Pertama kali berlari saya hanya mampu menempuh jarak beberapa ratus meter saja hingga secara bertahap mampu mencapai 3km, 5km,10 km, 21km hingga berhasil 3 kali mengikuti event lari marathon dengan jarak 42km dan berhasil finish di event lari marathon: Yogyakarta Marathon (2018), Borobudur Marathon (2018) dan Pocari Sweat Bandung Marathon (2019)
Mengenai lari jarak jauh, setelah rutin berlari dan melihat teman-teman mulai banyak mengikuti event lari jarak jauh saya pun ingin mengikuti jejak mereka atau dalam bahasa sederhananya ingin ikut-ikutan melakukan pencapaian dalam berlari jarak jauh.. Lari jarak jauh adalah lari dengan jarak di atas 10km yang biasanya terbagi atas: Half Marathon (21km), Full Marathon (42km) dan Ultra Marathon (lebih dari 42 km). Keinginan tersebut juga didukung oleh banyaknya event lari yang digelar beberapa tahun yang lalu sebelum terjadinya pandemi saat ini.
Ada satu hal yang ingin saya sharingkan mengenai aktivitas olah raga lari ini , motivasi ikut-ikutan untuk berlari jarak jauh ini sebenarnya berbahaya karena membuka potensi terjadinya cedera serius atau bahkan lebih fatal bila tidak dilakukan persiapan yang matang. Lari Jarak jauh adalah olah raga ekstrem yang menuntut kekuatan fisik termasuk kinerja jantung yang baik dipadu dengan kondisi mental yang prima.
Kesalahan saya sewaktu mengikuti event lari marathon berjarak 42km untuk pertama kalinya adalah persiapan yang seadanya dan tanpa pengetahuan yang memadai, latihannya hanya lari joging di pagi hari sebelum masuk kantor dengan jarak 7 hingga 10km, sebanyak 6 kali seminggu (rest 1 hari). Namun di event lari Full Marathon pertama ini saya berlari sebagaimana biasa saya joging dengan pace 8atau 9 (8/9 menit untuk menempuh jarak 1km) dan berhasil masuk garis finish dalam tempo waktu 6 jam sejak melintasi garis start dan sebelum Cut off Time diberlakukan. Pikiran saya saat itu yang penting aman dan jangan sampai memaksakan diri.
Berdasarkan pengalaman tersebut ada beberapa hal yang dapat saya sharingkan berkaitan dengan lari jarak jauh namun dari sudut pandang sebagai seorang awam penggemar olah raga dan bukan atlet:
- Jika ingin menggunakan pelatih (coach), pilihlah instruktur yang profesional dan berpengalaman. Kondisi fisik setiap orang tidaklah sama apalagi kita bukan atlet, pelatih tentu paham program dan porsi latihan yang akan diberikan sekaligus mengantisipasi potensi cedera yang bisa terjadi. Pelatih dengan pertimbangan obyektif akan memutuskan apakah seseorang akan mampu melakukan lari jarak jauh atau tidak.
- Lari jarak jauh terutama yang berjarak 42km ke atas membutuhkan kekuatan fisik dan jantung yang prima. Tidak hanya lelah fisik saja, banyak kombinasi yang bisa menurunkan stamina fisik dalam lari jarak jauh. Sejauh pengalaman, sengatan panas matahari merupakan faktor dominan yang menurunkan stamina karena menyebabkan banyak keringat keluar yang akan disusul oleh masalah lain seperti kram otot. Jangan pernah lupa minum di setiap water station yang disediakan kecuali anda memang atlet terlatih yang mengejar waktu dalam lomba lari Marathon. Dehidrasi bisa memicu hal lain yang bisa berakibat fatal seperti serangan jantung.
- Rajin-rajin mengecek kondisi kesehatan dasar menjelang event lari seperti tekanan darah dan kadar gula darah.
- Yang terpenting dari semuanya adalah listen to your body, dengarkan tubuh anda. Meskipun banyak device olah raga yang mampu mengukur denyut nadi dan lain-lain namun yang paling penting adalah dengarkan tubuh anda, tubuh akan memberikan “alarm” bila akan sampai pada batasnya. Jangan malu memutuskan DNF (tidak finish) jika dirasa tubuh tidak kuat lagi, keputusan bijaksana tersebut dapat menghindarkan diri dari situasi fatal yang bisa saja terjadi bila dipaksakan. Jangan push to the limit kecuali anda adalah atlet yang terlatih karena kita berolah raga untuk sehat.
Sebenarnya ada pertanyaan yang masih mengganjal dalam diri saya mengenai beberapa aspek keamanan dari lari jarak jauh semoga ada artikel tanggapan atau informasi yang bisa memberikan pemahaman komprehensif mengenai pertanyaan di bawah ini:
- Yang pertama, regulasi mengenai aturan lari jarak jauh. Sebagaimana diketahui ada beberapa catatan kematian di lintasan lomba lari dan beberapa kasusnya adalah kasus henti jantung karena faktor kelelahan. Ditakutkan hal tersebut adalah sebuah fenomena gunung es, maka untuk alasan kesehatan dan keamanan, apakah perlu ada regulasi yang mengatur untuk seseorang bisa melakukan lari jarak jauh antara lomba yang satu dengan lomba lainnya? karena setelah pandemi saat ini berhasil ditangani mungkin banyak event-event lari offline yang akan dibuka dan mungkin pelaksanaannya akan berdekatan antara event yang satu dengan yang lainnya. Biasanya event lari offline akan selalu banyak peminat.
- Yang kedua, apakah aman jika seseorang sering melakukan lari jarak jauh? Dalam dunia lari, saya melihat beberapa orang sering melakukan lari jarak jauh dalam waktu yang berdekatan. Anomali memang selalu ada dalam setiap bidang meskipun secara statistik tidak banyak, mungkin ada orang-orang yang tidak ada masalah berlari puluhan km hingga ratusan km dalam rentang waktu yang berdekatan namun dikhawatirkan akan banyak orang yang meniru hal tersebut karena termotivasi untuk melakukan sebuah pencapaian tanpa menyadari potensi bahaya yang bisa saja muncul dari aktivitas tersebut.
Mendaki Gunung
Olah raga yang tidak rutin namun saya gemari adalah mendaki Gunung bersama teman-teman, namun sementara berhenti sejak adanya pandemi COVID-19 ini. Mendaki gunung di sini adalah mendaki gunung-gunung yang biasa didaki dan cukup aman di seputaran Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Selain menikmati keindahan alamnya, mendaki gunung bisa merupakan sarana untuk mengungkapkan syukur kepada Sang Pencipta melalui keindahan alam ciptaan-Nya. Di ketinggian kita bisa melihat pemandangan indah yang tidak biasa kita lihat, kita bisa menghirup udara segar yang tidak biasa kita hirup dalam keseharian.