Mohon tunggu...
Dodi Faedlulloh
Dodi Faedlulloh Mohon Tunggu... -

Menulis dan provokasi. Mendeklarasikan diri sebagai seorang manusia koperasi, ingin menolong diri sendiri (self help) dengan cara-cara bekerjasama dan menciptakan masyarakat setara sebagai cara hidup ; bagi semua, laki-laki -perempuan, tua-muda, orang yang beragama-atheis, kaya-miskin. Tanpa ada deskriminasi sedikitpun. Tujuan akhir adalah menciptakan masyarakat dunia yang humanistik.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tentang Wacana Pembubaran Dekopin dan Kementrian Koperasi

17 Februari 2011   14:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:30 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini (17 Februari 2011) saya mengikuti acara seminar dan talkshow international cooperative fair yang diselenggarakan oleh KpME Universitas Indonesia. Saya sempat kecewa, karena sudah jauh-jauh datang dari kota kecil, Purwokerto, ternyata pembicara dalam seminar yang direncanakan datang, Dame Pauline Green (President of International Cooperative Alliance) dan Syarifudin Hasan (Minister of Cooperative and Small Businesses Republic of Indonesia), tidak jadi datang. Justru diganti oleh seorang kawan saya sendiri, yang mungkin tak perlu harus jauh-jauh pergi ke Jakarta bila ingin sekedar diskusi, Bapak Suroto, yang kini menjabat sebagai ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I).

12979527091203591750
12979527091203591750

Seperti biasa dengan gaya agitatif dan berapi-api Bapak Suroto memanaskan suasana seminar, salah satu rekomendasi yang paling diingat adalah tentang pembubaran wadah tunggal Dekopin dan Kementrian Koperasi yang karena dirasa keberadaan lembaga tersebut adalah salah satu penyebab mengapa koperasi di Indonesia tidak berkembang karena intervensi dan over sympahti yang dilakukan oleh negara kepada koperasi. Dalam sesi pertanyaan saya sudah mengangkat jari berapa kali, namun sayang host lebih memilih peserta lain untuk bertanya.

Acara seminar pun selesai kemudian dilanjutkan dengan acara talkshow dengan pembicara dari Lapenkop, Bapak Arifuddin dan perwakilan dari kementrian koperasi yang saya lupa lagi namanya. Acara jadi agak menjemukan, karena pembicara dari kementrian cendrung hanya membaca kembali handout yang diberikan ke peserta. Singkat cerita talkshow tersebut memasuki arena tanya jawab yang tidak ingin saya sia-siakan, mumpung ada orang kementrian !

Pada intinya pertanyaan saya adalah terkait rekomendasi yang selalu berulang-ulang disampaikan oleh Bapak Suroto dalam acara seminar : pembubaran wadah tunggal Dekopin dan Kementrian Koperasi. Sengaja saya lontarkan pertanyaan tersebut, saya ingin tahu sudut pandang birokrat serta menginginkan pula agar suasana talkshow memanas, namun sayang jawaban dari perwakilan kementrian tersebut terlalu normatif, bahkan cendrung defence. Jawaban beliau adalah tidak perlu ada yang namanya pembubaran, namun sayang argumentasi yang disampaikan tidak begitu mengena. "Kementrian koperasi dan Dekopin masih diperlukan di Indonesia karena telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku", ucapnya.

Legitimasi formal yang dijadikan argumentasi bukan substansi. Padahal dalam berbagai literasi tentang koperasi seringkali menujukan kesalahan konsep terkait negara yang hanya cendrung menjadikan koperasi sebagai agenda titipan, kemudian dengan adanya kedua lembaga tersebut justru malah mengde-otonomisasi koperasi-koperasi yang ada di Indonesia, sehingga sampai detik ini belum pernah ada koperasi yang tumbuh berangkat dari kesadaran anggotanya sendiri.

Bapak dari kementrian tersebut mengklaim bahwa kini eksistensi kementrian koperasi tidak lagi turut campur dalam permasalahan koperasi-koperasi di Indonesia. Peran kementrian koperasi lebih cendrung dibidang regulasi dan fasilitasi (kalau saya tidak salah dengar) juga hanya sebagai semacam pembimbing/pembina.

Bapak Arrifudin dari Lapenkop yang ternyata asosiasinya adalah Dekopin juga ikut serta menjawab pertanyaan saya. "Biarlah ini kan ruang intelektual sehingga perbedaan pemikiran sudah biasa", mengawali jawabannya. Dalam presfektifnya, bahwa wacana tentang pembubaran kedua lembaga tersebut sudah lama hadir menjadi masukan. Masing-masing lembaga semacam Dekopin, Lapenkop, LSP2I, Kementrian mempunyai  masukan masing-masing yang terus menerus didiskusikan. Jawabannya hampir sama karena lagi-lagi undang-undang yang berlaku adalah demikian. Namun beliau sedikit berbeda karena menyertakan jawaban bahwa dengan adanya wadah tunggal Dekopin memang suka tidak suka, mau tidak mau koperasi yang ada di Indonesia jadi harus nurut. Beliau pun memberikan contoh-contoh di negara yang koperasinya berkembang pesat tak ada wadah tunggal koperasi semacam Dekopin dan Kementrian koperasi. Memang wacana ini, lagi-lagi menurutnya, tergantung dari masing-masing orang yang melihatnya dan perlu dianilisi ulang. Jawaban yang kurang memuaskan bagi saya.

Kedua pembicara telah selesai menjawab, namun ternyata pertanyaan 'kontroversial' ini tak cukup dijawab oleh kedua narasumber. Seorang lainnya dari kementrian koperasi yang sedang duduk di kursi peserta pun ikut menjawab. Beliau menuturkan persetujuannya tentang pembubaran kedua lembaga tersebut. Namun, bila kedua lembaga tersebut sudah tidak lagi dibutuhkan. Kementrian koperasi masih diperlukan di Indonesia karena melihat sumber daya manusia yang ada di Indonesia masihlah kurang, makanya kehadiran kementrian koperasi perlunya disini untuk membina mereka. Juga terkait data, inilah salah satu peran penting dan dianggap masih perlunya kementrian koperasi dalam akumulasi data perkoperasian di Indonesia.

Ada tiga jawaban yang konklusinya sama : masih diperlukan kementrian koperasi dan wadah tunggal Dekopin. Saya ingin kembali bertanya dan memberikan opini, namun sayang tidak ada ruang feedback yang diberikan dalam acara talkshow tersebut. Acara talkshow berakhir dan saya cuma "ber-oh-oh ria".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun