Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kontradiktif: Semangat Diversifikasi Pangan Lokal dengan Bansos Beras

13 September 2022   08:11 Diperbarui: 14 September 2022   16:51 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian yang kini diintegrasikan menjadi tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional sesuai Pasal 45 Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, bertanggungjawab dalam peningkatan diversifikasi dan pemantapan ketahanan pangan nasional.

Gerakan diversifikasi pangan sejatinya sudah dimulai sejak tahun 1960-an, karena pemerintah kala itu, sudah menyadari pentingnya gerakan diversifikasi pangan secara nasional untuk mengurangi ketergantungan pada beras padi dan meningkatkan alternatif pangan lokal seperti jagung, sorgum, singkong, umbi-umbian, dan kentang.

Gerakan diversifikasi pangan merupakan gerakan untuk untuk mendorong masyarakat agar tidak hanya mengkonsumsi satu bahan pokok saja seperti beras dengan memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi sehingga tidak ketergantungan pada satu bahan saja.

Intinya mengurangi ketergantungan masyarakat pada bahan pokok beras dengan alternatif bahan pokok non-beras seperti jagung, singkong, labu, umbi-umbian, sorgum, dan kentang.

Menurut data BKP Kementan, tahun 1954 di Indonesia pemenuhan pangan pokok dari beras hanya mencapai 53,5% dari konsumsi nasional. Selebihnya dipenuhi dari ubi kayu sekitar 22,26%, jagung 18,9% dan kentang 4,99%, namun saat ini justru beras menjadi kebutuhan pokok hingga 97%, sehingga konsumsi selain beras nyaris hilang. 

Pentingnya Diversifikasi Pangan Lokal

Diversifikasi pangan pada dasarnya mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan (Suhardjo, 1998).

Tujuan utama dari gerakan diversifikasi pangan adalah untuk memperoleh nutrisi dari sumber gizi yang lebih beragam dan seimbang. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan akut masyarakat pada salah satu bahan pokok saja, karena hal itu rentan menyebabkan risiko kriris pangan dalam negeri sehingga ketahanan pangan nasional lemah.

KPM Terima Bantuan Sosial Beras untuk hadapi Covid-19. (DOK. Humas Kemensos)
KPM Terima Bantuan Sosial Beras untuk hadapi Covid-19. (DOK. Humas Kemensos)

Meski secara nasional, konsumsi beras masyarakat Indonesia menurun, perlu dianalisa lebih dalam, karena konsumsi bahan pangan lokal secara rata-rata masih rendah. Di tahun 2015 konsumsi beras per kapita seminggu adalah 1,631 kg, dan di tahun 2021 turun menjadi 1,569 kg.  Cukup mengejutkan, justru konsumsi gandum per kapita di tahun 2020/2021 sebesar 32 kg naik dari tahun sebelumnya 31 kg. Padahal gandum bukanlah bahan pangan lokal.

Oleh karena itu, antisipasi terhadap pangan asing seperti gandum yang tidak dapat dibudidayakan di dalam negeri harus diperhatikan dalam mengembangkan pertanian pangan dan menerapkan jenis teknologi serta industri yang akan dipilih. Indonesia memiliki berbagai macam pangan alternatif, seperti jenis umbi-umbian, yakni talas, gandum dan jagung, yang semuanya bisa menjadi pengganti beras.

Kementan sebenarnya telah menyusun Roadmap Diversifikasi Pangan Sumber Karbohidirat Pengganti Beras 2020-2024. Roadmap tersebut meliputi hulu hingga hilir seperti produksi, pasca panen, stok, pengolahan, dan pemasaran hingga pemanfaatan berupa edukasi ke masyarakat.

Targetnya adalah di tahun 2024, konsumsi beras turun sampai 7% dari konsumsi di tahun 2019. Namun, harus diimbangi dengan gerakan diversifikasi pangan lokal bukan asing.

Bansos Beras dan Semangat Diversifikasi Pangan Lokal

Saya pernah ke Merauke, kepala daerahnya bilang, Pak, beras kita melimpah di sini, tapi engga ada yang beli. Harganya murah, cuma Rp6 ribu, Pak," ungkap Jokowi dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022 di Jakarta, Kamis(18/8/2022).

Beras memang kini menjadi bahan pangan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Namun, bukan berarti mayoritas mengkonsumsi beras, seperti saudara-saudara kita di Indonesia Timur, contohnya Papua yang lebih menggemari mengkonsumsi sagu. Wajar saja, jika beras di tanah Papua kurang digemari dibandingkan oleh masyarakat di Jawa.

Namun, sejak pandemi covid-19 melanda dunia, menghantam berbagai sektor seperti ekonomi dan pangan, menyebabkan kerapuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya.

Pemerintah melalui Kementerian Sosial dan Badan Urusan Logistik (Bulog), mendapat tugas untuk menyalurkan bantuan sosial beras. Meski sejak era Presiden SBY bantuan beras "Raskin" sudah dijalankan.

Memang niatnya baik, untuk membantu ketahanan pangan masyarakat. Hanya saja cenderung kontradiktif dengan program BKN Kementan atau sekarang BPN untuk diversifikasi pangan.

Harusnya dengan adanya program bansos beras, dapat menjadi momentum untuk pemerintah semakin agresif dan masif dalam melakukan diversifikasi pangan.

Sampai Agustus 2021 saja, Bulog sudah menyalurkan 288 ton beras untuk bantuan sosial di seluruh Indonesia. Ya, semuanya adalah beras, atau sebagian besar beras yang disalurkan. Bukan sagu, jagung atau umbi-umbian. Padahal dalam sagu mengandung kadar karbohidrat serta serat yang tinggi. Sangat cocok untuk menggantikan nasi.

Selaras dengan hal ini, Penggiat Sagu dari Kepulauan Meranti, Abdul Manan, menyampaikan, bantuan sosial pangan yang disalurkan ke masyarakat seharusnya juga mempertimbangan kegemaran masyarakat dalam mengkonsumsi bahan pangan lokal seperti sagu, tidak semuanya beras.

"Dari bantuan yang disalurkan ke masyarakat kurang mampu di kepulauan Meranti kita hanya minta 30 persen saja kearifan lokal sagu ini dikombinasikan dalam bantuan tersebut, terserah lah nanti bantuannya seperti apa, apakah beras sagu, mie sagu atau produk lainnya. 

Kita minta kebijakan dinas terkait untuk mempertimbangkan hal ini, karena ini juga merupakan bagian dari menghidupkan UMKM, kalau tidak bagaimana ekonomi bisa berputar," kata Abdul Manan dikutip dari halloriau.com.

Menambahkan, Abdul Manan mengatakan, langkah itu sejalan dengan program pemerintah menjadikan sagu sebagai pangan alternatif pengganti beras.

Ke-depan, hendaknya pemerintah melalui Kemensos atau Bulog, mempertimbangkan hal ini secara serius jika memang program gerakan diversifikasi pangan yang dijalankan oleh BPN masih menjadi program prioritas pemerintah. Perlu ada sinergi antar lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah. 

Keuntungan lainnya dari bansos yang tidak hanya beras saja disisi pengembangan usaha tani adalah pemerataan kesejahteraan petani di semua wilayah Indonesia. 

Karena tidak semua pulau di Indonesia dapat ditanami padi atau memiliki produktifitas hasil yang tinggi seperti di Jawa, karena secara karakteristik lebih cocok ditanami jagung seperti di Madura, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) atau sagu seperti di sebagain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Papua.

Sehingga ketergantungan terhadap beras dari Pulau Jawa dapat dikurangi dan dampaknya adalah pembangunan usaha tani pertanian yang Indonesia sentris tidak hanya Jawa Sentris.

Ujung dari semangat diversifikasi pangan adalah kedaulatan pangan nasional. Secara konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya lokal yang ada, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (Dharmawan, 2016). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun