Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kontradiktif: Semangat Diversifikasi Pangan Lokal dengan Bansos Beras

13 September 2022   08:11 Diperbarui: 14 September 2022   16:51 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementan sebenarnya telah menyusun Roadmap Diversifikasi Pangan Sumber Karbohidirat Pengganti Beras 2020-2024. Roadmap tersebut meliputi hulu hingga hilir seperti produksi, pasca panen, stok, pengolahan, dan pemasaran hingga pemanfaatan berupa edukasi ke masyarakat.

Targetnya adalah di tahun 2024, konsumsi beras turun sampai 7% dari konsumsi di tahun 2019. Namun, harus diimbangi dengan gerakan diversifikasi pangan lokal bukan asing.

Bansos Beras dan Semangat Diversifikasi Pangan Lokal

Saya pernah ke Merauke, kepala daerahnya bilang, Pak, beras kita melimpah di sini, tapi engga ada yang beli. Harganya murah, cuma Rp6 ribu, Pak," ungkap Jokowi dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022 di Jakarta, Kamis(18/8/2022).

Beras memang kini menjadi bahan pangan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Namun, bukan berarti mayoritas mengkonsumsi beras, seperti saudara-saudara kita di Indonesia Timur, contohnya Papua yang lebih menggemari mengkonsumsi sagu. Wajar saja, jika beras di tanah Papua kurang digemari dibandingkan oleh masyarakat di Jawa.

Namun, sejak pandemi covid-19 melanda dunia, menghantam berbagai sektor seperti ekonomi dan pangan, menyebabkan kerapuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya.

Pemerintah melalui Kementerian Sosial dan Badan Urusan Logistik (Bulog), mendapat tugas untuk menyalurkan bantuan sosial beras. Meski sejak era Presiden SBY bantuan beras "Raskin" sudah dijalankan.

Memang niatnya baik, untuk membantu ketahanan pangan masyarakat. Hanya saja cenderung kontradiktif dengan program BKN Kementan atau sekarang BPN untuk diversifikasi pangan.

Harusnya dengan adanya program bansos beras, dapat menjadi momentum untuk pemerintah semakin agresif dan masif dalam melakukan diversifikasi pangan.

Sampai Agustus 2021 saja, Bulog sudah menyalurkan 288 ton beras untuk bantuan sosial di seluruh Indonesia. Ya, semuanya adalah beras, atau sebagian besar beras yang disalurkan. Bukan sagu, jagung atau umbi-umbian. Padahal dalam sagu mengandung kadar karbohidrat serta serat yang tinggi. Sangat cocok untuk menggantikan nasi.

Selaras dengan hal ini, Penggiat Sagu dari Kepulauan Meranti, Abdul Manan, menyampaikan, bantuan sosial pangan yang disalurkan ke masyarakat seharusnya juga mempertimbangan kegemaran masyarakat dalam mengkonsumsi bahan pangan lokal seperti sagu, tidak semuanya beras.

"Dari bantuan yang disalurkan ke masyarakat kurang mampu di kepulauan Meranti kita hanya minta 30 persen saja kearifan lokal sagu ini dikombinasikan dalam bantuan tersebut, terserah lah nanti bantuannya seperti apa, apakah beras sagu, mie sagu atau produk lainnya. 

Kita minta kebijakan dinas terkait untuk mempertimbangkan hal ini, karena ini juga merupakan bagian dari menghidupkan UMKM, kalau tidak bagaimana ekonomi bisa berputar," kata Abdul Manan dikutip dari halloriau.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun