Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Tengah Modernisasi, Sistem Upah Bawon di Indramayu Masih Membumi

1 Agustus 2022   18:00 Diperbarui: 1 Agustus 2022   21:09 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem pengupahan bawon dinilai lebih praktis dan mudah untuk diterapkan. Selain itu bagi petani pemilik lahan hal ini mengurangi resiko kehilangan hasil panen di sawah dan sekaligus meningkatkan rasa sosial dengan masyarakat lainnya.

Bagi pendherep atau tenaga kerja pemotong padi, sistem pengupahan bawon menciptakan rasa kepastian. Kepastian ketersedian pasokan beras di rumah dan dapat menjadi tabungan jangka panjang bagi keluarga.

"Kalau dibayar gabah, itu awet, mau beli apa-apa harus diuangkan dulu, jadinya irit" Ujar mas Darto salah satu pendherep.

Sistem pengupahan bawon dapat menjadi motivasi bagi para petani pemilik lahan untuk mendapatkan produksi yang tinggi. Karena semakin tinggi produksinya maka hasil bersihnya  pun semakin tinggi. Buruh tani atau petani penggarap pun juga akan senang ketika mendapat bagian bawonnya banyak.

Hanya saja sistem bawon ini memiliki kelemahan yaitu, karena pendherep atau pemotong padi adalah tetangga sendiri bahkan saudara sendiri, maka mengurangi sikap profesionalitas dalam bekerja. Timbulnya sikap sungkan maka pengawasan menjadi lemah dan biasanya petani pemilik lahan akan menambah hasil bawon milik pendherep yang dinilainya bekerja bagus.

Sehingga dari sisi ekonomi, sistem upah bawon cenderung mengalami ketidak stabilan, apalagi jika terjadi gagal panen atau poso. Namun dari sisi sosiologis sistem bawon merupakan salah satu cara untuk meningkatkan rasa persaudaraan antar masyarakat dan mampu mengurangi kesenjangan sosial.

Kegamangan Dibalik Penghapusan Sistem Bawon

Setiap perubahan jaman pasti memiliki konsekuensi, entah hilangnya kebudayaan, munculnya tradisi baru atau bahkan lahirnya suatu perubahan baru.

Perubahan-perubahan tersebut semakin jelas terasa setelah adanya modernisasi teknologi sejak awal abad ke-20. Revolusi industri dengan penggunaan mesin-mesin canggih perlahan menggantikan tenaga manusia.

Sama halnya modernisasi di dunia pertanian, pada tataran sistem pertanian modern, dua persoalan yang paling umum dijumpai adalah mengenai aspek produksi dan aspek pemasaran.

Faktor produksi terkait erat dengan biaya produksi yang harus dikelola secara efisien.  Namun terdapat faktor determinan yang harus diperhitungkan lebih yaitu perubahan kebudayaan yang dibawakan oleh faktor teknologi (Rahardjo, 2004).

Dampak dari teknologi pertanian adalah pengaruh atau akibat introduksi dan penggunaan alat teknologi pertanian untuk melaksanakan operasi pertanian yang dapat berakibat positif maupun negatif di dalam masyarat tani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun