Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengkritisi Kebijakan Covid-19 DI Yogyakarta

10 Desember 2020   13:56 Diperbarui: 10 Desember 2020   14:51 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan pemda DI Yogyakarta artinya mempersilahkan pelancong datang ke Yogyakarta seraya meminta warga Yogyakarta di rumah saja. Versi pemda warga Yogyakarta yang bepergian pulang pergi Yogyakartalah yang akan terpapar.

Pernyataan Sekertaris DI Yogyakarta ini mendefinisikan bahwa Covid-19 akan memilih-milih siapa yang akan ditulari. Virus dengan cerdik akan mendeteksi apakah ia wisatawan atau warga DI Yogyakarta. Jika ia wisatawan misal dari DKI Jakarta, wilayah yang paling tinggi peningkatan positif Covid-19nya, maka virus emoh menulari. Lain halnya jika seorang berKTP Yogyakarta dan pergi ke DKI Jakarta, maka ketika ia pulang ke rumahnya akan berpotensi membawa virus corona.

Kenyataannya secara saintis virus corona tidak pernah memilih-milih siapa yang akan ditulari.Ukuran mudah atau tidak ditulari adalah persoalan imunitas tubuh. Selain beberapa faktor lain seperti usia dan penyakit penyerta atau akrab disebut komorbiditas.

Diabetes, darah tinggi, asma adalah beberapa komorbiditas yang rentan ditulari virus corona. Penelitian terbaru mengindikasikan golongan darah ikut menentukan mudah tidaknya seseorang tertular Covid-19. Golongan darah A adalah golongan darah yang lebih mudah tertular dibanding golongan darah O.

Kebijakan pemda DI Yogyakarta yang tidak memutuskan PSBB mengindikasikan persoalan ekonomi menjadi dominan dalam menangani bencana nasional non-alam bernama Covid-19.

Kebijakan ini memang sesuai dengan kebijakan nasional dalam menangani percepatan penanganan ekonomi dan covid-19 yang diketuai Menko Perekonomian dengan pelaksana adalah menteri BUMN. Menteri Kesehatan yang seharusnya menjadi panglima penanganan penyakit menular ini hanya menempati posisi anggota.

Dengan kebijakan seperti ini seharusnya pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak perlu gusar dengan terus bertambahnya pasien Covid-19. Indonesia adalah negara yang tidak mengalami sama sekali penurunan jumlah pasien positif Covid-19.

Berbeda misanya dengan Selandia Baru dan Australia. Awal November negara kanguru tersebut sempat mencatat nihil penambahan kasus baru Covid-19.

Singapura juga mencatat sebagai negara dengan penambahan kasus positif Covid-19 nihil. Vietnam, Tiongkok dan Thailand juga negara yang serius menangani penularan Covid-19. Mereka tak segan menerapkan PSBB atau Lockdown dan pengawasan protokol kesehatan ketat serta pengawasan imigrasi ketat. Thailand rela mengorbankan hancurnya sektor pariwisata demi menghentikan penyebaran virus Corona.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? kebijakan pemda DI Yogyakarta mungkin adalah representasi kebijakan pemerintah Indonesia yang menolak PSBB demi tetap bergeliatnya sektor ekonomi.

Di sini kita layak bertanya pada diri sendiri: benarkah keselamatan rakyat menjadi hukum tertinggi di negara ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun