Mohon tunggu...
Manda Danastri
Manda Danastri Mohon Tunggu... -

Manusia hidup yang masih sekolah. Suka apapun yang bisa dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berkah dan Hadiah

23 Agustus 2017   13:14 Diperbarui: 23 Agustus 2017   13:20 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sendiri, Sendiri. Siapa bisa kalahkan diri, pasti menang di akhir nanti. (Quotes dari Ustadz)

*****

Debat sambil berteriak dan mencerca, omel dan umpat, otot dan otak, semuanya. Semua sudah mereka gunakan jika sedang berbicara satu sama lain. 

Bagi Ramadhan Nugraha, Rania Kharisma adalah musuh, pun sebaliknya. Kerjaannya berantem tiap wajahnya saling bertatap muka. Usia mereka sudah terbilang dewasa, hanya saja sejarah yang membuat mereka tak tampak seperti itu jika sudah bertemu. 

Sejarahnya, Rani dan Rama adalah teman semasa SD, SMP, SMA, dan kuliah di kampus swasta yang sama. Jurusan yang berbeda tapi tetap saja bertemu di Badan Eksekutif Mahasiswa. Keduanya cerdas, keduanya sama-sama aktif, ulet, bisa diandalkan dan selalu menjadi saingan.

Entah kutukan apa yang menimpa mereka, hari ini, tepat dua tahun mereka bekerja di kantor yang sama. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang advertising. Rama adalah arsitek untuk seluruh desain tender, sedang Rani adalah sekretaris manajer di kantor tersebut. Tidak perlu bertemu dalam satu proyek, tapi bertatap muka hampir setiap hari karena kubikel yang berseberangan.

Seakan semesta selalu mempertemukan mereka di waktu dan tempat yang nyaris selalu sama. Selama 730 hari mereka bekerja di kantor yang sama, sudah tidak ada lagi karyawan yang berani menegur. Kebiasaan yang Rama dan Rani lakukan---bertengkar baik kecil maupun besar---merupakan kebiasaan yang tidak perlu diapa-apakan lagi.

Tapi keduanya patut menyimpan kelegaan, karena setelah acara ceramah yang diadakan kantor hari ini, ada begitu banyak detik yang akan memisahkan mereka berdua karena libur awal Bulan Puasa.

"Apa lagi yang sudah menikah, haduh ...," lalu gelak tawa dari sebagian besar hadirin pecah hanya karena kalimat tak tuntas dari Sang Penasihat di atas panggung.

"Hahahaha, ya ampun. Bener banget tuh Pak Ustadz. Kalau udah menikah 'kan, beuh, apa aja bablas! Makanya, Ran, coba deh tuh perbaiki diri, siapa tahu jodoh makin deket, makin singset." sahut Luna pada Rani, wanita berhijab yang memang sudah menikah dan gelak tawanya terdengar sama kerasnya dengan karyawan lain yang sudah berkeluarga.

"Perlu banget ya gue denger kata-kata sampah dari lo?"

Tapi dalam hati Rani mengakui tidak ada salahnya mencoba perbaiki diri. Toh dia juga seorang muslimah yang punya tanggung jawab terhadap Tuhannya. Setelah renungan singkat soal bagaimana menahan diri terutama di bidang amarah, nafsu dan semuanya yang ia kira perlu dikurangi porsinya. Rani mencoba menghormati Bulan Puasa dengan merubah penampilan yang biasanya serba ketat dan pendek menjadi lebih longgar dan panjang. Bersikap lebih tenang terhadap apapun mulai hari ini. Hari pertama kerja setelah libur awal puasa selesai.

"Tumben pake daster? Biasanya juga ketat-ketat yang membangkitkan syahwat," tukas Rama ketika Rani melewati kubikelnya. Lihat? Setiap hal bisa jadi bahan untuk mencerca Rani. 

Dan Rani tidak menjawab, ia membiarkan Rama menang dengan cepat. Ia hanya duduk dan mulai mengerjakan apa yang jadi pekerjaannya. Rania Kharisma berpenampilan sopan dengan setelan yang membalut lengan sampai mata kaki hari ini. Bersikap baik pada orang lain seperti biasa. Saat Dhuhur dan Ashar tiba, wanita itu juga ikut menghilang bersama karyawan lain menuju ruangan kecil untuk menunaikan ibadah. Begitu terus selama berhari-hari.

"Tumben lo kalem terus akhir-akhir ini? Abis ngelakuin dosa besar ya?"
Rani hanya melirik sekilas pada Rama dan kembali sibuk menarikan jemari di atas keyboardnya. Sepertinya belum ada tanda-tanda dari Rama untuk segera berubah.

"Ceilah, sekarang jadi budeg juga? Oh, lo lagi minta ampunan ya sama Yang Kuasa? Supaya dibalikin pendengarannya? Ck, ck, ck, lo melakukan hal yang tepat. Mumpung bulan puasa, gue doain doa-doa lo diijabah deh."

"Makasih, aku harap kamu juga dapat hikmah secepatnya." jawab Rani dengan tenang dan penuh senyuman. Dan untuk pertama kalinya, Rama merasa benar-benar tidak ingin melawan Rania Kharisma.

Lalu dengan sadarnya, Rama menuju mushola kantor untuk bertanya di balik sajadah. Apa ia baik-baik saja? Pasalnya dada yang dibungkus dengan kemeja biru hari ini jadi terasa sesak, ritme debarannya juga tak bisa dinikmati. Pikirannya sulit fokus lalu pekerjaannya jadi terlambat diladeni.

"Rama? Woy? ... kenapa lo?" tanya Luna penasaran dengan lamunan itu.

"Nggak tau. Stress deh kayaknya."

"Halah. Ini tuh bulan puasa. Kantor nggak bakal terima tender gede supaya karyawannya nggak merasa tereksploitasi pas lagi nahan lapar dan dahaga ... ngomong aja kalau kangen berantem sama Rani. Euleuhh, berasa hambar ya hidupnya?" goda ibu muda berhijab itu sambil bertopang dagu pada kubikelnya.

"Cih, kagak sudi!"

"Eh, Ram. Gue perhatiin ya, lo itu emang kasar banget sama Rani. Masa sih cuma gegara sejarah absurd semasa hidup lo dan Rani itu, kalian bakal terus kayak Tom and Jerry gini? Inget umur Ram. Sekarang aja, Rani udah bisa berubah. Gue perhatiin nih ya, dia jadi lebih kalem, lebih adem, lebih aduhai bikin ati tentrem. Kayak bus, eh. Hahaha ... tapi elu-nya tetep aja barbarian. Lo teteeeeep aja kasar sama Rani, padahal dia udah nggak pernah tuh lawan omongan pedes dari mulut lo, bahkan dia sama sekali nggak pernah cari gara-gara sama elo,"
Tutur panjang dari Luna hanya didengar oleh telinga Rama, karena matanya sibuk melihat ke arah kubikel Rani sekarang. Wanita yang sudah menjelma entah jadi apa Rama tak bisa menjulukinya.

"Ck, lo itu cuma terlalu banyak merhatiin orang. Udah-udah sana pergi." ujar Rama tak peduli pada Luna karena mata dan pikirannya sudah terpatri pada wanita di seberang kubikel miliknya. Wanita yang sekarang jadi sesuatu yang sejuk jika dipandang.

Tanpa Rama sadari kakinya melangkah, mendekati kubikel itu. Kubikel yang sedari tadi ia pandangi tanpa henti-hentinya.

"Ran. Maafin gue ya?" cicit Rama tiba-tiba sambil mengosok tengkuknya yang tak gatal.

"Hm? Kamu ... nggak apa-apa 'kan, Ram?" tiada disangka respons Rani akan selembut ini pada Rama, dan entah mengapa Rani jadi lebih suka bahasa aku-kamu ketimbang loe-gue yang terdengar lebih kasar.

"Eh? Oh, enggak. Gue bener-bener ...," mengapa lidah jadi begitu kelu berbicara pada Rania Kharisma saat ini? "Maaf. Aku minta maaf. Maaf karena kayaknya seumur hidup kita berantem terus, nggak ada kerjaan lain. Dan sekarang, entah kenapa rasanya kayak baru berhasil dewasa aja. Bodoh banget ya akunya? Belum lebaran tapi udah tumpah-tumpah gini maafnya. Hehehe, maaf."

"Meminta maaf dan memaafkan itu nggak cuma pas lebaran aja, Ram," balas Rani dengan tenangnya. "Sebagai sesama muslim kita patut melakukannya sesering mungkin karena bisa aja kita melakukan kesalahan sama orang lain tapi nggak kita sadari. Dan kamu salah, yang bodoh bukan kamu. Tapi kita, kita berdua bodoh karena terlalu terlena sama sesuatu yang semu, sebab kenapa kita kayak gitu tiap hari itu nggak jelas. Astaghfirullah ...," jelas Rani perlahan dengan terus diiringi senyum dan tawa kecil.

Dan entah mengapa istighfar dari mulut manis Rani begitu menghanyutkan kalbu. Melihat Rani yang seperti ini mendadak jadi sesuatu yang menyenangkan bagi Rama. Aneh, tapi sangat nyata. 

Rani cantik, itu adalah fakta sedari dulu dan Rama baru menyadarinya sekarang. Rani masih sendiri dan entah mengapa ada keberanian yang menggugah Rama saat itu juga.

"Ran, kamu mau nggak menikah sama aku?"

Katakanlah ini gila, tapi tak ada satupun alasan untuk tidak berkata seperti itu pada Rani. Lagi pula hati Rani juga bersyukur seorang Ramadhan Nugraha Si Musuh Bebuyutan yang mengatakan itu padanya, bukan pria lain. Biarlah seperti ini, biarlah mereka menjadi berkah dan hadiah satu sama lain di Ramadhan tahun ini.

******

Sendiri, sendiri. Siapa yang bisa melawan diri sendiri akan mendapatkan seorang istri.
(Quotes Absurd dari Ramadhan Nugraha)

***FIN***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun