Queen, sejak kita terhubung kembali
pada ingatan masa silam
sesuatu yang menyenangkan
adalah saling menakar gejolak
Setiap yang tumbuh
selalu memendarkan gairah
maka kudengarkan baik-baik
saat suara-mu menumbuhkan kenangan
yang bagai berkelana bolak-balik
bertawaf dalam ubun-ubunku
Queen, puisi ini
kusempurnakan di akhir Desember
kalender akan ditanggalkan dari dinding
tapi cintaku, seperti kasih ibu
tak mengenal musim dan tak bertepi
tak akan pernah tanggal dari apapun
Cintaku nyata seperti merah biji saga
dan kuning kulit jeruk lemon matang
betapa cerlang dan menggairahkan
lalu hujan turun
anak-anak menari riang
dan rumput putri malu ikut bangkit
Ada yang bangkit
dan berkata-kata di hatiku
seagung aum singa dan derap bison
diimbuhi hujan gerimis yang ritmis
dan kuda-kuda menari
dalam guyuran hujan
Sejak itu, sejumlah rasa menjalar
seperti sinyal yang merambat begitu cepat
seakan hendak membukakan keran
di keleluasaan langit,
lalu hujan turun dengan derasnya:
hujan cinta yang sulit dijelaskan
Kuukir rasa yang menjalar itu
menjadi artefak, mewujud totem
jadi warna-warni pelangi
rona rinai sejarah hidup
hidup kita yang terjanji
nun di rimba misteri
Aku kadang ragu, rasa apa sebenarnya
yang merimba-jalar itu?
namun aku yakin
bangau selalu pulang ke pelimbahan
digerakkan oleh renjana
dan janji pada kesetiaan
juga aku yakin, langkahku
sedang menempuh jalan yang benar
Langkah selalu datang ke arah-mu
dari berbagai kemungkinan
aku selalu berharap
sebelum sampai pintu gerbang batin-mu
puisi yang ini, dapat mewakili
kesetiaan dan keseluruhanku
yang menjadi tamu abadi
hanya dan hanya
di ruang batin-mu
Izinkan aku bertamu
dan bukalah pintu kesempatan
Sesungguhnya
tanpa harus menunggu restu
aku telah menjadi tamu abadi
selalu sigap datang
bahkan tanpa diminta
ketika kau
menghadapi saat-saat paling rawan
digempur seribu rasa bimbang
yang mengepung dari berbagai arah
Aku datang kepada-mu
dengan hatiku yang bergemuruh
Gemuruh hatiku adalah tangis bayi
yang menyusu pada Ibu Bumi
dan membuka diri untuk ditempa
oleh kemaha-takberhinggaan alam
gemuruh hatiku, adalah murid
yang tekun belajar pada kehidupan
gemuruh hatiku
rajin mencerna amanat orang-orang bijak
selalu haus menyerap
kegelisahan para sastrawan
Di lain waktu, gemuruh hatiku
menjelma raung sirine ambulance
yang begitu mengikir hatiku
saat mengantarkan ayah-ibuku
ke peristirahatan terakhirnya
Gemuruh hatiku
mewakili tangisan lirih seorang ibu
yang ditinggal pergi
oleh anak kesayangannya
Gemuruh hatiku
menjelma ketabahan seorang ayah
yang mendapati putri tunggalnya
telah diperdaya oleh gerombolan srigala
Gemuruh hatiku
adalah gelak tawa anak-anak
saat menggembalakan imajinasinya
Gemuruh hatiku selalu husyu bersujud
dalam tiap helaan nafas
Gemuruh hatiku selalu menyebut nama-mu
sebelum dan sesudah sebuah perkara
kumasuki dengan seluruh kegembiraan
Kini, gemuruh hatiku adalah puisi yang ini
yang mengawali dan mengakhiri barik
dengan menghadirkan diri-mu
dalam larik-lariknya
Bandung, 2018-2019