Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Amien Rais dan "People Power"

10 April 2019   10:22 Diperbarui: 10 April 2019   10:37 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seruan, atau mungkin lebih tepat ancaman Amien Rais, untuk menggerakkan people power jika menurutnya terjadi kecurangan pemilihan presiden (pilpres) 2019 menarik untuk disimak. Hal ini bukan saja karena "ancaman"disuarakan oleh seorang mantan ketua umum organisasi Islam besar bernama Muhammadiyah, namun karena Amien Rais adalah veteran people power Indonesia bertajuk Gerakan Reformasi Total 1998. 

Bersama Megawati Soekarnoputri, KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur, dan Sri Sultan Hamegkubuwono IX, Amien Rais menjadi tokoh sentral yang ikut mengantar mahasiswa mendesak Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun lengser keprabon. Tapi itu dulu 21 tahun lalu. Kini apakah people power masih laku?

Istilah people power lahir dari gerakan masyarakat Philipina yang memaksa mundur Presiden Ferdinand Marcos. Marcos yang telah berkuasa selama 21 tahun akhirnya harus meninggalkan istana kepresidenan Malacanang dan kabur ke negara sohibnya Amerika Serikat. 

Menurut George Katsiaficas (2013) dalam bukunya Asia's Unknown Uprising Volume 2: People Power in the Philippines, Burma, Tibet, China, Taiwan, Bangladesh, Nepal, Thailand and Indonesia istilah people power lahir Februari 1986 ketika ratusan ribu rakyat Philipina berhamburan ke jalan selama 18 hari mendesak Marcos turun dari kekuasaannya. Mobilisasi masyarakat Philipina terjadi sejak tahun 1983 menyusul terbunuhnya senator Benigno Aquino.

Menurut Katsiafiscas people power berhasil menumbangkan diktaktor Ferdinand Marcos tanpa pertumpahan berdarah. Katsiaficas bahkan mengklaim people power Philipina menjadi penyulut gerakan perlawanan rakyat di berbagai belahan dunia. 

Secara berturut-turut people power terjadi selama waktu yang singkat yaitu sejak 1986-1992 dengan 8 people power lainnya yaitu di Korea Selatan Juni 1987, Taiwan 1987, Burma (sekarang Myanmar ) Maret 1988, Tibet Maret 1988, Tiongkok Mei 1989 (Tragedi Tianamen), Bangladesh dan Nepal 1990 serta Thailand 1992.

Meskipun terbilang menakutkan istilah people power tidaklah mudah untuk dipraktekkan.  Ada beberapa kondisi yang mendorong agar rakyat mau turun ke jalan dan menuntut penguasa untuk mundur. Menurut penulis setidaknya ada tiga kondisi yang menjadi prasyarat lahirnya people power:

1.Adanya musuh bersama (public enemy)

Kondisi ini menjadi pemicu dasar elemen masyarakat (mahasiswa, tokoh agama, tokoh politik dll) bersama-sama turun ke jalan untuk menekan rezim yang berkuasa. 

Dalam kasus Philipina maka Marcos adalah public enemy yang selama 21 tahun memperkaya diri melalui korupsi dan menimbun dan memamerkan kekayaan lewat tampilan istrinya Imelda Marcos. Jasa Kardinal Sin sebagai tokoh agama tidak bisa diremehkan dengan menyerukan masyarakat Philipina untuk turun ke jalan (Katsiaficas,2013:5). 

Dukungan tokoh religious tersebut menambah semangat apalagi tuduhan kecurangan pemilu ikut mengobarkan kemarahan rakyat Philipina dan membuat mereka tidak peduli dengan blokade kendaraan lapis baja, todongan senjata berat dan helikopter yang terus meraung di langit Manila. 

Belum lagi pernyataan presiden Amerika Ronald Reagan yang tetap memberikan dukungan di awal people power terjadi. Seiring berjalannya waktu dukungan ini berubah menjadi tekanan agar Marcos keluar dari Philipina seirama dengan gencarnya tekanan "people power". Tahun 2001 masyarakat Philipina mengulang sejarah people power dengan mendesak mundur presiden Estrada.

2.Dukungan kelompok berpengaruh

Kelompok masyarakat yang menjadi motor sebuah gerakan menjadi prasyarat penting terjadinya gerakan people power. Di Philipina dan Korea Selatan kelompok keagamaan memberikan pengaruh besar sebagai motor people power. Sedangkan di Taiwan,Myanmar, Tiongkok, Bangladesh dan juga Indonesia maka mahasiswa menjadi kelompok terdepan gerakan people power. 

Meskipun dalam prakteknya elemen masyarakat yang terlibat sangatlah banyak namun selalu muncul kelompok dominan atau yang mengklaim sebagai kelompok dominan dalam gerakan tersebut.Di Indonesia dan Philipina peran militer ikut mempengaruhi terjadinya gerakan people power (Katsiaficas,2013:8).

3.Peristiwa yang menjadi momentum

Bila tewasnya Senator Benigno Aquino menjadi peristiwa yang mendorong terjadinya people power di Philipina maka Gerakan Reformasi di Indonesia disulut dengan penembakan 4 mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998. 

Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie adalah empat mahasiswa Trisakti yang tewas ditembak aparat dalam peristiwa demonstrasi di Kampus Trisakti Jakarta Barat. 

Keesokan harinya Jakarta mengalami kerusuhan dengan pembakaran bangunan, kendaraan bemotor dan kekerasan seksual terhadap perempuan etnis Tionghoa. 

Seluruh peristiwa itu tidak berkaitan langsung namun saling berkaitan secara waktu dengan gerakan mahasiswa yang menduduki gedung MPR/DPR Senayan. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan berhenti secara resmi dan digantikan wakilnya BJ Habibie.

Berbagai analisis muncul dengan menyebutkan faktor krisis ekonomi yang ditandai jatuhnya nilai tukar rupiah sejak 1997 terhadap dolar sebagai kondisi yang menyebabkan sulitnya masyarakat memperoleh kebutuhan pokok sebagai peristiwa yang mendorong pergantian rezim Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Dari uraian di atas pertanyaan-pertanyaan penting selanjutnya adalah apakah people power saat ini mungkin terjadi di Indonesia?  Lebih jelasnya apakah rakyat Indonesia memiliki musuh bersama yang diakibatkan kezaliman dan kesewenang-wenangan dalam berkuasa? 

Apakah ada kelompok yang secara sosial berpengaruh besar di dalam masyarakat yang meminta untuk turun ke jalan menggantikan rezim yang berkuasa? Pertanyaan terakhir adalah adakah peristiwa yang menjadi momentum mendorong rakyat berbondong-bondong turun ke jalan?

Hasil jajak pendapat berbagai survei mengenai keterpilihan Joko Widodo selalu di atas 50% untuk melanjutkan masa berkuasanya 2019-2024 menunjukkan bahwa rezim ini bukanlah rezim yang dibenci masyarakat. 

Faktor public enemy tidak terpenuhi. Sementara itu meskipun ada kelompok yang mendukung pergantian presiden namun tidak ada yang melontarkan ajakan agar masyarakat turun ke jalan untuk memaksa pergantian rezim. 

Dua kelompok sosial dengan jumlah pengikut  besar seperti NU dan Muhammadiyah justru ikut mendukung terlaksananya pergantian kepemimpian demokratis melalui pemilihan presiden. 

Begitu juga tidak ada peristiwa yang menjadi momentum untuk pada akhirnya memaksa pergantian kekuasan secara inkonstitusional.Kondisi perekonomian stabil dengan kebutuhan pokok masyarakat dapat diperoleh dengan mudah dan harga terjangkau oleh masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa upaya people power yang digagas oleh Amien Rais sulit untuk dilaksanakan pada kondisi seperti ini. Ketidakpuasan terhadap hasil pemilu sudah ditentukan jalurnya melalui Mahkamah Konstitusi dan bukan melalui mahkamah jalanan seperti people power.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun