"Eh, Ram. Gue perhatiin ya, lo itu emang kasar banget sama Rani. Masa sih cuma gegara sejarah absurd semasa hidup lo dan Rani itu, kalian bakal terus kayak Tom and Jerry gini? Inget umur Ram. Sekarang aja, Rani udah bisa berubah. Gue perhatiin nih ya, dia jadi lebih kalem, lebih adem, lebih aduhai bikin ati tentrem. Kayak bus, eh. Hahaha ... tapi elu-nya tetep aja barbarian. Lo teteeeeep aja kasar sama Rani, padahal dia udah nggak pernah tuh lawan omongan pedes dari mulut lo, bahkan dia sama sekali nggak pernah cari gara-gara sama elo,"
Tutur panjang dari Luna hanya didengar oleh telinga Rama, karena matanya sibuk melihat ke arah kubikel Rani sekarang. Wanita yang sudah menjelma entah jadi apa Rama tak bisa menjulukinya.
"Ck, lo itu cuma terlalu banyak merhatiin orang. Udah-udah sana pergi." ujar Rama tak peduli pada Luna karena mata dan pikirannya sudah terpatri pada wanita di seberang kubikel miliknya. Wanita yang sekarang jadi sesuatu yang sejuk jika dipandang.
Tanpa Rama sadari kakinya melangkah, mendekati kubikel itu. Kubikel yang sedari tadi ia pandangi tanpa henti-hentinya.
"Ran. Maafin gue ya?" cicit Rama tiba-tiba sambil mengosok tengkuknya yang tak gatal.
"Hm? Kamu ... nggak apa-apa 'kan, Ram?" tiada disangka respons Rani akan selembut ini pada Rama, dan entah mengapa Rani jadi lebih suka bahasa aku-kamu ketimbang loe-gue yang terdengar lebih kasar.
"Eh? Oh, enggak. Gue bener-bener ...," mengapa lidah jadi begitu kelu berbicara pada Rania Kharisma saat ini? "Maaf. Aku minta maaf. Maaf karena kayaknya seumur hidup kita berantem terus, nggak ada kerjaan lain. Dan sekarang, entah kenapa rasanya kayak baru berhasil dewasa aja. Bodoh banget ya akunya? Belum lebaran tapi udah tumpah-tumpah gini maafnya. Hehehe, maaf."
"Meminta maaf dan memaafkan itu nggak cuma pas lebaran aja, Ram," balas Rani dengan tenangnya. "Sebagai sesama muslim kita patut melakukannya sesering mungkin karena bisa aja kita melakukan kesalahan sama orang lain tapi nggak kita sadari. Dan kamu salah, yang bodoh bukan kamu. Tapi kita, kita berdua bodoh karena terlalu terlena sama sesuatu yang semu, sebab kenapa kita kayak gitu tiap hari itu nggak jelas. Astaghfirullah ...," jelas Rani perlahan dengan terus diiringi senyum dan tawa kecil.
Dan entah mengapa istighfar dari mulut manis Rani begitu menghanyutkan kalbu. Melihat Rani yang seperti ini mendadak jadi sesuatu yang menyenangkan bagi Rama. Aneh, tapi sangat nyata.Â
Rani cantik, itu adalah fakta sedari dulu dan Rama baru menyadarinya sekarang. Rani masih sendiri dan entah mengapa ada keberanian yang menggugah Rama saat itu juga.
"Ran, kamu mau nggak menikah sama aku?"
Katakanlah ini gila, tapi tak ada satupun alasan untuk tidak berkata seperti itu pada Rani. Lagi pula hati Rani juga bersyukur seorang Ramadhan Nugraha Si Musuh Bebuyutan yang mengatakan itu padanya, bukan pria lain. Biarlah seperti ini, biarlah mereka menjadi berkah dan hadiah satu sama lain di Ramadhan tahun ini.