Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi dan Masa Depan Masa Lalu

4 Juli 2019   05:30 Diperbarui: 4 Juli 2019   20:53 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya penyelesaian persoalan masa lalu yang terkesan berputar-putar dan akhirnya mandeg sebagai rencana bukanlah gejala yang baru pertama kali terjadi. Setiap kali berhadapan dengan masa lalu lembaga eksekutif seperti bertemu persoalan pelik tak terpecahkan.

Masa lalu menjadi ancaman dan kejahatan (threats and evils) (Lowenthal,1985). Sehingga masa lalu pun harus dikubur dalam-dalam dan dihapus dari ingatan. Inilah yang disebut politik pelupaan (the politics of forgetting).

Politik pelupaan ini dilakukan dengan distorsi wacana pentingnya masa lalu dan diawetkan melalui pengabaian. Metafora Sing Wis Ya Wis (yang sudah ya sudah) adalah salah satu distorsi tersebut.

Sedangkan contoh bentuk pengabaian yang melegenda adalah tidak dilaksanakannya rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998.

Ironisnya TGPF Kerusuhan Mei 1998 adalah bentuk tindak lanjut pernyataan Presiden Republik Indonesia tentang tragedi Mei 1998.

Dalam pernyataannya tertanggal 15 Juli dua puluh satu tahun lalu itu Presiden Habibie atas nama pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia mengutuk berbagai aksi kekerasan pada peristiwa kerusuhan di berbagai tempat secara bersamaan, termasuk kekerasan terhadap perempuan.

Nawa Cita sebagai bentuk eksplisit kemauan politik (political will) menyelesaikan masa lalu mungkin adalah bentuk reformasi mental yang paling sulit dilaksanakan.

Hal ini disebabkan bukan saja karena keterlibatan banyak aktor yang berkepentingan namun juga ditambah dengan perbedaan dimensi ruang waktu yang menambah rumit persoalan. Mungkin itu juga yang menyebabkan isu penyelesaian masa lalu tidak muncul dalam agenda kerja periode kedua presiden Jokowi.

Meskipun demikian penyelesaian persoalan masa lalu harus terus diupayakan jika ingin generasi mendatang bebas beban sosial politik bangsa Indonesia.

Masa depan masa lalu seyogianya menjadi salah satu ujian apakah seorang Joko Widodo benar-benar tanpa beban memimpin bangsa Indonesia kedua kalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun