Strategi Jenderal Kuribayashi terbukti efektif. Selama 72 hari sebelum Pasukan Marinir AS mendarat, Â Iwo Jima dibombardir oleh pesawat pengebom Sekutu dan hingga tiga hari sebelum pendaratan, kapal-kapal perang AS memuntahkan ribuan ton peluru ke Iwo Jima tetapi pertahanan Kuribayashi tetap utuh. Ada satu lagi perintah tegas Jenderal Kuribayashi kepada pasukannya, selama masih bisa melawan pasukannya tidak boleh melakukan serangan bunuh diri dan harus mengakibatkan kerugian yang besar terhadap pihak penyerbu.
Perang di Iwo Jima berkecamuk dengan dahsyat, namun sekuat apapun pertahanan yang dibangun Jenderal Kuribayashi tanpa bala bantuan dari Markas Besar, pertahanan seluruh Iwo Jima akhirnya jatuh juga pada hari ke-36 pertempuran. Ketika perang sedang berkecamuk hebat di Iwo Jima, Tokyo menaikkan pangkat Kuribayashi menjadi Jenderal penuh meskipun tidak diketahui apakah berita ini sampai kepadanya atau tidak. Di hari-hari terakhir peperangan Jenderal Kuribayashi diminta untuk menyerah oleh para Panglima Pasukan AS dan dijamin akan diperlakukan dengan terhormat, namun sejarah mencatat setelah mengucapkan salam perpisahannya kepada Markas Besar, Jenderal Kuribayashi terus memimpin pasukannya dan tidak menyerah sampai akhir.Â
Diyakini Jenderal Kuribayashi terluka berat dan melakukan harakiri  di salah satu bagian pulau pada hari-hari terakhir pertempuran, namun pasukan AS tidak pernah berhasil menemukan jasadnya.
3. Penyerbuan Marinir AS ke Iwo Jima
Pada tanggal 19 Februari 1945 pukul: 09.00 pagi digelar operasi dengan sandi "Operation Detachment" untuk menguasai dan menduduki Pulau Iwo Jima. Melansir informasi dari  laman britannica.com , sekitar 70.000 pasukan Marinir AS dikerahkan untuk menyerbu dan menduduki Pulau Iwo JimaÂ
Pendaratan Pasukan Marinir AS pada pagi itu mula-mula berjalan sesuai rencana. Kendaraan pendarat pasukan  Amtrac (Amphibious Tractor) yang dipenuhi oleh Pasukan Marinir segera memenuhi pantai Iwo Jima. Setelah pantai dipenuhi oleh Pasukan Marinir AS maka Jenderal Kuribayashi segera memerintahkan pasukannya untuk menembak. Rentetan senapan mesin dan tembakan senjata berat lainnya dari tempat yang tersembunyi di dalam tanah dan gua menjadi pembuka rangkaian malapetaka bagi pasukan penyerbu di Pulau Iwo Jima.
Mengutip apa yang dituliskan pada buku  berjudul:  "Perang Pasifik" karya P.K. Ojong  (2008: 272) Jepanglah yang memaksa Amerika harus merebut Iwo Jima menurut cara yang telah ditetapkan oleh Kuribayashi. Pasukan Amerika harus merebut Iwo Jima meter per meter, benteng per benteng, sambil merangkak dengan perut dan tidak mungkin menggali lubang perlindungan di medan dengan pasir vulkanis. Selain itu tidak mungkin pasukan penyerbu melakukan manuver untuk mengurung musuh sebab musuh sudah terkurung tetapi di dalam tanah dan di dalam gua-gua.
Perhitungan bahwa Iwo Jima dapat direbut dalam 4 atau 5 hari ternyata meleset. Pasukan Marinir Amerika harus bertempur habis-habisan selama sekitar 36 hari dengan korban yang sangat besar di pihak pasukan penyerbu sebelum akhirnya berhasil merebut Iwo Jima.
4. Mortir raksasa, senjata maut di Iwo Jima
Salah satu senjata mengerikan yang digunakan Jepang  dalam mempertahankan  Iwo Jima adalah mortir raksasa dengan ukuran diameter 320mm dan merupakan mortir terbesar yang pernah digunakan di medan Perang Pasifik. Sejumlah saksi dan pelaku pertempuran melaporkan  luka-luka yang diakibatkan oleh pecahan serpihan mortir ini sangat mengerikan . Mortir ini tidak hanya menyebabkan luka fisik hebat  bagi mereka yang terkena senjata ini, bagi para veteran Marinir AS lainnya yang selamat dari pertempuran ini,  senjata ini juga merobek  psikologis mereka secara hebat  hingga  pertempuran Iwo Jima ini masih terus menghantui mereka berpuluh-puluh tahun kemudian. Â
5. Jumlah Korban Pasukan Marinir AS sama dengan Jumlah Pasukan Jepang yang mempertahankan Iwo Jima