (untuk di wilayah tertentu).

Sehingga dari permasalahan data ini, perlu adanya kolaborasi yang kuat antara kelompok tani dengan tim penyuluh di lapangan terkait update data petani. Karena hal ini juga menyangkut penggunaan kartu tani itu sendiri, agar tidak disalahgunakan.

2. Akal Bulus Kios Tani Distributor Pupuk Subsidi

Fakta mencengangkan di lapangan yang pernah saya dapati di suatu daerah adalah permasalahan pupuk bersubsidi tersebut dikarenakan akal bulus dari kios tani distributor pupuk subsidi.

Pupuk subsidi yang seharusnya dijual dengan Harga subsidi sesuai dengan aturan pemerintah yaitu Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 2.250 per kg untuk pupuk urea, Rp 2.300 per kg untuk pupuk NPK, serta Rp 3.300 untuk pupuk NPK untuk kakao justru dikemas ulang menjadi pupuk non-subsidi dengan harga yang tidak masuk akal.

Motifnya, kios tani bekerja sama dengan “mafia pupuk” di wilayah tersebut, dengan mengatakan ke petani penerima hak pupuk subsidi, bahwa stok pupuk subsidi di kiosnya sudah habis, jika membutuhkan dapat membelinya di mafia tersebut. Seolah-olah petani dapat dibohongi dan percaya begitu saja, padahal petani sekarang sudah cerdas-cerdas.

Alhasil, petani yang memang membutuhkan, mau tidak mau harus membelinya di mafia tersebut dengan harga tinggi melebihi pupuk non-subsidi. Padahal secara harga dan kualitas pupuk tersebut setara dengan pupuk subsidi.

Permasalahan semacam inilah yang menyebabkan, pupuk subsidi belum terdistribusikan secara optimal ke petani yang membutuhkan.

Kompensasi Subsidi Belum Cair Ke Bank Penyalur

Penyaluran kompensasi pupuk subsidi melalui kartu tani sesuai aturan haruslah melalui bank-bank pemerintah atau Himbara. Nah, yang seringkali di dapati juga adalah ketika petani ingin mengambil kompensasi subsidinya di kios-kios tani terdaftar, kartu tani yang dichek belumlah terdaftar atau kompensasinya belum ada alias saldonya 0.

Padahal kartu tani dielu-elukan sebagai kartu sakti untuk petani mengakses kompensasi subsidi maupun permodalan di bank-bank. Jelas, hal ini merugikan petani.

Sebenarnya masih banyak sekali permasalahan-permasalahan pupuk bersubsidi di lapangan, yang beberapa hari lalu menjadi atensi kusus DPR RI dalam mereformasi total sektor pertanian Indonesia.

Di tengah isu pupuk subsidi bakal dihapus di tahun 2024, nampaknya petani secara mandiri ataupun pemerintah harus mentreatment petani agar beralih dari pupuk kimia ke pupuk organic.Mau bergantung ke pupuk non-subsidi juga mahal harganyakan.

Buktinya dulu sebelum kenal pupuk kimia, petani pakai pupuk kandang dan buat kompos sendiri juga bisa. Namun efek revolusi hijau, pertanian dan pupuk kimia kini saling ketergantungan.

Tahun 2023 ini melalui Kepmentan Nomor 734 Tahun 2022 tentang Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2023, pemerintah telah menyiapkan alokasi 9 juta ton pupuk subsidi untuk seluruh Indonesia, dengan target dapat 100 persen tersalurkan dan tepat sasaran.

Muncul beberapa usulan jika benar pupuk subsidi dihapus, maka lebih baik dialihkan ke subsidi gabah saja. Cukup menarik usulan tersebut, kita bahas di lain kesempatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun